Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tanggapi UU Anti-Deforestasi Uni Eropa, Eksportir Kopi Indonesia Bakal Cari Pasar Lain

Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) enggan memusingkan UU Anti Deforestasi yang diterbitkan Uni Eropa.

1 Agustus 2023 | 15.07 WIB

Pekerja tengah memilah biji kopi di Pasar Santa, Jakarta, Jumat, 4 November 2022. Jumlah itu naik sebesar 45,52% dibandingkan Januari hingga Agustus 2021. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Pekerja tengah memilah biji kopi di Pasar Santa, Jakarta, Jumat, 4 November 2022. Jumlah itu naik sebesar 45,52% dibandingkan Januari hingga Agustus 2021. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) tak mempermasalahkan UU Anti Deforestasi yang diterbitkan Uni Eropa. Beleid tersebut mengatur agar barang yang diekspor ataupun diimpor Uni Eropa bisa bebas dari deforestasi atau penggundulan hutan.

Ketua Departemen Spesialisasi dan Industri BPP AEKI, Moelyono Soesilo, mengatakan saat ini rata-rata kopi Indonesia sudah tidak lagi di tanam di kawasan hutan. "Saat ini sudah tidak ada pembukaan lahan baru untuk (perkebunan) kopi," kata Moelyono ketika ditemui di Kantor Kementeriann Perdagangan pada Selasa, 1 Agustus 2023.

Akan tetapi jika kopi Indonesia tidak bisa masuk pasar Uni Eropa, AEKI bakal mencari pasar lain. Lagipula, kata Moleyono, serapan  kopi untuk pasar domestik juga masih tinggi dan terus meningkat.

"Mereka (Uni Eropa) lebih butuh kita. Mereka kan tidak produksi kopi," kata Moelyono.

Moelyono mengatakan, selama ini Indonesia mengekspor kopi ke Eropa setidaknya 85 ribu ton dengan nilai ekpor sekitar US$ 1 miliar. Angka tersebut mencakup sekitar 25 persen dari total ekspor kopi Indonesia. 

Jika negara tersebut tidak bisa lagi meloloskan kopi Indonesia karena perkara deforestasi, Moelyono menyebut pihaknya bakal mengalihkanya ke Eropa Timur dan negara-negara Timur Tengah. Termasuk negara-negara di kawasa ASEAN, seperti Malaysia dan Filipina. 

Moelyono mengatakan pasar dari negara-negara tersebut masih sangat potensial. Bahkan dia optimistis berdagang ke Timur Tengah bisa menutup kerugian seandainya ekspor kopi ke Uni Eropa terhambat. 

Di sisi lain AEKI bakal beradaptasi untuk menyesuaikan kebijakan Uni Eropa. Saat ini eksportir kopi masih nunggu teknis pelaksanaannya. 

"Eropa masih menjadi tujuan ekspor kopi kita. Yang ditunggu adalah bagaimana implementasinya (UU Anti Deforestasi). Apa yang harus dilakukan eksportir," ucap Moelyono.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan secara tegas menolak dan melawan UU Anti Deforestasi Uni Eropa. Zulhas, sapaannya, khawatir aturan ini menghambat perdagangan dan merugikan petani-petani Indonesia. 

Zulhas menuturkan, UU Anti Deforetasi menghambat perdagangan lantaran selama ini Indonesia mengekspor berbagai komoditas ke Uni Eropa. Mulai dari sawit, kopi, kayu, karet, hingga ternak sapi. Nilai ekspornya pun cukup fantastis.

"Ekspor Indonesia ke Eropa tahun 2022 nilainya hamppir US$ 7 juta. Ini meliputi hampir 8 juta petani kecil," tutur Zulhas. "Kami sadari perjuangan ini (penolakan terhadap UU Anti Deforestasi) tidak mudah. Tapi untuk melindungi kepentingan nasional."

Soal potensi diskriminasi, lanjut Zulhas, UU Deforestasi membuat ketentuan atau keriteria-kriteria negara berisiko. Walhasil, jika Indonesia masuk kategori high risk atau berisiko tinggi, Indonesia bisa di-blacklist.

Pilihan editor: Kedai Kopi Ini Hadirkan Inovasi Robot AI Membuat Secangkir Kopi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus