Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Koordinator Perekonomian menyatakan tak akan membagikan materi utuh Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja RUU "Cilaka"sebelum surat presiden terkait dengan aturan tersebut terbit. Jika tak ada hambatan, pertengahan pekan ini, substansi undang-undang sapu jagat itu baru bisa diakses publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono menyatakan pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja telah selesai disusun pada 19 Januari lalu. Isinya kembali dikaji setelah disetujui masuk program legislasi nasional dalam rapat paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat tiga hari kemudian. Setelahnya, substansi aturan itu kembali dibahas hingga benar-benar tuntas pada 24 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Susiwijono menuturkan materi undang-undang serta naskah akademiknya akan dilaporkan kepada Presiden pekan ini. Kedua dokumen itu akan dibahas dan diparaf menteri terkait. Setelah disepakati, Presiden akan mengirim surat berikut dokumennya kepada DPR. Prosesnya diperkirakan hingga pertengahan pekan ini. "Setelah itu, baru kami sampaikan kepada publik," ujarnya, akhir pekan lalu.
Sampai hari itu tiba, pemerintah menjaga ketat kerahasiaan isi RUU Cipta Lapangan Kerja. Susiwijono mengakui adanya larangan untuk menyebarkan aturan tersebut kepada pihak-pihak yang terlibat. "Agar tidak menimbulkan kegaduhan," ia berdalih.
Menurut Susiwijono, pembahasan rancangan undang-undang tersebut selama ini hanya dibahas oleh lingkup internal pemerintah. Dia mengakui ada keterlibatan pengusaha dalam pembahasan. Namun keterlibatan pengusaha terbatas sebagai pemberi masukan. Peran pengusaha berbeda dengan Satuan Tugas Omnibus Law untuk Konsultasi Publik yang dibentuk Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
"Satgas itu untuk konsultasi publik, dan sampai sekarang mereka belum bekerja karena substansinya belum jadi," kata Susiwijono. Dia membantah anggapan bahwa para pengusaha turut mempengaruhi kebijakan yang dirancang.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menyatakan tindakan pemerintah tersebut sudah menyalahi hukum. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan pemerintah wajib menyebarluaskan materi yang akan diundangkan.
Asfinawati menuturkan seharusnya publik dilibatkan dalam penyusunan aturan baru. Masyarakat dapat memberikan masukan bahkan sebelum aturan itu secara resmi diajukan kepada DPR. "Ini menunjukkan ada sesuatu yang aneh dalam aturan itu dan pemerintah juga menyadarinya sehingga menutupi akses publik," kata dia. Bahkan tim omnibus law, kata Asfinawati, juga menolak undangan Ombudsman RI.
Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian Elen Setiadi membenarkan penolakan tersebut dan menyatakan dirinya yang mendapat undangan secara khusus. Dia beralasan, bahwa pemerintah saat itu ingin menyelesaikan pembahasan lebih dulu. VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo