Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menolak wacana pelepasan aset PT Pertamina (Persero). Presiden FSPPB Arie Gumilar mengatakan tidak semestinya pemerintah mengizinkan aset perusahaan milik negara dijual atau dilepas kepemilikannya. "Bila ada divestasi, kami menolak," kata Arie kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai bagian dari sikap penolakan itu, FSPPB akan menggelar aksi turun ke jalan dari kantor pusat Pertamina ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara, hari ini. Serikat pekerja, kata Arie, akan meminta Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan persoalan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik ini dipicu oleh surat Kementerian BUMN tertanggal 29 Juni 2018 yang beredar dalam beberapa hari terakhir yang berjudul "Persetujuan Prinsip Aksi Korporasi untuk Mempertahankan Kondisi Kesehatan Keuangan PT Pertamina (Persero)". Surat dengan tanda tangan Menteri Rini Soemarno tersebut berisi tiga poin. Pada poin pertama menyebutkan persetujuan Kementerian secara prinsip terhadap empat rencana direksi perseroan yang di antaranya berupa share down aset di hulu dan spin off unit kilang ke anak perusahaan.
Menurut Arie, upaya pemisahan aset, apalagi pelepasan anak usaha, berpotensi melemahkan posisi tawar perusahaan selaku pengelola sektor energi. Dia mengatakan saat ini sejumlah perusahaan migas asing justru menyatukan unit usaha perusahaan di hulu dan hilir, bukan melepasnya. Begitu pula, kata dia, bila kinerja keuangan Pertamina perlu diperbaiki, pemerintah yang harus membantu perseroan. "Kalau ada dampak dari penugasan membuat perusahaan bangkrut, maka negara harus tanggung jawab," ucapnya.
Deputi Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry, dalam keterangan tertulisnya menyatakan surat tersebut bukan berisi penjualan aset Pertamina. Menurut dia, Kementerian justru meminta direksi Pertamina mengkaji bersama Dewan Komisaris mengenai rencana aksi korporasi sebagai respons terhadap kondisi keuangan perusahaan. "Meminta Pertamina mengusulkan opsi terbaik," kata dia.
Menurut Harry, opsi yang nantinya dipilih oleh Pertamina harus melewati persetujuan rapat umum pemegang saham. "Ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito, dalam siaran pers menyatakan bahwa rencana aksi korporasi yang disodorkan ke pemerintah merupakan bagian dari rencana bisnis untuk meningkatkan kinerja Pertamina. Rencana pelepasan aset, kata dia, bertujuan untuk menyehatkan portofolio investasi perusahaan agar kelak Pertamina tidak memiliki risiko pada satu aset tertentu.
Selain itu, menurut Adiatma, langkah tersebut berpeluang mengundang mitra strategis bagi Pertamina yang mempunyai keunggulan teknologi di sektor energi. "Ini sesuatu yang lumrah dalam bisnis korporasi," ujarnya.
Senada dengan pernyataan Harry, Adiatma memastikan langkah berupa pelepasan aset tidak akan dilakukan secara gegabah. "Surat yang diusulkan masih berupa izin prinsip," kata dia. ADITYA BUDIMAN
Dalih Kesehatan Keuangan
Surat dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara kepada direksi PT Pertamina (Persero) mengungkap adanya sejumlah rencana aksi manajemen perusahaan minyak pelat merah ini untuk mempertahankan kesehatan keuangan perseroan. Tahun lalu, keuangan Pertamina tertekan tingginya beban perusahaan, sehingga laba bersih tergerus. Selain menjalankan penugasan pemerintah untuk distribusi bahan bakar minyak bersubsidi, Pertamina kini semakin tertekan oleh perintah memasok Premium, termasuk di wilayah Jawa, Madura, dan Bali, yang semula tak diwajibkan.
Berikut ini empat poin persetujuan prinsip dalam surat Menteri BUMN tertanggal 29 Juni 2018:
1. Share down aset hulu selektif (termasuk tapi tidak terbatas pada participating interest, saham kepemilikan, dan bentuk lain) dengan tetap menjaga pengendalian Pertamina untuk aset-aset strategis dan mencari mitra kredibel dan diupayakan memperoleh nilai strategis lain, seperti akses ke aset hulu di negara lain.
2. Spin off bisnis RU IV Cilacap dan Unit Bisnis RU V Balikpapan ke anak perusahaan dan potensi farm in mitra di anak perusahaan tersebut yang sejalan dengan rencana Refinery Development Master Plan (RDMP).
3. Investasi tambahan dalam rangka memperluas jaringan untuk menjual BBM umum dengan harga keekonomian, seperti Pertashop.
4. Peninjauan ulang kebijakan perusahaan yang dapat berdampak pada keuangan secara signifikan dengan tidak mengurangi esensi dari tujuan awal.
ADITYA BUDIMAN | SUMBER: DIOLAH TEMPO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo