ANGGARAN pembangunan dan belanja negara (APBN) untuk tahun fiskal berjalan agaknya cukup rawan di pos penerimaan migas. Masalahnya, di antara anggota OPEC masih ada yang belum mematuhi patokan produksi masing-masing. Dari sidang para menteri OPEC di Wina, akhir pekan lalu, diperoleh berita bahwa masih ada anggota yang memompa di atas kuota. Februari lalu OPEC menentukan bahwa mulai musim semi tahun ini jumlah produksi mereka dibatasi 22,982 juta barel saja per hari. Namun, masih saja ada anggota yang melanggar. Pers Barat, yang menginginkan harga minyak jatuh, memberitakan bahwa produksi minyak OPEC masih kelebihan sekitar 518.000 barel. Sekjen OPEC Prof. Dr. Subroto mengakui bahwa suplai OPEC memang berlebih namun tidak sebanyak itu. "Dewasa ini anggota OPEC berproduksi 23,192 juta barel per hari," kata Subroto. Namun, kelebihan itu cukup berbahaya. Sebab, permintaan minyak OPEC sekarang ini sebenarnya cuma 22,7 juta barel per hari. Sehingga suplai OPEC berlebih sekitar 500.000 barel. Pertengahan Maret lalu harga rata-rata minyak OPEC sempat jatuh US$ 16,35 per barel. "Tapi sekarang ini sudah berkisar US$ 17,74 per barel," kata Subroto. Ini berarti masih sekitar 74 sen dolar di atas harga patokan APBN. Harga yang relatif baik ini rupanya berkaitan dengan kasus Libya. Akibat pengeboman terhadap pesawat penerbangan Pan Am (Amerika) di Lockerbye, PBB kini telah menjatuhkan sanksi blokade ekonomi terhadap negara Kolonel Muammar Qadhafi itu. Orang lantas mengira suplai minyak dari Libya akan terhenti. Namun, kasus Libya diperkirakan tidak akan berlarut-larut. Qadhafi tentu tak akan menjebloskan negaranya dalam blokade PBB seperti Irak. Minyak Libya diperkirakan sudah akan mengalir lagi ke pasaran pada triwulan kedua. Jika OPEC tidak mengendalikan diri, harga minyak pasti terguncang lagi. Seperti yang sudah terjadi selama ini. Sekaligus ini membuktikan, OPEC memang sudah tak mampu mengendalikan harga. MW, Iwan Qodar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini