Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN harus mencari dana segar sekitar Rp 11,06 triliun untuk mengakuisisi 51 persen saham di PT Pertamina Gas berikut anak perusahaannya, PT Pertagas Niaga. Sebab, dari Rp 16,6 triliun total nilai akuisisi, PGN hanya bisa menggelontorkan kas internal sekitar Rp 5,54 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk funding-nya, dua pertiga dari eksternal, sepertiga dari internal. Untuk pembiayaan eksternal, kami akan ambil efek yang paling minimal," kata Direktur Keuangan PGN Said Reza Pahlevy dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 3 Juli 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Reza, nilai pembiayaan Rp 11,06 triliun ini akan berasal dari sejumlah perbankan, termasuk di antaranya bank plat merah. Meski begitu, ia belum bersedia menyebutkan daftar bank yang bersedia memberikan pinjaman kepada PGN untuk menyelesaikan proses akuisisi ini. "Kami punya waktu 90 hari untuk menyelesaikannya," ujarnya.
Sebelumnya, perusahaan dengan kode emiten PGAS ini secara resmi telah mengakuisisi Pertamina Gas setelah menandatangani conditional sales purchase agreement (CSPA) pada Jumat, 29 Juni 2018. "Untuk sementara, skema integrasi adalah akuisisi," ujar Deputi Bidang Jasa Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno saat itu.
Nilai transaksi Rp 16,6 triliun ini merupakan harga pembelian untuk 2.591.099 lembar saham yang dimiliki PT Pertamina dalam Pertagas. Meski begitu, hanya Pertagas Niaga yang akan beralih kepemilikan PGN. Anak perusahaan Pertagas lain, seperti PT Perta Arun Gas, PT Perta Daya Gas, PT Perta Samtan Gas, dan PT Perta Kalimantan Gas, tetap dalam pengelolaan Pertamina.
Direktur Utama PGN Jobi Triananda Hasjim mengatakan proses akuisisi ini merupakan bagian dari holding BUMN migas yang terus berjalan. Setelah mengakuisisi 51 persen saham, kini PGN bisa mengendalikan sepenuhnya bisnis Pertagas, terutama di Pertagas Niaga. "Kalau yang 49 persen belum kami pikirkan, sekarang fokus untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur ke depan dulu," ucap Jobi.