Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Proyek Mandek di 13 BUMN Usai Diguyur PMN Rp 10,49 T, Analis Bandingkan dengan di Cina hingga Jepang

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita membandingkan BUMN di Indonesia dengan beberapa negara lain.

23 Juni 2023 | 23.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menanggapi pekerjaan yang digarap 13 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tapi belum bisa dimanfaatkan. Padahal sebelumnya proyek-proyek tersebut telah mendapat suntikan dana dari pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) pada periode tahun 2015-2016

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ronny lalu membandingkan pertanggungjawaban BUMN di Indonesia dengan perusahaan pelat merah di beberapa negara lain. Ia menilai mekanisme pertanggungjawaban proyek BUMN di Indonesia tidak jelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ronny, tidak ada pemisahan yang tegas antara politikus dan regulator di satu sisi, serta regulator dan eksekutor di sisi lain. “Negara mewakilkan kepemilikannya di BUMN melalui Kementerian BUMN. Hanya di Indonesia satu-satunya sepengetahuan saya yang ada Kementerian BUMN,” ujar dia saat dihubungi pada Rabu, 21 Juni 2023.

Di negara maju atau negara berkembang seperti Cina, tidak ada pos tersebut. Bahkan di Cina BUMN-nya berada di bawah SASAC atau State-Owned Assets Supervision and Administration Commission yang berkoordinasi dengan kementerian keuangan (Ministry of Finance). Perbankannya di bawah Huijin Investment, berkoordinasi dengan PBOC, seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. 

Sedangkan di Jepang, BUMN, berada di bawah entitas terpisah, bernama Fiscal Investment and Loan Program, di bawah koordinasi kementerian ekonomi dan keuangan. Negara lain, Perancis di bawah entitas terpisah, di bawah koordinasi kementerian ekonomi, bernama Government Shareholding Agency. 

Oleh sebab itu, menurut Ronny, sejumlah BUMN bisa bekerja secara profesional karena di bawah naungan satu superholding yang langsung ke kementerian keuangan atau kementerian ekonomi, yang notabene bukan kementerian politis.

“Di sini, Menteri BUMN-nya bekerja untuk politik sebelumnya. Karena jasanya, ia jadi menteri. Lalu kemudian bahkan ingin jadi politikus dan calon presiden atau wakil presiden,” ucap Ronny.

Dalam kapasitasnya sebagai perwakilan politikus, dia berujar, menteri bisa menjadi jembatan bagi partai-partai untuk menempatkan kadernya di barisan direksi maupun komisaris. Yang biasanya, kata Ronny, kompetensi dan track record-nya tidak berkaitan dengan bisnis BUMN terkait. 

“Dengan model demikian, kira-kira jika BUMN-nya kian hari kian tak profesional, masuk akalkah? Sangat masuk akal,” ujar dia.

Ronny mengaku beberapa kali bicara membandingkan BUMN dengan negara lain. Namun, dia menilai, hubungan simbiosis mutualisme antara BUMN dan politik sudah terjadi sejak dulu dan sulit dibenahi. BUMN yang produktif dan profesional, seperti perbankan, biasanya karena ada lembaga tambahan yang mengekang mereka, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu PT Pertamina (Persero) juga produktif karena langsung berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, jadi bisa dipaksa profesional, meskipun masih seadanya. 

“Pertanyaan selanjutnya, apakah PMN itu kurang berkualitas? Dengan relasi yang sangat dekat dengan politisi, kira-kira kualitas seperti apa yang akan diharapkan? Besar kemungkinan kualitasnya akan selalu kita pertanyakan setiap tahun,” tutur Ronny.

Selanjutnya: Ronny menilai, hal ini bukan hanya ...

Ronny menilai, hal ini bukan hanya sekadar perkara teknis kalkulasi finansial proyek. Masalah sebenarnya, kata dia, terletak pada ekosistem BUMN yang sangat dekat dengan politik. Sehingga muncul moral hazard bahwa apapun hasilnya proyeknya, tidak akan dipertanggungjawabkan secara langsung dan profesional. 

“Selama politisinya masih berkuasa, selama itu pula mereka bisa beralibi dan bisa minta PMN lagi. Sesederhana itu saja menurut saya,” ujar Ronny.

Informasi mengenai proyek mandek di 13 BUMN itu mucul dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Di mana di dalamnya dijelaskan bahwa PMN sebagai salah satu bentuk dukungan pendanaan kepada BUMN, harus digunakan sesuai dengan peruntukkannya yang dituangkan dalam kajian bersama. 

Di dalam kajian bersama telah disampaikan rencana penggunaan dana tambahan PMN. “Namun, meskipun digunakan sesuai dengan rencana penggunaan, dalam pelaksanaannya, masih ada pekerjaan yang didanai dari tambahan PMN yang masih belum dapat diselesaikan seluruhnya,” demikian bunyi laporan BPK.

Pada 2015, terdapat pencairan PMN pada 35 BUMN seluruhnya sebesar Rp 44,32 triliun dan pada 2016 terdapat pencairan PMN sebesar Rp 41,81 triliun untuk 14 BUMN. Hasil pemeriksaan terhadap dokumen penggunaan tambahan PMN, menunjukkan terdapat tambahan PMN 2015 dan 2016 yang belum terserap 100 persen.

“Yaitu pada 13 BUMN dengan nilai tambahan PMN sebesar Rp 11,67 triliun dan yang belum terealisasi sebesar Rp 3,74 Triliun. Penyerapan dana tambahan PMN tersebut bervariasi antara 28,03-99,11 persen. Sedangkan progres pekerjaan fisik bervariasi antara 38,67-99,67 persen,” tulis BPK. 

Sementara, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Pahala Mansury hanya menjawab singkat ketika dimintai tangapan soal laporan BPK itu. Dia mengatakan bahwa proyek-proyek tersebut masih bisa diselesaikan. “Terutama untuk PMN ke PTPN dan Bulog yang ditargetkan akan bisa selesai dalam 6-12 bulan mendatang,” tutur dia, kemarin.

13 BUMN yang Proyeknya Mandek Usai Dapat PMN:

1. PT Sang Hyang Seri (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 400 miliar, realisasinya Rp 396,45 miliar, dengan selisih Rp 3,55 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 99,11 persen dan realisasi kegiatan 99,67 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

2. PT Dirgantara Indonesia (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 300 miliar, realisasinya Rp 285,21 miliar, dengan selisih Rp 14,79 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 95,07 persen dan realisasi kegiatan 99,41 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

3. PT Aneka Tambang Tbk dengan total pencairan PMN 2015 Rp 1.000 miliar, realisasinya Rp 416,29 miliar, dengan selisih Rp 583,71 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 41,63 persen dan realisasi kegiatan 98,88 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

4. PT Garam (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 3.494,82 miliar, realisasinya Rp 3.364,82 miliar, dengan selisih Rp 130 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 92,28 persen dan realisasi kegiatan 98,18 persen. (Keterangan yang belum realisasi opex).

Selanjutnya: 5. Perum Perikanan Indonesia...

5. Perum Perikanan Indonesia dengan total pencairan PMN 2015 Rp 400 miliar, realisasinya Rp 391,54 miliar, dengan selisih Rp 8,64 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 97,89 persen dan realisasi kegiatan 98 persen. (Keterangan yang belum realisasi opex).

6. PT Perikanan Nusantara (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 300 miliar, realisasinya Rp 263,41 miliar, dengan selisih Rp 36,59 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 87,8 persen dan realisasi kegiatan 94,6 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex dan opex).

7. PT Dok Perkapalan Surabaya (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 200 miliar, realisasinya Rp 157,71 miliar, dengan selisih Rp 42,29 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 78,85 persen dan realisasi kegiatan 92,34 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

8. PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 975 miliar, realisasinya Rp 273,34 miliar, dengan selisih Rp 701,66 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 28,03 persen dan realisasi kegiatan 79,01 persen. (Keterangan yang belum realisasi opex).

9. PT Dok Kodja Bahari (Persero) dengan total pencairan PMN 2015 Rp 200 miliar, realisasinya Rp 144,64 miliar, dengan selisih Rp 55,35 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 72,33 persen dan realisasi kegiatan 73,42 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

10. PT Perkebunan Nusantara IX dengan total pencairan PMN 2015 Rp 1.000 miliar, realisasinya Rp 617,38 miliar, dengan selisih Rp 382,62 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 61,74 persen dan realisasi kegiatan 61,74 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

11. PT Perkebunan Nusantara X dengan total pencairan PMN 2015 Rp 900 miliar, realisasinya Rp 529,71 miliar, dengan selisih Rp 370,29 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 58,86 persen dan realisasi kegiatan 56,71 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

12. PT Barata Indonesia (Persero) dengan total pencairan PMN 2016 Rp 500 miliar, realisasinya Rp 315,81 miliar, dengan selisih Rp 184,19 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 63,16 persen dan realisasi kegiatan 83 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

13. Perum Bulog dengan total pencairan PMN 2016 Rp 2.000 miliar, realisasinya Rp 773,37 miliar, dengan selisih Rp 1.226,63 miliar. Secara persentasi realisasi PMN baru 38,67 persen dan realisasi kegiatan 38,67 persen. (Keterangan yang belum realisasi capex).

MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR

Moh. Khory Alfarizi

Moh. Khory Alfarizi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2018 dan meliput isu teknologi, sains, olahraga hingga kriminalitas. Alumni Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat, program studi akuntansi. Mengikuti program Kelas Khusus Jurnalisme Data Non-degree yang digelar AJI Indonesia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus