Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sengketa Bung Tomo

Kericuhan di pt. ahju balapan timber, perusahaan patungan antara perusahaan korea selatan dengan bung tomo yang memegang hph di kabupaten sintang, kalimantan barat. bung tomo menuntut.

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUTAN belantara di Sintang, Kalimantan Barat itu menjadi sepi kembali. Sejak setengah tahun yang lalu buruh-buruh meletakkan peralatan mereka. Sekitar 200 buruh bersama anak istri mereka terlunta-lunta seperti kehilangan induk, tersebar di 5 basecamp yang berjarak 1000 kilometer atau 7 hari perjalanan dengan perahu bermotor dari Pontianak. Gaji mereka sejak Januari yang lalu belum juga dibayarkan gara-gara sengketa yang berlarut-larut di antara pimpinan PT Ahju Balapan Timber. Sebuah perusahaan patungan antara perusahaan Korea Selatan dengan Bung Tomo yang memegang konsesi HPH 115 000 Ha hutan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Bekas tokoh pertempuran 10 November di Surabaya itu dalam kerjasama tersebut diangkat sebagai wakil direkrur. Ia memegang saham 30%, dari suluruh modal yang berjumlah US$ 7,3 juta. sisanya dikuasai pihak Korea Selatan. Jabatan direktur utama dipegang oleh Choi Myeong Haeng. Timbul pertikaian antara Bung Tomo dan Choi. Perselisihan itu berpangkal pada siapa sebenarnya yang harus menandatangani cek. Pihak Korea menganggap dia saja cukup. Tapi Bung Tomo kabarnya mendesak pula supaya dia ikut menandatangani. Satu hal yang menurut sebuah sumber tidak tercantum dalam akta perusahaan. Percekcokan itu akhirnya mengakibatkan diblokirnya uang PT Ahju sebesar Rp 1 miylar di BDN cabang Pontianak. Siapa yang memblokir uang itu? "Atas permintaan salah seorang penanda tangan rekening," kata seorang pejabat Bank Dagang Negara di kantor pusat Jakarta. Jadi siapa? "Tanyakan saja pada Bung Tomo, karena ini rahasia bank," jawabnya. Tapi Bung Tomo tidak menerangkan. Ia hanya menunjukkan surat yang ditujukan kepada Gubernur KalBar dan meminta jasa supaya uang tersebut bisa diambil. Adalah Bung Tomo yang mengungkapkan kepada pers bahwa keterlambatan pembayaran gaji buruh tadi merupakan kesalahan Choi. Choi, katanya, kurang setuju jika kerjasama dalam perusahaan dilakukan terlalu bersandar pada ketentuan yang dikeluarkan pemerinuh. "Tindakan mereka terhadap buruh dan cara penebangan hutan sering melanar ketentuan. Ini membahayakan saya selaku pemegang HPH" ucap Bung Tomo. Perundingan kabarnya sudah beberapa kali, tapi gagal. Karena itu Bung Tomo terpaksa mengadu kepada pemerintah dan kedutaan besar Korea Selatan. Ia meminta supaya Choi ditegur. "Saya bukan anti-Korea, tapi cara-cara yang dilakukan Choir, bisa saya terima, ujarnya. Apalagi di tengah-tengah rumitnya persoalan, Choi tiba-tiba pulaug kampung. "la tak pamit pada saya, tanbah Bung Tomo. Menahan Langkah Kedubes Korea Selatan yang dihubungi TEMPO Sabtu pekan lalu menjeIaskan bahwa Choi dan 25 stafnya terpaksa pulang karena izin kerja mereka sudah habis, tak bisa diperpanjang. "Kami tak mengerti apa yang diinginkan Bung Tomo sebenarnya. la tak membantu perpanjangan izin kerja Choi dan kawan-kawannya ke BKPM. Padahal jika mau, bisa," kata Kim Chang Ho, juru bicara kedutaan itu. Staf Kedubes Korea Selatan itu membantah Choi lari dari tanggungjawab. "Dia itu orang baik. Lulusan Universitas Nasional Seoul, jurusan perkayuan dan dipercaya para pemegang saham Korea Selatan untuk menjadi Dir-Ut. Dia sebenarnya masih ingin tetap di sini," kata Kim lagi. Bagaimanapun, katanya, pengusaha Korea Selatan sudah menanamkan modal USS 7,3 juta. Karena itu dia mengharapkan soal ini segera bisa diatasi mengingat hubungan Korea Selatan dengan Indonesia. "Setiap waktu kami siap mendatangkan Choi ke mari jika diperlukan," ucap Kim tandas. Ia tampak menyesali terjadinya pertikaian Choi-Bung Tomo itu. Para pengusaha yang tergabung dalam Komite Ekonomi Indonesia-Korea (Inkorecom) juga tak percaya peristiwa itu bisa meledak. "Sejak 1974 baru kali ini perselisihan besar," kata Muhammad Buang SH, direktur eksekutif Inkorecom menanggapi kasus PT Ahju itu. Ia menjelaskan bahwa pihak Inkorecom dipimpin A. Baramulih sudah pernah mengusahakan perdamaian antara yang bersengketa, tapi gagal. Buang khawatir kalau-kalau kasus Ahju ini bisa mempengaruhi arus masuknya penanam modal dari Korea Selatan. "Ada belasan investor Korea Selatan yang kini menahan langkah mereka karena peristiwa ini, katanya. Penyelesaian sengketa ini nampaknya akan menjurus pada perpisahan Choi dengan Bung Tomo. "Izin kerja Choi dan kawan-kawan tidak diberikan karena tak ada persetujuan dengan partnernya. Bung Tomo sendiri sudah mengatakan akan menjadikan perusahaan itu menjadi PMDN," ungkap seorang pejabat BKPM. Tapi persoalannya tidak mudah buat Bung Tomo, karena menurut pejabat tersebut dia harus membeli semua saham yang berada ditangan pihak Korea Selatan. "Akan jadi sulit kalau Korea Selatan tak mau menjual," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus