PROSPEK superblok di Jakarta dewasa ini cerah, tapi di Amsterdam? Diduga, sama cerahnya. Proyeksi itu setidaknya dipercayai oleh manajemen PT Aerowisata anak perusahaan di bawah payung Garuda Indonesia yang akan segera membangun kawasan bisnis megah Indonesia House senilai 315 juta gulden (Rp 364 miliar) di ibu kota Belanda tersebut. Kalau jadi, inilah superblok pertama bagi jaringan hotel Aerowisata di luar negeri, juga bagi developer Indonesia. Untuk superblok itu, perusahaan ini telah mendapat dua hektare lahan kosong menjorok di tepian Sungai Ij (baca: ay) yang indah. Lokasi itu hanya satu kilometer dari stasiun kereta Kop Oostelijke Handelskade, dan lima menit bermobil ke bandara internasional Schiphol jika jalan tembus selesai dibangun. Ini lokasi ''emas'' di jantung bisnis Belanda, sekaligus gerbang masuk ke 12 negara Masyarakat Eropa. Selain hotel bintang lima dengan 400 kamar serta dua blok apartemen 150 kamar, akan dibangun pusat bisnis The Indonesian Trade Centre. Meniru bentuk pesawat terbang, gaya arsitekturnya mutakhir sehingga kelak barangkali menjadi landmark bagi Amsterdam. Adapun suasana Indonesia akan terwakili melalui desain interior yang khas serta sajian makanan Indonesia. Kehadiran superblok ini sulit dipercayai mengingat hubungan Indonesia-Belanda tak lagi akrab sejak pembubaran IGGI tahun 1991. Memang, gagasan awal rumah Indonesia itu muncul tahun 1985. Tiga tahun berikutnya, rencana ini diurus serius, tapi prosesnya agak tersendat. Paling sulit adalah lahan. Lokasi sekarang ini adalah lahan kedua yang diberikan Kota Praja Amsterdam, dan tempat ini pernah hampir dibatalkan. Terakhir, desain Atelier 6 International harus pula disesuaikan dengan pemugaran Kota Amsterdam. Di luar dugaan, justru keretakan hubungan itu berhikmah. ''Malah mereka makin ramah, dan urusan izin jadi lebih gampang,'' kata Ny. Risnawati W. Saddak, perwakilan PT Aerowisata di sana. Wali Kota Amsterdam, Ed. van Thijn, pun menyambut hangat. ''Proyek ini akan menjadi magnet pengikat hubungan kedua negara dan memperindah Kota Amsterdam,'' katanya sewaktu menandatangani nota kesepakatan dengan Aerowisata, Oktober lalu, di Jakarta. Kini izin hak guna bangunan selama 50 tahun sudah rampung. Tinggal menutup negosiasi dengan sindikasi bank Belanda untuk pinjaman 70% dengan bunga sekitar 8%. Pemodal Irlandia, khabarnya, berminat ikut di apartemen. Sementara itu, Aerowisata menanam ekuiti 30%. Bila tak ada aral melintang, buah gagasan mantan Menteri Perdagangan Rahmat Saleh ini akan dimulai pembangunannya akhir 1994, dan pembukaan akbarnya tepat pada HUT ke-52 RI, tahun 1997. ''Proyek ini menguntungkan,'' kata Ny. Risnawati. Laba diperkirakan bisa dihimpun dari penjualan apartemen kepada orang Indonesia atau Eropa. Dari hunian hotel, yang ditaksir 70%, komposisinya: 43,5% usahawan, 51% turis, dan 6,5% awak pesawat. Mereka akan dijaring dari penerbangan ke dan dari Amsterdam, yang semakin padat setiap hari. Meraup untung tampaknya pasti. Tak sia-sialah Aerowisata berekspansi sampai ke Eropa. Kini perusahaan ini mengelola tujuh hotel tiga di antaranya milik sendiri serta membangun tiga lainnya. Sementara itu, unit katering Aerowisata melayani tak kurang dari 28 maskapai penerbangan. Tahun ini aset Aerowisata mencapai lebih dari Rp 322 miliar. Sementara itu, Indonesia House yang akan dibangun di Amsterdam itu diperkirakan bisa mencatat return on investment pada tahun ke-15. Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini