HUTAN belantara di Sintang, Kalimantan Barat itu menjadi sepi
kembali. Sejak setengah tahun yang lalu buruh-buruh meletakkan
peralatan mereka. Sekitar 200 buruh bersama anak istri mereka
terlunta-lunta seperti kehilangan induk, tersebar di 5 basecamp
yang berjarak 1000 kilometer atau 7 hari perjalanan dengan
perahu bermotor dari Pontianak.
Gaji mereka sejak Januari yang lalu belum juga dibayarkan
gara-gara sengketa yang berlarut-larut di antara pimpinan PT
Ahju Balapan Timber. Sebuah perusahaan patungan antara
perusahaan Korea Selatan dengan Bung Tomo yang memegang konsesi
HPH 115 000 Ha hutan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Bekas tokoh pertempuran 10 November di Surabaya itu dalam
kerjasama tersebut diangkat sebagai wakil direkrur. Ia memegang
saham 30%, dari suluruh modal yang berjumlah US$ 7,3 juta.
sisanya dikuasai pihak Korea Selatan. Jabatan direktur utama
dipegang oleh Choi Myeong Haeng. Timbul pertikaian antara Bung
Tomo dan Choi.
Perselisihan itu berpangkal pada siapa sebenarnya yang harus
menandatangani cek. Pihak Korea menganggap dia saja cukup. Tapi
Bung Tomo kabarnya mendesak pula supaya dia ikut menandatangani.
Satu hal yang menurut sebuah sumber tidak tercantum dalam akta
perusahaan.
Percekcokan itu akhirnya mengakibatkan diblokirnya uang PT Ahju
sebesar Rp 1 miylar di BDN cabang Pontianak. Siapa yang
memblokir uang itu? "Atas permintaan salah seorang penanda
tangan rekening," kata seorang pejabat Bank Dagang Negara di
kantor pusat Jakarta. Jadi siapa? "Tanyakan saja pada Bung Tomo,
karena ini rahasia bank," jawabnya. Tapi Bung Tomo tidak
menerangkan. Ia hanya menunjukkan surat yang ditujukan kepada
Gubernur KalBar dan meminta jasa supaya uang tersebut bisa
diambil.
Adalah Bung Tomo yang mengungkapkan kepada pers bahwa
keterlambatan pembayaran gaji buruh tadi merupakan kesalahan
Choi. Choi, katanya, kurang setuju jika kerjasama dalam
perusahaan dilakukan terlalu bersandar pada ketentuan yang
dikeluarkan pemerinuh. "Tindakan mereka terhadap buruh dan cara
penebangan hutan sering melanar ketentuan. Ini membahayakan
saya selaku pemegang HPH" ucap Bung Tomo.
Perundingan kabarnya sudah beberapa kali, tapi gagal. Karena itu
Bung Tomo terpaksa mengadu kepada pemerintah dan kedutaan besar
Korea Selatan.
Ia meminta supaya Choi ditegur. "Saya bukan anti-Korea, tapi
cara-cara yang dilakukan Choir, bisa saya terima, ujarnya.
Apalagi di tengah-tengah rumitnya persoalan, Choi tiba-tiba
pulaug kampung. "la tak pamit pada saya, tanbah Bung Tomo.
Menahan Langkah
Kedubes Korea Selatan yang dihubungi TEMPO Sabtu pekan lalu
menjeIaskan bahwa Choi dan 25 stafnya terpaksa pulang karena
izin kerja mereka sudah habis, tak bisa diperpanjang. "Kami tak
mengerti apa yang diinginkan Bung Tomo sebenarnya. la tak
membantu perpanjangan izin kerja Choi dan kawan-kawannya ke
BKPM. Padahal jika mau, bisa," kata Kim Chang Ho, juru bicara
kedutaan itu.
Staf Kedubes Korea Selatan itu membantah Choi lari dari
tanggungjawab. "Dia itu orang baik. Lulusan Universitas Nasional
Seoul, jurusan perkayuan dan dipercaya para pemegang saham
Korea Selatan untuk menjadi Dir-Ut. Dia sebenarnya masih ingin
tetap di sini," kata Kim lagi.
Bagaimanapun, katanya, pengusaha Korea Selatan sudah menanamkan
modal USS 7,3 juta. Karena itu dia mengharapkan soal ini segera
bisa diatasi mengingat hubungan Korea Selatan dengan Indonesia.
"Setiap waktu kami siap mendatangkan Choi ke mari jika
diperlukan," ucap Kim tandas. Ia tampak menyesali terjadinya
pertikaian Choi-Bung Tomo itu.
Para pengusaha yang tergabung dalam Komite Ekonomi
Indonesia-Korea (Inkorecom) juga tak percaya peristiwa itu bisa
meledak. "Sejak 1974 baru kali ini perselisihan besar," kata
Muhammad Buang SH, direktur eksekutif Inkorecom menanggapi kasus
PT Ahju itu. Ia menjelaskan bahwa pihak Inkorecom dipimpin A.
Baramulih sudah pernah mengusahakan perdamaian antara yang
bersengketa, tapi gagal.
Buang khawatir kalau-kalau kasus Ahju ini bisa mempengaruhi arus
masuknya penanam modal dari Korea Selatan. "Ada belasan investor
Korea Selatan yang kini menahan langkah mereka karena peristiwa
ini, katanya.
Penyelesaian sengketa ini nampaknya akan menjurus pada
perpisahan Choi dengan Bung Tomo. "Izin kerja Choi dan
kawan-kawan tidak diberikan karena tak ada persetujuan dengan
partnernya. Bung Tomo sendiri sudah mengatakan akan menjadikan
perusahaan itu menjadi PMDN," ungkap seorang pejabat BKPM.
Tapi persoalannya tidak mudah buat Bung Tomo, karena menurut
pejabat tersebut dia harus membeli semua saham yang berada
ditangan pihak Korea Selatan. "Akan jadi sulit kalau Korea
Selatan tak mau menjual," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini