Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat mengatakan pihaknya menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengecam langkah pemerintah yang dianggap merugikan pekerja karena menahan uang Jaminan Hari Tua (JHT) yang sebelumnya bisa segera dicairkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja, karena JHT yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan itu adalah dana milik nasabah yaitu pekerja, bukan milik pemerintah,” kata Mirah dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 12 Februari 2022.
Ia menilai banyak pekerja atau buruh yang membutuhkan dana JHT secepatnya untuk kebutuhan hidup atau memulai usaha setelah berhenti bekerja. Selain itu Mirah melihat banyak pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa mendapatkan pesangon, seperti dipaksa mengundurkan diri.
Mirah menduga pemaksaan terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 disebabkan tidak profesionalnya BPJS Ketenagakerjaan mengelola uang peserta. Menurutnya ada kemungkinan BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta.
“Sehingga berpotensi gagal bayar terhadap hak-hak pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” tuturnya.
Pihaknya mendesak pemerintah untuk membatalkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, dan kembali pada Permenaker Nomor 19 Tahun 2015. Berdasarkan Pasal 3 Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, memang disinggung terkait pencairan dana peserta pada saat mencapai usia 56 tahun.
“Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun,” bunyi Pasal 3 dalam Permenaker tersebut.
Kemudian pada Pasal 3 Ayat 3 Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, peserta yang berhenti bekerja dibagi menjadi tiga kategori, yaitu peserta yang mengundurkan diri, peserta yang terkena PHK, dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Lalu pada Pasal 5 Ayat 1, JHT bisa diberikan secara tunai dan sudah melewati masa tunggu satu bulan sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terbit.
“Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat 3 huruf a dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan,” demikian bunyi dari Pasal 5 Ayat 1 Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.