Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) meminta pemerintah segera menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Komunitas ini berharap pemerintah tidak membuat kebijakan baru untuk mengakali atau mengelabui putusan MA ini.
“Jalankan putusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh, ini yang menang rakyat Indonesia,” kata ujar Ketua Umum KPCDI Tony Samosir yang juga bekas pasien gagal ginjal ini dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020.
Menurut Tony, putusan MA ini merupakan angin segar di tengah proses hukum di negeri ini yang seringkali mengalahkan rakyat kecil. “Saya rasa rakyat kecil yang kemarin menjerit karena kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen akan senang menyambut putusan ini," ujarnya.
Sebelumnya, MA diketahui telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Keputusan ini terjadi setelah MA menerima dan mengabulkan sebagian dari judicial review yang diajukan oleh KPCDI terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Jaminan Kesehatan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, pasal tersebut juga dinyatakan bertentangan dengan sejumlah undang-undang. "Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, Senin, 9 Maret 2020.
Lewat putusan ini, MA menganulir iuran BPJS yang sudah diterapkan sejak 1 Januari 2020 melalui Perpres 75 Tahun 2019 tersebut. Daftar iuran yang dianulir yaitu Rp 42 ribu untuk peserta Kelas III, Rp 110 ribu untuk Kelas II, dan Rp 160 ribu untuk Kelas IV.
Sehingga, iuran yang berlaku kembali merujuk pada aturan sebelumnya yaitu Perpres 82 Tahun 2018. Rincian iuran lama tersebut yaitu Rp 25.500 untuk Kelas III, Rp 51 ribu untuk Kelas II, dan Rp 80 ribu untuk Kelas I.
Selain itu, KPCDI yang merupakan organisasi berbentuk perkumpulan dan anggotanya kebanyakan penyintas gagal ginjal (Pasien Cuci Darah) ini akan terus mengawal putusan MA tersebut. “KPCDI juga akan terus berjuang demi kepentingan pasien," ujar Tony.
Kemarin, Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar pun juga mengatakan sebaiknya pemerintah segera menjalankan putusan MA ini karena bersifat final dan mengikat. "Suka tidak suka," kata dia saat dihubungi.
Menurut Timboel, pemerintah tak perlu khawatir dengan putusan MA ini. Sebab, masih ada instrumen lain yang digunakan sebagai alternatif mengatasi defisit keuangan BPJS, ketika kenaikan iuran sudah dianulir MA. Di antaranya dengan melakukan pengendalian biaya klaim dan pengenaan sanksi bagi penunggak iuran.
Terkait hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pihaknya akan mengkaji lagi bagaimana pelaksanaan di lapangan setelah putusan MA dijalankan dan bagaimana dampaknya ke keuangan BPJS Kesehatan. "Jadi kalau sekarang dengan hal ini (putusan MA) adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita review nanti," ucapnya, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 9 Maret 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun secara umum, ia memperkirakan keuangan BPJS Kesehatan bakal terpengaruh. "Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh. Ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," tutur Sri Mulyani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini