Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Marino Mining International (MMI) menggugat Badan Arbitrase Indonesia (BANI) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau PN Jaksel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini pun dibenarkan oleh Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Djuyamto. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 568/Pdt.Sus-Arbt/2023/PN.Jkt.Sel, tertanggal 23 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Iya betul,” kata Djuyamto saat dikonfirmasi, Jumat, 21 Juli 2023.
Dalam gugatannya, PT MMI meminta agar putusan BANI yang memenangkan PT Bara Karya Utama Makmur (BKUM) dibatalkan.
Sebelumnya, BANI memenangkan PT BKUM terkait gugatan wanprestasi terhadap PT MMI, yang divonis telah mengingkari 'Perjanjian Bersama' antara kedua perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan tersebut.
“Kami mengajukan permohonan gugatan pembatalan putusan BANI. Ada dua pihak yang kami gugat yakni, PT BKUM (Termohon I) dan BANI (Termohon II),” kata Kuasa Hukum PT MMI, Yudo Sukmo Nugroho, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo. Ia menilai BANI telah mengabaikan bukti-bukti dan keterangan ahli yang diajukan oleh MMI.
Mengenai legal standing gugatan, Yudo menerangkan, pembatalan putusan BANI dimungkinkan. Hal ini berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Hal ini jugaberdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi pada perkara Nomor 15/PUU-XII/2014 tentang Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase.
Sementara itu, Kuasa Hukum BANI, Kamil Zacky Permandha membantah pernyataan yang menyebut jika pihaknya tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan keterangan ahli dari PT MMI.
“Karena putusan Majelis Arbiter tentu sudah mempertimbangkan semua hal dan melihat berbagai aspek,” kata Kamil.
Selanjutnya: Kamil menambahkan, dalam Pasal 70 ...
Kamil menambahkan, dalam Pasal 70 UU 30/1999 jelas menyatakan ada tiga hal yang memungkinkan putusan BANI dibatalkan.
Pertama, surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu. Kedua, setelah putusan diambil, ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan pihak lawan. Ketiga, putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Ia pun mengingatkan juga mengenai Pasal 11 ayat (2) UU 30/1999 yang berbunyi, "Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam penyelesaian suatu sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini".
Hal ini diperkuat dengan Pasal 62 ayat (4) UU 30/1999 yang isinya, "Ketua Pengadilan Negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase".
Sejalan dengan hal tersebut, Pasal 3 UU Arbitrase menegaskan, bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
"Permohonan pembatalan putusan BANI menjadi hak dari pihak yang kalah. Hanya saja, gugatan tersebut terlalu mengada-ngada, bahkan bisa terkesan sebagai upaya mempengaruhi Majelis Hakim di PN Jaksel untuk membatalkan putusan tanpa dasar atau bukti yang kuat. Ini juga tidak dibenarkan," ungkap Kamil.
Oleh sebab itu, MMI yakin Majelis Hakim PN Jaksel akan sangat profesional dan berhati-hati dalam memutuskan perkara ini serta sesuai dengan koridor hukum yang selayaknya.
Pilihan Editor: Izin Usaha Kresna Life Dicabut, Nasabah akan Gugat ke OJK