Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sebanyak 13 BUMN penerima PMN 2015 dan 2016 belum merampungkan proyek.
Pemerintah dinilai perlu meninjau proyek-proyek yang dibiayai PMN.
Pengawasan pemerintah dan DPR atas pemberian PMN dipertanyakan.
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan persoalan pada pekerjaan 13 badan usaha milik negara yang menerima suntikan tambahan penyertaan modal negara (PMN) pada 2015 dan 2016 sebesar Rp 10,49 triliun. Pekerjaan-pekerjaan yang disokong duit negara tersebut masih belum dapat diselesaikan hingga rentang waktu pemeriksaan yang dilaksanakan auditor negara, yakni hingga semester I 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari pemeriksaan itu, BPK mencatat ada aset dengan total nilai PMN Rp 10,07 triliun yang belum selesai dikerjakan, serta dana operasional yang belum dimanfaatkan sebesar Rp 424,11 miliar. Akibatnya, aset tersebut belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional tidak tercapai. "Terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum beroperasi," demikian isi laporan BPK yang diterima Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil pemeriksaan BPK terhadap dokumen penggunaan tambahan PMN menunjukkan terdapat tambahan modal negara pada tahun anggaran 2015 dan 2016 sebesar Rp 11,67 triliun. Sebanyak Rp 3,74 triliun belum terealisasi. Penyerapan dana tambahan PMN tersebut bervariasi, dari 28,03 persen sampai 99,11 persen. Sementara itu, progres pekerjaan fisik bervariasi antara 38,67 persen dan 99,67 persen.
BUMN yang menerima PMN cukup besar tapi realisasinya rendah salah satunya adalah Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). BUMN bidang pangan ini menerima penyertaan modal negara mencapai Rp 2 triliun pada 2016. Namun, hingga paruh pertama 2022, realisasinya baru 38,67 persen. Kemajuan fisik dari proyek yang disokong dana negara itu pun baru 38,67 persen.
BPK menemukan hambatan realisasi PMN itu terjadi pada proyek modern rice milling plant (MRMP), drying center dan silo jagung, serta gudang modern-distribution center karena kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak. Kendala lainnya adalah keterlambatan pekerjaan oleh kontraktor, perselisihan nilai kontrak, serta tertundanya proyek gudang modern di Surabaya dan Makassar.
Direktur Utama Perum BULOG Budi Waseso mengunjungi modern rice milling plant (MRMP) di Kendal, Jawa Tengah, 21 Juli 2022. Dok. Bulog
Perusahaan lain yang telah menerima sokongan modal tapi realisasi fisiknya masih rendah adalah PT Perkebunan Nusantara IX dan PT Perkebunan Nusantara X. PTPN IX mendapat suntikan PMN Rp 1 triliun, tapi realisasi PMN dan kegiatannya baru 61,74 persen. Sementara itu, PTPN X menerima pencairan dana negara Rp 900 miliar, tapi baru terealisasi 58,86 persen. Adapun realisasi fisik proyeknya baru 56,71 persen.
Realisasi PMN untuk PTPN IX terhambat pada proyek revitalisasi pabrik gula Rendeng dan Mojo, serta pembangunan pabrik gula baru karena kontraktor terlambat menyampaikan performance guarantee. Lalu belum ada kesepakatan ihwal penggantian biaya cacat mutu atas hasil kerja kontraktor. Belakangan, proyek pembangunan pabrik baru dibatalkan karena kondisi keuangan dan penurunan area lahan tebu.
Adapun proyek PTPN X yang terhambat adalah peningkatan kapasitas pabrik gula Gempolkrep dan produk turunan bioetanol. Proyek tersebut diwarnai wanprestasi dari kontraktor. Di samping itu, sempat terjadi ledakan salah satu tangki saat proses engineering, procurement, construction and commissioning pada 2019.
BUMN lain yang mendapat pencairan PMN jumbo adalah PT Aneka Tambang Tbk, yaitu sebesar Rp 3,49 triliun. Realisasi kegiatan dari PMN tersebut sudah mencapai 98,88 persen, tapi realisasi penyerapan dananya baru 41,63 persen. Proyek yang terhambat, antara lain, adalah pembangunan pabrik feronikel serta anode slime and precious metal refinery. Proyek itu terkendala proses konstruksi dan commissioning akibat ketiadaan pasokan energi listrik. Proyek anode slime and precious metal refinery akhirnya batal dilaksanakan karena tidak tercapai aspek teknis dan komersialnya dengan mitra strategis.
Atas persoalan tersebut, BPK mengatakan pemerintah telah melaporkan adanya PMN yang belum terserap seratus persen. Tapi laporan yang sama menyebutkan tidak terlihat adanya pembahasan mengenai kendala dan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan ataupun penyerapan dana PMN. Akibatnya, penyelesaian aneka pekerjaan kian berlarut-larut. "Keberhasilan pemberian tambahan PMN seharusnya digunakan sebagai pertimbangan, sedangkan kegagalan seharusnya menjadi pembelajaran untuk pemberian tambahan PMN di masa mendatang," demikian BPK menulis.
Auditor negara pun merekomendasikan Kementerian BUMN meninjau kembali penggunaan PMN. Apabila sisa pekerjaan masih akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal, BUMN penerima harus melakukan upaya percepatan penyelesaian pekerjaan. Sementara itu, apabila sisa pekerjaan diputuskan berbeda dengan tujuan awal pemberian PMN, harus ada langkah koordinasi dengan Kementerian Keuangan.
Ketua Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat, Faisol Riza, mengatakan komisinya akan memeriksa ke lapangan dan segera mengangkatnya ke dalam rapat. "Setelah itu, akan menyampaikan kesimpulan kepada pemerintah, termasuk rekomendasinya," ujarnya.
Anggota Komisi BUMN DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Amin Ak, mengatakan Kementerian BUMN harus mengultimatum perusahaan pelat merah yang menerima PMN agar mempercepat realisasi pekerjaannya. Ia menilai perlu ada tenggat kepada perusahaan-perusahaan tersebut serta memberikan sanksi jika mereka tidak kunjung menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan batas waktu.
Bentuk sanksi yang diberikan dari tidak diberikan lagi PMN pada kesempatan berikutnya, hingga berupa catatan kinerja buruk pada pengelola BUMN terkait. "Jika ada indikasi lain, misalnya ada fraud atau penyelewengan anggaran sehingga proyek mandek, Kementerian BUMN bisa membawanya ke ranah hukum," kata Amin.
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) dan Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR dengan agenda pengambilan keputusan usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) di Kompleks Parlemen, Senayan, 15 Juni 2023. ANTARA /Dhemas Reviyanto
Pemerintah Yakin Sebagian Proyek Bisa Selesai
Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury yakin proyek-proyek yang telah disuntik PMN itu masih bisa diselesaikan. "Terutama untuk PMN ke PTPN dan Bulog yang ditargetkan bisa selesai dalam enam hingga 12 bulan mendatang," kata dia.
Adapun Kepala Bidang Humas Perum Bulog, Tomy Wijaya, mengatakan, hingga saat ini, pembangunan 10 unit MRMP sejatinya sudah selesai semua. Tujuh lokasi telah beroperasi dan tiga lokasi lainnya sedang dalam tahap tes commissioning dengan target rampung pada akhir Juli 2023.
Selain itu, pembangunan dua unit pusat pengeringan jagung telah rampung dan sedang diuji coba dengan target selesai pada akhir Juli 2023. "Untuk proyek gudang modern, tiga unit sudah selesai pembangunan seratus persen, dua unit sudah beroperasi dan satu unit dalam proses persiapan operasi," kata dia.
Peneliti BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengatakan temuan BPK tersebut menunjukkan ada persoalan serius yang terjadi dalam eksekusi PMN. Musababnya, proyek-proyek yang disokong suntikan dana negara itu sudah lebih dari lima tahun tidak rampung. Ia menduga masalah tersebut disebabkan oleh penyaluran PMN yang tidak diawasi dengan baik di masa lalu.
Namun, ia mengatakan, aturan PMN telah berubah sejak 2022. Regulasi anyar mengatur bahwa persetujuan PMN harus disetujui tiga pihak, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan kementerian teknis. Kemudian ada key performance indicator yang harus dipenuhi direksi perusahaan penerima PMN, serta ada pengawasan dan evaluasi atas kinerja implementasinya. "Kalau hasil kinerja buruk, usulan PMN pada tahun berikutnya bisa ditunda atau dibatalkan," kata Toto.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, mengatakan persoalan ini menimbulkan pertanyaan mengenai tiadanya evaluasi berkala dari para pemangku kepentingan, seperti pemerintah dan DPR. Di samping itu, ia mempertanyakan kematangan perencanaan dari proyek-proyek yang mendapat PMN.
"Agar efektif, PMN seharusnya diberikan kepada perusahaan yang mendapat penugasan negara dan berada di dalam koridor PSN (proyek strategis nasional), yang dalam jangka pendek tidak menguntungkan perusahaan," ujarnya. "PMN bisa hadir untuk menanggulangi kerugian jangka pendek."
CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo