Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tak Hanya Sekali, Ini Catatan Mogok Kerja Pilot Garuda Indonesia

Asosiasi Pilot Garuda (APG) memastikan 1.300 pilot dan 5.000 kru Garuda Indonesia akan melakukan aksi mogok kerja dalam waktu dekat.

2 Juni 2018 | 15.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah pesawat garuda menunggu proses boarding pass di terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Kamis (27/7). Pelaksanaan aksi mogok pilot Garuda di bandara Soekarno Hatta sama sekali tidak menimbulkan penumpukan penumpang. Tempo/Arie Basuki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pilot Garuda (APG) sebelumnya menyebut ribuan pegawai Garuda Indonesia siap mogok kerja dalam waktu dekat, termasuk saat arus mudik lebaran. Ancaman mogok kerja di tubuh maskapai pelat merah itu bukan baru pertama kali, sebelumnya peristiwa semacam ini pernah terjadi, antara lain pada 1980, 2003, dan 2011. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hanya saja, Pengamat Penerbangan Alvin Lie melihat ada perbedaan isu yang terjadi pada saat ini dan sebelumnya. "Isunya berbeda, kalau kali ini sama sekali tidak terkait dengan gaji, penghasilan, dan sebagainya. Ini lebih ke efektifitas dan juga mereka merasa kebijakan itu dibuat tidak pada kondisi riil lapangan," kata Alvin yang juga anggota Ombudsman RI itu kepada Tempo, Jumat, 1 Juni 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data yang dihimpun Tempo, awak kabin Garuda pernah melakukan mogok terbang pada tahun 1980. Peristiwa itu pun mendorong pemerintah menurunkan pesawat Fokker 27 untuk membantu transportasi udara saat itu.

Pada 2003, sejumlah pilot garuda juga mengancam mogok terbang karena tuntutan perbaikan besaran dan struktur gaji tidak dipenuhi oleh manajemen Garuda Indonesia. Aksi mogok dimulai dengan penundaan jadwal keberangkatan pesawat selama satu jam pada 26 Januari - 1 Februari 2003.

Perkara gaji juga sempat membuat para pilot Garuda tak mau terbang pada 2011. Salah satu tuntutan pilot saat itu adalah adanya penyamarataan di semua lini antara pilot asing dan pilot lokal. Pilot asing dengan status kontrak mendapatkan gaji sekitar Rp 77 juta per bulan. Sedangkan gaji kapten pilot lokal, menurut Asosiasi Pilot, hanya sebesar Rp 43 juta per bulan walau sudah bekerja di Garuda selama 20 tahun.

Tahun ini, para pilot dan karyawan Garuda kembali melancarkan ancaman mogok kerja. Presiden APG Kapten Bintang Handono mengatakan semua kru dan karyawan Garuda yang tergabung dalam Serikat Karyawan Garuda (Sekarga), yang berjumlah 10 ribu orang, melakukan mogok massal pada waktu yang telah ditentukan. "Kami pastikan seluruhnya mogok. Untuk waktunya, nanti kami beri tahukan. Saat ini, kami masih menunggu niat baik pemerintah untuk menyelamatkan Garuda," katanya.

Menurut Bintang, semua kru dan karyawan Garuda Indonesia sepakat aksi mogok adalah jalan satu-satunya untuk melakukan misi penyelamatan perusahaan yang kian hari makin terpuruk. "Kami tidak mau berakhir seperti Merpati (maskapai BUMN yang tutup karena bangkrut)," ucapnya.

Alvin menduga ancaman mogok kerja itu lahir dari permasalahan komunikasi yang tersumbat antara karyawan, pilot, dan pemilik saham Garuda Indonesia."Dalam hal ini, yang ditunjuk pemerintah adalah kementerian BUMN."

Menurut dia, konflik itu bermula saat Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan struktur Direksi Garuda Indonesia. Sebab, di dalam struktur direksi itu tidak ada Direktur Operasi dan Direktur Teknik dan Perawatan. Padahal berdasarkan peraturan yang ada, dua posisi itu wajib ada dan tidak sembarang orang bisa mengisinya.

"Direktur operasi itu harus pilot senior dengan lisensi APTL sementara kalau Direktur Teknik dan Perawatan itu harus insinyur penerbangan yang senior dan tersertifikasi," ujar Alvin.

Permasalahan struktur itu, kata Alvin, memang terjadi berlarut-larut. Bahkan sejak problema itu muncul, ia mengaku telah mengingatkan pemerintah melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan dan Menteri perhubungan agar tidak membiarkan permasalahan itu berkepanjangan. Sebab, ia khwatir perusahaan maskapai lain akan mengikuti langkah Garuda.

"Nanti kan berimbas pada persyaratan yang diamanahkan peraturan perundangan dan CASR juga ya," kata Alvin. Disamping itu, tahun lalu Kementerian BUMN juga tak kunjung melaksanakan RUPS Luar Biasa guna mengangkat dua posisi direktur itu.

Setelah didesak oleh berbagai pihak, dua posisi itu akhirnya terisi. Namun pengangkatannya tidak melalui RUPS. Sehingga, kedudukan dan legalitasnya berbeda dengan direktur yang diangkat melalui RUPS.

RUPS guna menyusun kembali direksi sesuai dengan peraturan yang berlaku itu akhirnya baru terlaksana tahun ini. Kendati telah dilaksanakan, Alvin melihat konflik itu masih timbul lantaran luka akibat permasalahan yang berlarut itu sudah terlalu dalam. "Mungkin juga dari struktur direksi yang tahun lalu lahir kebijakan yang dinilai teman-teman ini tidak kondusif untuk kenyamanan dan efektifitas kerja," kata dia.

Namun hari ini, Presiden Asosiasi Pilot Garuda, Bintang Hardiono mengatakan, para pilot dan karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) batal mogok kerja saat arus mudik.

"Jika keputusan mogok harus diambil, maka kegiatan tersebut pasti tidak bertepatan dengan momen krusial para konsumen," kata Bintang dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 2 Juni 2018.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus