ACARA makan bersama Direktur Utama Sudharno Mustafa dengan karyawan kantor pusat PT Pelni di Jakarta, Senin siang pekan ini, terasa hambar. Tak tampak rasa haru di wajah karyawan selepas orang kuat Pelni itu mengucapkan pidato perpisahannya. Padahal, perpisahan ini bagi Sudharno, yang terhitung 8 September tak lagi menjabat dirut, sebuah "pukulan", karena ia merasa kehilangan suasana kerja harmonis yang, katanya, sukar dicari di tempat lain selama kariernya. "Tapi, saya puas," ujar Sudharno. "Saya sudah memberikan yang terbaik dalam hidup saya di Pelni." Kehadiran Sudharno, kelahiran Garut, di Pelni cukup mengesankan, memang. Ia, kini 57 tahun, diangkat sebagai dirut untuk masa jabatan lima tahun, sejak Januari 1983, dan berhasil menyelamatkan Pelni dari kebangkrutan. Sejak dikemudikan Sudharno, perusahaan pelayaran nasional Indonesia ini terus menerus meraup laba -- tahun silam, sekitar Rp 4 milyar. Mengapa Sudharno meletakkan jabatan lima bulan sebelum masa baktinya berakhir? Menurut Sudharno, semua itu berawal dari kasus kelebihan penumpang kapal Kerinci di Balikpapan. Kapal feri ini pada 26 Mei, tiga hari sebelum Lebaran, mengangkut sekitar 4.000 penumpang -- hampir dua kali jumlah angkut yang diizinkan. Entah bagaimana kejadiannya, Sudharno, yang mengaku tak pernah diwawancarai wartawan, dikutip koran Prioritas sebagai orang yang bertanggung jawab atas kejadian itu. Dua hari setelah pemuatan berita itu, ia dipanggil Menteri Perhubungan Rusmin Nurjadin untuk dimintai pertanggungjawaban mengenai kecerobohan petugas Pelni di Balikpapan. Pengganti Sudharno adalah Roesman Anwar dari Bahtera Adhiguna. Kabarnya, Roesman, dipromosikan ke Pelni atas rekomendasi Sldharno. Ia berharap Roesman membawa sukses manajemen bagi Pelni. Apalagi, menurut Sudharno, Pelni kini menghadapi beban lebih berat dari sekadar kelebihan penumpang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini