Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pindah Ibu Kota, Bappenas: Jakarta Warisan Kolonial Belanda

Tak hanya faktor ekonomi, rencana pemindahan ibu kota juga didasari oleh faktor sejarah.

6 Mei 2019 | 12.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri) memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 29 April 2019. Ratas itu membahas tindak lanjut rencana pemindahan ibu kota. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa rencana pemindahan ibu kota juga didasari oleh fakta sejarah. Menurut fakta sejarah, Jakarta menjadi ibu kota lantaran awalnya adalah pusat pemerintahan kolonial Belanda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Awalnya dikembangkan VOC (Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) dan diteruskan pemerintah kolonial Belanda," ujar Bambang di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin, 6 Mei 2019. 

Karena itu, Bambang mengatakan, rakyat Indonesia pasti ingin memiliki ibu kota yang berasal dari pemikiran sendiri. Nantinya, ujar dia, ibu kota tersebut juga mesti menjadi kota baru yang modern dan berkelas internasional.

Di samping itu, pemindahan ibu kota, tutur Bambang, juga sejalan dengan fokus dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional untuk lima tahun ke depan. Ia menekankan pemerintah ingin mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa.

Menurut Bambang, saat ini sumbangan perekonomian masih banyak bertumpu pada  Jawa. Kontribusi Jawa kepada Produk Domestik Bruto mencapai 58 persen. "Jadi Jawa, Sumatera, dan Bali total menyumbang 80 persen, sementara wilayah lainnya total hanya sekitar 20 persen."

Belum lagi, persebaran penduduk Indonesia juga kurang merata dengan 50 persen penduduk Indonesia bertempat di Jawa. Oleh karena itu, Bambang ingin dalam lima tahun ini kesenjangan dalam persebaran penduduk ini juga dapat dikurangi.

Bila dilihat lebih mendalam, kepadatan di DKI Jakarta juga sangat timpang dibanding kota lain. Kata Bambang, penduduk Jakarta kini ada lebih dari 10 juta jiwa. Angka tersebut sangat jauh berbeda dengan kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya, yang penduduknya hanya sekitar 3 juta jiwa.

"Selain itu ada lima dari sepuluh kota berpenduduk terbanyak ada di Jabodetabek," kata Bambang. Itu membuktikan bahwa kepadatan penduduk masih bertumpu di Jakarta dan kota sekitarnya. 

Jakarta sendiri, kata Bambang, sudah mengalami banyak persoalan, misalnya kemacetan lalu lintas. Masalah lainnya yang menghantui ibu kota juga adalah banjir, turunnya permukaan tanag di Jakarta Utara, hingga tercemarnya air di sana.

Wacana pemindahan ibu kota kembali menghangat setelah Presiden Joko Widodo menggelar Rapat Terbatas Kabinet guna membicarakan isu tersebut. Berdasarkan rapat itu, Presiden Jokowi telah memberi arahan untuk mengambil alternatif pemindahan ibu kota ke luar Jawa. 

Di samping itu, ibu kota baru tersebut harus berada di tengah Indonesia untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi, serta harus dapat mendorong pemerataan antara wilayah barat dan timur Indonesia.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus