Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertamina kembali didera persoalan keuangan. Gara-garanya, tak lain, pemerintah masih menunda-nunda pembayaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dijanjikan akan dilunasi setiap bulan. Setelah sempat menikmati pembayaran subsidi BBM untuk Januari-Juni 2004 sebesar Rp 5,1 triliun, Pertamina belum mendapatkan pembayaran subsidi untuk Juli dan Agustus. Akibatnya, kondisi arus kas perusahaan kembali terganggu. Padahal harga minyak mentah di pasar dunia kembali menanjak, yang menyebabkan Pertamina harus menyediakan dana pembelian minyak lebih besar lagi.
Direktur Keuangan Pertamina Alfred Rohimone mengungkapkan bahwa kewajiban pembayaran subsidi itu mencapai Rp 12,2 triliun?Rp 5,1 triliun untuk Juli dan sisanya jatah Agustus. "Dari penerimaan pembayaran subsidi senilai Rp 5,1 triliun yang dulu, yang tersisa tinggal Rp 1,6 triliun," kata Alfred. Dengan harga minyak mentah masih juga di atas US$ 40 per barel, Pertamina harus mengeluarkan dana untuk mengimpor minyak mentah dan BBM sampai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 9 triliun per bulan. Jika pemerintah terus menunda pembayaran subsidi, kas perusahaan negara terbesar di Indonesia ini bakal kering kerontang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo