Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pengamat: Stimulus Terkait PPN 12 Persen Terlalu Pendek, Perlu Diimbangi Langkah Lain

Pengamat ekonomi menilai stimulus untuk atasi dampak PPN 12 persen terlalu pendek, sehingga perlu l;ain termasuk subsidi energi.

17 Desember 2024 | 16.36 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menggelontorkan sejumlah insentif bernilai Rp265,5 triliun sebagai stimulus untuk mengantisipasi melemahnya daya beli akibat pemberlakuan Pajak Perambahan Nilai atau PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Insentif tersebut di antaranya diskon listrik 50 persen untuk pelanggan di bawah 2.200 watt selama 2 bulan (Januari-Februari 2025), PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor properti dan insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM sebesar 0,5 persen.

Sejumlah pakar dan pengamat ekonomi menyoroti kebijakan pemerintah tersebut, karena hanya bersifat temporer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen karena insentif ekonomi yang disiapkan dinilai bersifat temporer. "Paket kebijakan ekonomi pemerintah cenderung berorientasi jangka pendek,” kata Bhima kepada Antara di Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024,.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai contoh, bantuan beras 10 kilogram per bulan serta diskon listrik 50 persen hanya digelontorkan selama dua bulan, yakni pada Januari–Februari 2025. Di samping itu, stimulus juga merupakan perpanjangan dari kebijakan sebelumnya, seperti PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk properti dan insentif pajak penghasilan final UMKM sebesar 0,5 persen. Bukan kebijakan baru yang sengaja disusun untuk merespons kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.

Meski ada pembebasan terhadap barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting), namun barang dan jasa lainnya secara umum terkena tarif PPN 12 persen.

Bhima khawatir kenaikan tarif pajak itu berimplikasi signifikan terhadap pelaku usaha.

“Dikhawatirkan terjadi efisiensi tenaga kerja karena omzetnya turun, baik di sektor elektronik, beberapa sektor otomotif, Fast Moving Consumer Goods (FMCG), atau barang-barang konsumen,” tuturnya.

Terlebih, pengumuman kenaikan tarif PPN 12 persen bertepatan dengan momentum jelang libur Natal dan tahun baru. Dalam periode ini, produsen cenderung menaikkan harga lebih tinggi dari biasanya. Ketika situasi ini dibarengi dengan pengumuman tarif PPN, berpotensi memperburuk beban pengeluaran masyarakat di tengah lonjakan konsumsi akhir tahun.

Menurut dia, ada cara lain untuk mendapatkan Rp75 triliun tanpa menaikkan PPN 1 persen.

“Alternatif lain, seperti memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan dan memberantas celah penghindaran pajak, sebetulnya dapat lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat,” ujar Bhima.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mengkritik pilihan pemberian stimulus mengatasi kenaikan PPN, yang hanya untuk jangka pendek.

Dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, Josua mengatakan stimulus dua bulan dapat memberikan dampak sementara yang signifikan untuk menjaga daya beli, terutama dalam menghadapi awal tahun yang biasanya penuh tantangan ekonomi.

Namun, stimulus itu bisa menjadi terlalu pendek untuk menghadapi efek lanjutan dari kenaikan PPN terhadap konsumsi rumah tangga.

“Stimulus tersebut efektif sebagai mitigasi jangka pendek, tetapi untuk mempertahankan momentum konsumsi hingga akhir 2025, perlu evaluasi apakah kebijakan serupa perlu diperpanjang atau diimbangi dengan langkah lain seperti subsidi energi atau insentif pajak tambahan,” ujar Josua.

Secara umum, dia berpendapat stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah dirancang cukup komprehensif untuk menjaga daya beli di tengah kenaikan PPN.

“Namun, untuk mengantisipasi dampak jangka panjang, pemerintah perlu mempertimbangkan perpanjangan stimulus atau kebijakan pendukung lainnya. Dampak positif dari stimulus terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi RI akan sangat tergantung pada efektivitas implementasi kebijakan serta respons masyarakat dan dunia usaha terhadap perubahan tarif pajak,” tutur Josua.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus