Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Inbreng atau pengalihan saham pemerintah di PT Waskita Karya (Persero) Tbk ke PT Hutama Karya (Persero) masuk tahap finalisasi. Pengamat BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan khawatir rencana penyelamatan ini justru membebani Hutama Karya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah Waskita Karya jadi anak usaha Hutama Karya, keuangan perusahaan bakal terkonsolidasi. Keuntungan Hutama Karya sebagai induk bisa berkurang mengingat kondisi Waskita yang sedang merugi. Di kuartal III 2024, perusahaan tersebut mencatat kerugian sebesar Rp3 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau Hutama Karya untung miliaran sementara ketika digabung anak usaha baru rugi triliunan, otomatis dia akan menjadi rugi," ujar Herry kepada Tempo, Ahad, 17 November 2024.
Performa keuangan Hutama Karya yang menurun ini bakal berdampak kepada reputasi perusahaan. Efeknya antara lain bakal terasa saat perusahaan mencari pembiayaan lewat surat utang. Perusahaan harus memberi imbal hasil lebih tinggi karena risiko keuangan mereka pun jadi lebih tinggi di mata investor.
Waskita sedang dalam tahap penyembuhan. September lalu perusahaan meneken Master Restructuring Agreement (MRA) dengan 21 perbankan dengan nilai outstanding sebesar Rp 26,3 triliun. Perusahaan juga mengantongi persetujuan Pokok Perubahan Perjanjian fasilitas Kredit Modal Kerja Penjaminan (KMKP) dari lima kreditur perbankan dengan nilai outstanding sebesar Rp5,2 triliun.
Proses restrukturisasi ini tentunya akan memakan waktu. "Saya khawatir lama-lama Hutama Karya akan jadi penjamin ketika anak usahanya itu tidak bisa menyelesaikan kewajiban utang mereka," tutur Herry.
Sementara itu peran Hutama Karya akan dibatasi setelah pemangkasan BUMN Karya. Salah satunya keunggulan perusahaan ini adalah pembangunan jalan tol. Masalahnya, Presiden Prabowo Subianto tak memiliki banyak program di bidang infrastruktur jalan dan jalan tol sehingga Herry mengkhawatirkan potensi penerimaan perusahaan ke depan.
Pemerintah berencana memangkas jumlah BUMN karya dari tujuh menjadi tiga perusahaan saja. Selain menyatukan Waskita ke Hutama Karya, rencananya pemerintah akan menggabungkan PT Adhi Karya (Persero) Tbk dengan Brantas Abipraya dan Nindya Karya serta PT Pembangunan Perumahan (Persero) dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan ketiganya bakal memiliki spesialisasi berdasarkan kemampuan masing-masing perusahaan untuk menjaga persaingan usaha. "Tapi kalau untuk proyek pemerintah, semua bisa ambil," katanya.
Kartika memastikan upaya untuk mempersatukan Waskita dan Hutama Karya tak bakal memperburuk situasi. Pasalnya Waskita sudah menjalani restrukturisasi. "Dengan Hutama Karya di atas Waskita, otomatis Hutama Karya bisa mendukung dari sisi cashflow," katanya. Harapannya Waskita bisa beroperasi secara berkelanjutan ke depan dengan dukungan modal serta dukungan proyek dari bisnis Hutama Karya.
Di sisi lain, Kartika meyakini skema inbreng saham pemerintah di Waskita Karya tak akan mengganggu kondisi keuangan Hutama Karya. "Memang modelnya bukan merger tapi dijadikan atas dan bawah (anak dan induk usaha) supaya nanti ini menjaga (kinerja keuangan)," tuturnya.