Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tantangan Bali Targetkan 6,5 Juta Kunjungan Wisman dan 10 Juta Wisatawan Domestik pada 2025

Pemprov Bali targetkan kunjungan wisatawan domestik dan wisman hingga lebih dari 16 juta kunjungan pada 2025. Apa tantangannya?

24 Januari 2025 | 14.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah wisatawan membawa papan selancar berjalan menuju ke tengah laut saat berlibur di Pantai Kuta, Badung, Bali, Senin, 25 September 2023. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan untuk retribusi sebesar Rp150 ribu kepada turis asing yang masuk Pulau Dewata diterapkan mulai Februari 2024 dan mekanismenya serta tata cara pungutan uang kepada turis asing hingga saat ini masih disusun dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menargetkan 6.5 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan lebih dari 10 juta kunjungan wisatawan domestik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tahun ini kunjungan kami menargetkan batas bawah 6 juta, batas atas 6,5 juta, wisatawan domestik batas bawah 10 juta, batas atasnya 10,5 juta,” kata Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Bali Tjok Bagus Pemayun di Denpasar, Selasa, 21 Januari 2025 seperti dilansir dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, target ini realistis, lantaran sebelumnya jumlah kunjungan wisatawan asing pada 2024 mencapai sekitar 6,3 juta orang. Meskipun begitu, Tjok Pemayun mengakui kunjungan langsung pada 2024 belum memenuhi target pemerintah saat itu. Sementara itu, tahun ini Kementerian Pariwisata baru belum memberikan target pasti jumlah kunjungan wisman ke Bali.

Lebih lanjut, jika melihat banyaknya wisatawan mancanegara yang datang melalui pintu domestik atau Pelabuhan Gilimanuk, Dispar Bali melihat 7 juta wisman sudah berkunjung ke Pulau Seribu Pura.

“Yang kunjungan 6,3 juta ini kan yang penerbangan langsung, yang belum kita hitung kan yang turun di Jakarta atau Gilimanuk, dia pakai domestik tidak diukur, saya yakin itu 7 juta tembus dengan asumsi per hari 2 ribu saja kalikan,” ujarnya.

Karenanya, dia menyebut, tantangan di 2025 ini adalah penanganan masalah yang mempengaruhi kunjungan wisman yaitu kemacetan, sampah, dan alih fungsi lahan.

Adapun dia mengklaim sudah memetakan permasalahan untuk ditindaklanjuti, kemudian Pemprov Bali juga akan menegaskan penegakan hukum, dengan peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dengan mengharapkan bantuan stakeholder kepariwisataan di lapangan.

“Itu tiga hal yang menonjol kami anggap, dan terakhir adalah bagaimana nanti kita mulai melakukan penegakan-penegakan hukum karena secara regulasi teman-teman stakeholder pariwisata merasa sudah komplit tinggal sekarang menjalankan implementasi dan sinkronisasi,” kata Kepala Dispar Bali.

Untuk diketahui, sebagaimana tantangan yang disebut Tjok Pemayun, situs panduan perjalanan Fodor's sebelumnya mengungkap Bali termasuk ke dalam 15 destinasi wisata di dunia yang tidak layak untuk dikunjungi pada 2025.

Dilansir dari Independent.co.uk, Fodor's menempatkan Bali di posisi paling atas daftar ini karena pulau ini dianggap mengalami overtourism atau pariwisata yang berlebihan. Hal itu menimbulkan dampak buruk bagi destinasi dan wisatawannya, salah satu dampaknya adalah sampah plastik.

Dengan 5,3 juta pengunjung internasional pada 2023, pantai-pantai Bali yang dulunya murni kini terkubur di bawah hampir 303.000 ton sampah plastik, kata para ahli di situs tersebut. Mereka juga menuliskan bahwa industri pariwisata dan lingkungan alam Bali terikat dalam hubungan yang rapuh dan melingkar. Perekonomian Bali tumbuh subur berkat keramahtamahan, yang bergantung pada kesehatan lanskap alamnya.

Kristin Winkaffe, seorang ahli perjalanan berkelanjutan, mengatakan bahwa pariwisata yang berlebihan memengaruhi inti kehidupan orang Bali. "Tanpa perubahan,kita tidak hanya mempertaruhkan pemandangan yang indah, kita berisiko kehilangan identitas budaya itu sendiri," kata dia dilansir dari Tempo.co, pada 19 November 2024, 

Hal serupa diungkapkan Marta Soligo, asisten profesor di William F. Harrah College of Hospitality di University of Nevada, Las Vegas, Amerika Serikat.“Penting juga untuk merenungkan kualitas kehidupan sehari-hari penduduk karena sering kali menimbulkan isu-isu seperti meningkatnya biaya hidup, polusi suara, dan kemacetan lalu lintas, yang sudah terjadi di Bali,” kata Soligo.

Selain itu, pariwisata yang berlebihan, kata dia, dapat memperburuk hubungan yang saling bertentangan antara wisatawan dan penduduk karena kurangnya rasa hormat pengunjung terhadap masyarakat setempat dan penduduk setempat merasa kewalahan oleh keramaian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus