Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Soroti Kasus Surya Darmadi, Walhi Singgung Pembukaan Lahan Hutan yang Masif untuk Korporasi

Kasus Surya Darmadi hanya satu dari sekian permasalahan dalam tata kelola perkebunan sawit.

19 Januari 2023 | 16.33 WIB

Tersangka kasus dugaan korupsi Surya Darmadi tiba untuk mejalani pemeriksaan perdana di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2022. Surya Darmadi jalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi, pencucian uang, dan penguasaan lahan sawit yang merugikan negara sebesar Rp 78 triliun. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Tersangka kasus dugaan korupsi Surya Darmadi tiba untuk mejalani pemeriksaan perdana di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2022. Surya Darmadi jalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi, pencucian uang, dan penguasaan lahan sawit yang merugikan negara sebesar Rp 78 triliun. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai kasus Surya Darmadi hanya satu dari sekian permasalahan dalam tata kelola perkebunan sawit. Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian mengatakan pembongkaran hutan dilakukan begitu masif untuk diambil kekayaannya oleh korporasi. 

"Luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini mencapai 16,5 juta hektar. “8,5 juta hektar sudah dilepaskan dan 71 persennya atau 6 juta hektar diberikan untuk korporasi sawit,” kata Uli dalam diskusi Menyoal Kerugian Keuangan Negara dan Perekonomian Aktivitas Ilegal dalam Kawasan Hutan Kasus Surya Darmadi, Kamis, 19 Januari 2023.

Baca JugaKasus Surya Darmadi, Walhi: Korupsi Berdampak Buruk bagi Lingkungan

Menurut Uli, praktik membuka hutan, menanaminya dengan sawit, kemudian merevisi tata ruang untuk pelepasan kawasan hutan sudah seperti modus yang jamak ditemukan. Tidak adanya penegakan hukum dan monitoring yang ketat pun membuat skalanya menjadi semakin luas.

Dalam konteks ini, Uli memberi contoh praktik-praktik yang dilakukan dengan menggunakan Pasal 110 a dan 110 b UU Cipta Kerja tentang pemutihan kejahatan pelanggaran kegiatan usaha di kawasan hutan—yang kemudian digantikan dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.

Meski UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada 2021 lalu, dalam konteks hutan dan perkebunan sawit, pasal 110a dan 110b tetap berjalan. Berdasarkan data yang dikumpulkan Walhi hingga Agustus 2022, setidaknya ada 1.192 subjek hukum yang teridentifikasi di surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)—bahkan sampai tahap ke tujuh.

“Dan dari 1.192 itu, sekitar 52 persennya atau 616 entitasnya adalah korporasi. Jadi, lebih banyak lebih banyak memproses 110a dan 110b ayat a. Sedangkan 110 b ayat b yang bisa dipakai untuk mengakomodasi aktivitas masyarakat itu sangat kecil dan lambat diproses,” ungkap Uli.

Kemudian dari 616  korporasi, 587 unit di antaranya merupakan perkebunan. Artinya, proses ini juga akan banyak dinikmati korporasi sawit. “Bisa dibayangkan kalau dalam kasus Surya Darmadi kerugiannya sampai 78 triliun, berapa besar kerugian negara kalau ini semua dihitung?” kata Uli.

Dari entitas korporasi yang berproses itu, ia melanjutkan, setidaknya ada 24 perusahaan yang sudah mendapat lampu hijau. Sebab, sudah melalui semua proses dalam Pasal 110a dan 110b. Yang menjadi catatan, hampir semua korporasi tersebut merupakan korporasi sawit.

“Ini kami dapat dengan memutar ulang rapat bersama DPR dan KLHK. Karena di luar itu kami nggak dapat informasi. Sangat tertutup,” ujar Uli.

Selanjutnya: Masalah perkebunan sawit di Indonesia sangat kompleks

Lebih lanjut, dalam konteks nasional data-data yang direkap Walhi menunjukkan bahwa masalah perkebunan sawit di Indonesia sangat kompleks. Perkara tidak hanya dalam kasus Surya Darmadi.

“Memang semacam sudah seperti budaya. Modus buka kawasan hutan, menanam, lalu mengubah fungsi peruntukan hutan melalui revisi tata ruang atau secara mandiri mengajukan proses pelepasan kawasan hutan,” kata dia.

Ihwal kasus Surya Darmadi, Kejaksaan Agung mengumumkan penetapan tersangka terhadap Surya Darmadi pada 1 Agustus 2022. Kejaksaan menduga Surya menyerobot lahan negara di Indragiri Hulu seluas 37.095 hektare. Lahan itu diduga digunakan oleh sejumlah perusahaan Surya sejak 2003 hingga 2022 secara ilegal. Saat itu, kerugian negara dalam kasus korupsi ini ditaksir mencapai Rp 78 triliun.

Sebelum menjadi tersangka kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah lebih dulu menetapkan Surya menjadi tersangka. Pada April 2019, KPK menetapkan Surya Darmadi menjadi tersangka pemberi suap kepada Gubernur Riau Annas Maamun dalam kasus alih fungsi lahan.

Kejaksaan mendakwa Surya Darmadi dengan pasal korupsi dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan Surya didakwa dengan dakwaan kesatu primair Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Surya didakwa dengan dakwaan kesatu subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Selanjutnya, Surya didakwa dengan dakwaan kedua Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dakwaan ketiga primairnya adalah Pasal 3 UU TPPU atau subsidair Pasal 4 UU pemberantasan TPPU.

RIRI RAHAYU | M. ROSSENO AJI

Baca Juga: Tanggapi Keberatan Surya Darmadi, Kejaksaan Agung: Itu Hak Terdakwa

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus