Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdagangan mata uang kripto (Cryptocurrency) kian populer di seluruh dunia. Meski begitu, legalitas mata uang tersebut sering kali diperdebatkan oleh beberapa negara. Salah satu faktornya karena harganya yang fluktuatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Indonesia, mata uang kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sehingga dilarang untuk digunakan. Bank Indonesia menyatakan, kepemilikan kripto sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak sedikit negara-negara di Asia juga melarang penggunaan mata uang kripto. Dilansir dari Investopedia, negara tersebut tidak yakin dengan sistem mata uang kripto yang terdesentralisasi. Imbasnya akan mengancam sistem moneter dan berpotensi digunakan untuk transaksi ilegal, seperti narkoba dan terorisme.
Berikut tiga negara di Asia yang melarang penggunaan mata uang kripto sebagai alat transaksi yang sah:
1. Cina
Pemerintah Cina secara tegas melarang seluruh lembaga keuangannya terlibat dalam transaksi mata uang kripto, salah satunya bitcoin. Melansir Fortune, pelarangan itu didasarkan pada bahaya yang ditimbulkannya. Salah satunya digunakan untuk penipuan dan pencucian uang.
Alih-alih menggunakan mata uang kripto, Cina justru mendorong mata uang mereka sendiri, Yuan Digital. Dalam satu tahun terakhir, Cina berusaha memperluas peredaran mata uang Yuan Digital agar tersedia bagi seluruh pengguna atau konsumen.
2. Bangladesh
Bank sentral Bangladesh telah memutuskan bahwa penggunaan bitcoin atau mata uang kripto dilarang. Hal itu karena telah melanggar hukum setempat di bawah Undang-Undang Anti Pencucian Uang. Bahkan, bagi yang menggunakan mata uang itu akan dikenakan sanksi pidana 12 tahun penjara.
"Bitcoin bukanlah alat pembayaran yang sah dari negara mana pun. Setiap transaksi melalui bitcoin atau cryptocurrency lainnya adalah pelanggaran yang dapat dihukum,” pernyataan resmi dari Bank Bangladesh dikutip dari Coindesk.
3. Qatar
Pada 26 Desember 2020, Qatar Financial Centre (QFC) menyatakan bahwa semua layanan mata uang kripto dilarang di Qatar. Tujuannya, untuk menarik bisnis dan mendorong pertumbuhan keuangan di negara tersebut. Larangan QFC juga dirancang untuk mencegah penggunaan cryptocurrency untuk membiayai terorisme dan pencucian uang.
Gubernur Bank Sentral Qatar, dikutip dari Freeman Law, menyatakan alasan untuk melarang bitcoin adalah karena sangat fluktuatif dan dapat digunakan untuk kejahatan keuangan dan peretasan elektronik. Selain itu, berpotensi kehilangan nilai risiko karena tidak ada penjamin atau aset.
HARIS SETYAWAN