Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Panitia Khusus RUU Ibu Kota Negara Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, menanggapi pembahasan beleid yang sudah masuk terkait waktu pemindahan dan konsep Pemerintahan khusus di Ibu Kota Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenai konsep Pemerintahan khusus di ibu kota baru ini, kata Suryadi, Pemerintah mengusulkan suatu konsep yang disebut sebagai Otorita IKN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Namun demikian konsep otorita ini hanya dikenal dalam pengelolaan kewenangan sektoral bukan kewilayahan sebagaimana struktur Pemerintahan Daerah menurut UUD 1945, sehingga pembahasan terkait otorita ini berlangsung cukup alot," ujar Suryadi dalam keterangan tertulis, Rabu, 15 Desember 2021.
Salah satu contoh otorita, lanjut dia, misalnya otorita Batam yang tetap berada dalam wilayah pemerintahan berbentuk kota. Oleh sebab itu, ia mengatakan Pansus RUU IKN akan kembali mengundang pakar untuk mendapatkan masukan terkait konsep otorita ini.
Fraksi PKS , kata Suryadi, berpandangan bahwa konsep otorita yang ada dalam draft RUU IKN tidak sejalan dengan konstitusi. Musababnya, di dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 telah secara tegas menyebutkan bahwa, "Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang".
Dengan demikian, menurut dia, segala bentuk pemerintahan di daerah, baik yang khusus maupun yang umum, harus mengikuti konsep pembagian daerah yang berdasarkan provinsi yang kemudian dibagi lagi atas kabupaten dan kota.
Hal lain yang menjadi keberatan PKS, kata Suryadi, adalah bahwa konsep Otorita IKN yang diusulkan Pemerintah ternyata mengabaikan hak demokrasi masyarakat yang tinggal di sana. Pasalnya, pada RUU IKN usulan Pemerintah disebutkan bahwa pemilu di Ibu Kota baru oitu hanya diselenggarakan untuk pemilihan Presiden, Wakil Presiden, DPR RI dan DPD RI.
"Sehingga tidak ada pemilihan DPRD di IKN yang berfungsi sebagai wakil masyarakat untuk mengawasi secara langsung kinerja dari Otorita IKN.
Hal ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dan praktik demokrasi dan berpotensi dapat mempersullit masyarakat yang tinggal di IKN untuk menyampaikan aspirasinya, terutama yang terkait dengan pengelolaan IKN tempat di mana mereka tinggal," kata Anggota Komisi V DPR RI ini.
Oleh sebab itu, FPKS berharap agar pembahasan RUU IKN ini tidak melakukan eksperimen konsep Pemerintahan di IKN yang berpotensi melanggar Konstitusi dan prinsip kedaulatan rakyat dan praktik demokrasi.
PKS, kata Suryadi, juga mengajak masyarakat untuk terus ikut menyaksikan dan mengawal pembahasan RUU Ibu Kota Negara ini melalui TV Parlemen dan berbagai saluran sosial media DPR. "Sehingga pembahasan RUU IKN ini tetap pada koridor Konstitusi dan tidak merugikan masyarakat."
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.