Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tanpa Gaji, tanpa Gigi

Pengurus dewan pengusaha tak digaji negara. Mereka juga tak akan diberi gigi?

26 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sofjan Wanandi sibuk cari kantor. Itu bukan untuk Grup Gemala, perusahaan miliknya, melainkan untuk menjalankan Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN), yang dipimpinnya. Di dewan yang bertugas menasihati presiden ini, Sofjan bersama 16 pengusaha lainnya akan bekerja bakti tanpa gaji. Apa boleh buat, tiap pengurus urunan Rp 100 juta-Rp 150 juta untuk mendukung biaya operasi DPUN. Dari hasil saweran itu, dalam tempo dua pekan saja, kini telah terkumpul sekitar Rp 1,5 miliar. Hebat, kan? Sistem kerja bakti tanpa gaji juga berlaku untuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Tapi lembaga yang dipimpin Emil Salim itu sedikit lebih beruntung. Pemerintah menyediakan satu ruangan di bekas Kantor Menteri Riset dan Teknologi, tepat di belakang Bina Graha, Jakarta. "DEN tak perlu gedung megah," kata Emil, "Yang penting ada meja dan kursi, supaya bisa ngomong bareng." Sekretaris Negara Ali Rahman mengakui bahwa pengurus kedua lembaga ini tak digaji. Sori, deh, kas negara lagi sempoyongan. Pemerintah cuma bisa menyumbangkan kantor sekretariat. Untuk ongkos-ongkos, silakan gali melalui sumber-sumber yang sah dan tak mengikat. Tak dirinci apa sumber yang sah dan tak mengikat itu. Cuma, kata Sofjan, "Agar bisa independen, kami dilarang minta sumbangan dari pengusaha." Pernyataan Sofjan itu jelas membingungkan. Kalau betul dilarang, lalu urunan yang dihimpun Sofjan dan teman-teman pengusaha itu apa namanya? Apa bukan sumbangan? Pertanyaan berikutnya: apa Sofjan bisa independen terhadap kepentingan dia dan teman-temannya sendiri? Dengan terus terang, ekonom lulusan London Schools of Economics, Markus Handowo Dipo, menyangsikan kualitas kejernihan dewan yang bekerja tanpa gaji. Lembaga semacam ini, katanya, "Potensial membawa kepentingan yang lebih besar dari sekadar gaji." Tapi jangan main curiga dululah. Mungkin ada baiknya kita longok resep mereka membangkitkan perekonomian. Sofjan sudah bertekad, DPUN harus mencetak satu juta lapangan kerja dalam setahun ini. Caranya? Ia mendesak pemerintah serius memodali perbankan agar bank bisa segera mencairkan kredit. "Jangan takut kredit macet," katanya seperti memberikan petuah kepada para bankir. Kalau masih ragu, kata Sofjan, ada banyak pengusaha kecil menengah yang layak diberi pinjaman. Selain itu, ia minta pemerintah mencairkan kredit kepada petani untuk mendongkrak daya beli. Menurut hitungannya, ada dana Rp 6 triliun yang bisa dimanfaatkan. Selain itu, Sofjan minta BPPN bergerak lebih cepat dan taktis. Pengusaha yang kreditnya macet tapi prospek usahanya baik, "Tolong dibantu agar perusahaannya bisa jalan." Itu artinya perusahaan ini diberi kredit lagi agar bisa dipakai untuk modal kerja. Pendek kata, menyaring pelbagai resepnya itu, Sofjan agaknya percaya, jatuh-bangunnya perekonomian kita bergantung pada dua hal: cairnya kredit perbankan dan naiknya daya beli masyarakat. Lalu, punya intereskah resep seperti itu? Bisa ya, bisa pula tidak, tergantung bagaimana pemerintah menjalankannya. Kalau kredit itu cuma ngucur untuk mereka, kalau BPPN ternyata cuma membantu kelancaran usaha mereka, sudah jelas bahwa para anggota DPUN ini memanfaatkan posisinya. Cuma, persoalannya: apakah pemerintah akan menerima resep ini mentah-mentah? Ekonom Faisal Basri berpendapat, sepak terjang DPUN tak perlu dianggap penting. "Tanpa diwadahi dalam satu lembaga pun," katanya, "pengusaha itu pasti minta-minta bantuan pemerintah." Menurut Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional itu, dewan ini tak akan besar karena bakal "ribut berantem sesama mereka sendiri." Selain itu, kata Faisal, pemerintah juga tak menghitung dewan pengusaha yang satu ini. Gus Dur membentuk DPUN hanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang "merasa berjasa dan suka jadi orang penting." Faisal melihat, jika orang yang sudah minta-minta jabatan ini tak diberi apa-apa, "Mereka bisa aneh-aneh di luar." Dengan wadah DPUN, Gus Dur justru bisa mengontrol mereka. Jika dilihat dari proses pembentukkan DPUN, boleh jadi apa yang dikatakan Faisal tidak meleset. Tak bisa dibantah, sebagian anggota DPUN, seperti Sofjan Wanandi, John Prasetyo, Aburizal Bakrie, dan Yusuf Faishal, adalah calon anggota DEN yang terpental. Boleh jadi, agar mereka tak sakit hati, Gus Dur merasa perlu membuat satu keranjang yang lain. Jadi, kalau Sofjan mesti sibuk cari kantor sendiri, susah payah keluar duit sendiri untuk mainan baru itu, ya, barangkali memang sudah semestinya.… Mardiyah Chamim, Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus