Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan pandemi Covid-19 memberikan dampak cukup besar terhadap kinerja industri alas kaki. Berdasarkan data World Footwear Business Condition Survey – semester pertama 2020 mencatat konsumsi alas kaki dunia periode Januari hingga April 2020 turun hingga 22,5 persen. Kemudian, kinerja penjualan global turun hingga 74 persen.
Selain itu, daya beli masyarakat juga turun hingga 53 persen dan harga barang turun 43 persen. Meskipun demikian, Gati mengatakan produksi alas kaki, terutama sneakers justru mengalami kenaikan sebesar 42 persen pada periode Januari-April 2020.
Menurut dia, hal ini disebabkan oleh bahan baku pembuatan sneakers yang umumnya berbahan dasar tekstil dan karet serta para produsen sepatu kets atau sneakers telah memiliki platform pemasaran online.
"Adapun produksi sepatu bahan kulit turun 28 persen. Setelah pelonggaran PSBB pun, permintaan domestik masih stagnan. Harga barang juga diturunkan supaya laku," ujar Gati, Senin 10 Agustus 2020.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan laju pertumbuhan triwulan pertama pertumbuhannya meningkat dari -0,99 persen pada tahun lalu menjadi 0,36 persen.
Namun, ujar permintaan domestik masih terpuruk sejak pemberlakuan PSBB. Hal ini, ujar Elis, terjadi salah satunya karena banyak pusat perbelanjaan yang tutup. Kemudian, momen puncak seperti Lebaran dan tahun ajaran baru di sekolah juga terlewati.
Kinerja industri alas kaki belum menunjukan tanda-tanda pemulihan. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri menuturkan permintaan domestik nyaris tidak ada sama sekali pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kinerja industri masih ditopang oleh ekspor karena adanya penyelesaian kontrak sejak awal tahun. Namun, ujar Firman, permintaan pasar ekspor sudah mulai turun.
"Penurunan ekspor baru terasa pada pertengahan Mei hingga sekarang. Sekarang, kami sudah kehabisan order. Padahal, pada Januari-April masih ada pesanan (ekspor) masih banyak," ujar Firman kepada Tempo, Senin 10 Agustus 2020.
Kepala Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Kemenperin Budi Susanto penjualan alas kaki dalam negeri tercatat turun hingga 70 persen. Menurut dia, industri ini berpotensi tidak bisa mempertahankan produksi karena daya beli yang menurun. "Berdasarkan survey globalisasi industri alas kaki, penurunan konsumsi alas kaki turun sebanyak 22,5 persen," ujar Budi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor produk alas kaki periode Januari-Juni 2020 sebesar US$ 2,49 miliar. Angka ini naik sebesar 13,49 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai US$ 2,19 miliar. Menurut Firman, pertumbuhan tersebut masih ditopang karena faktor pengiriman sisa pesanan tanpa penambahan utilisasi. Dengan faktor tersebut, Firman mengatakan kinerja ekspor masih memungkinkan positif hingga Agustus.
"Pertengahan Mei saja, perusahaan ekspor sudah banyak yang di-PHK (pemutusan hubungan kerja). Secara utilitas sudah jauh drop," ujar Friman.
Ketua Umum Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Budi Purwoko mengatakan industri kulit, baik kulit besar dan kecil. Budi mengatakan industri kulit besar, yaitu yang berasal dari kulit sapi untuk bahan baku sepatu paling terdampak karena hampir tidak produksi sama sekali. Padahal, rata-rata utilisasi produksinya mencapai 116 ribu lembar per bulan. Alhasil, hampir seluruh karyawan dirumahkan tanpa adanya pemutusan hubungan kerja.
"Bahan alas kaki anjlok selama pandemi. Kami berharap pemerintah membuat regulasi untuk mewajibkan aparatur sipil negara dan TNI-Polri menggunakan produk dalam negeri untuk meningkatkan produk dalam negeri," ujar Budi.
LARISSA HUDA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini