Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terjerat Kredit Pembiayaan Perabot

Anak usaha Columbia Group gagal membayar utang modal usaha. Diduga ada penyalahgunaan modal kerja.

20 Juni 2018 | 00.00 WIB

Terjerat Kredit Pembiayaan Perabot
Perbesar
Terjerat Kredit Pembiayaan Perabot

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Keriuhan berlangsung sekitar dua jam di Ruang Verifikasi Negara, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu siang dua pekan lalu. Puluhan kuasa hukum meminta pengurus kepailitan perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan membuka laporan keuangan perusahaan. Mereka mewakili investor pemegang surat utang jangka menengah (medium term note) dan perbankan yang tak jelas nasib pembayarannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Namun sidang hari itu gagal merumuskan pemungutan suara bagi para kreditor untuk menentukan hasil PKPU. Dua hari sebelumnya, semua investor dan kreditor menolak proposal perdamaian yang diajukan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), yang dianggap terlalu sederhana. "Proposal perdamaian harus didasari data keuangan yang lengkap," kata Addy Endra, anggota staf legal dari Bank Nationalnobu, Rabu dua pekan lalu. "Tapi yang kemarin belum ada." Itu sebabnya mereka meminta laporan keuangan perusahaan dibuka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Bank Nationalnobu adalah satu dari 14 bank pemberi pinjaman Sunprima. Total pokok pinjaman yang dikucurkan bank itu kepada Sunprima Rp 33,3 miliar. Bank ini tak menemukan masalah gagal bayar hingga SNP Finance mengajukan penundaan bayar utang secara sukarela ke pengadilan.

PT SNP Finance adalah anak usaha Columbia Group, perusahaan penjualan elektronik dan furnitur secara tunai dan kredit. Columbia didirikan Leo Chandra pada 1982. Konsumennya kelas menengah ke bawah. Pada 2002, Leo mengakuisisi PT Sunprima Nusantara Pembiayaan, yang bergerak di bidang pembiayaan jual-beli perabot. Leo memiliki 33,3 persen saham di Grup Columbia. Sedangkan 66,6 persen sisanya dimiliki PT Cipta Pratama Mandiri, yang juga perusahaan keluarga Leo Chandra.

Bank pemodal terbesar SNP Finance adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Bank pelat merah ini mencairkan pinjaman Rp 1,403 triliun kepada PT SNP Finance. Kepala Departemen Legal Wholesale Credit Litigation PT Bank Mandiri Sigit Yuniarso mengatakan SNP Finance seharusnya dapat memberikan penjelasan detail aliran dana untuk melunasi piutang. "Kami harus tahu sumber pembayarannya dari mana," ujar Sigit.

Saat sidang, Sigit mengungkapkan adanya aliran dana keluar sebesar Rp 100 miliar dari rekening SNP Finance. Sedangkan pengurus atau kurator PKPU mencatat dana keluar yang dipakai SNP sejak proses perdata mulai berlangsung hanya Rp 3 miliar. "Catatan kami masih diproses, tapi kurang-lebih itu untuk operasional dan karyawan," kata kurator PKPU, Irfan Aghasar.

Dalam proposal perdamaian yang disusun SNP Finance tertanggal 31 Mei 2018, hasil verifikasi saldo pokok kewajiban pembayaran piutang perusahaan itu Rp 4,07 triliun. Jumlahnya terbagi atas utang kepada 14 kreditor bank sebesar Rp 2,2 triliun dan utang kepada pemegang medium term note sebanyak Rp 1,85 triliun. "Seluruh pembayaran kepada kedua kelompok kreditor akan dilakukan secara proporsional berdasarkan saldo utang pokok," kata Direktur Utama PT Sunprima Nusantara Pembiayaan Donni Satria dalam proposal.

Adapun pembayaran utang pokok kepada kreditor bank dan pemegang surat utang akan dimulai tahun depan-dan seluruhnya dibayar lunas pada 2033. Mekanisme pembayaran inilah yang membuat kreditor dan investor waswas. Melalui pengacaranya, SNP Finance berjanji memperbaiki proposal itu paling lambat 4 Juli mendatang.

l l l

Otoritas Jasa Keuangan mencium gelagat tak wajar PT Sunprima Nusantara Pembiayaan sejak awal 2017. Tepatnya setelah OJK berhasil mencabut izin tiga lembaga pembiayaan yang menyalahgunakan kredit. Mengendus motif serupa, OJK mulai mengawasi SNP Finance melalui perbankan. Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank 2B Otoritas Jasa Keuangan Bambang Budiawan kaget saat melihat jumlah pinjaman modal dari Bank Mandiri. "Awalnya lancar, tapi eksposur kreditnya something wrong," kata Bambang ketika ditemui pada Rabu dua pekan lalu.

Saat itu, Sunprima mulai menerbitkan surat utang jangka menengah melalui perbankan dan sekuritas. Pada Februari tahun lalu, kupon yang diterbitkan senilai Rp 200 miliar. Kemudian, pada Juni dan Juli, ada penerbitan surat utang masing-masing Rp 600 miliar dan Rp 700 miliar. Pada Januari 2018, surat utang yang dijual pun bertambah mencapai Rp 1,4 triliun.

Penjualan surat utang kepada kurang dari 50 pihak swasta tak memerlukan asesmen OJK. Bambang menilai diversifikasi pendanaan melalui surat utang sektor swasta ini kerap disalahgunakan lembaga pembiayaan. "Kalau pembiayaan dari satu bank mandek, dia jual surat utang. Padahal ini untuk bayar bunga sebelumnya," ujar Bambang.

Berdasarkan catatan OJK, Sunprima terakhir kali mendapat kucuran modal perbankan pada akhir 2016. Pada tahun yang sama, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menetapkan status kredit perhatian khusus kepada perusahaan itu. Corporate Secretary PT Bank Mandiri Rohan Hafas membenarkan info bahwa piutang SNP Finance pernah direstrukturisasi dua tahun lalu. "Setelah itu, sempat lancar, tapi tahun ini batuk-batuk lagi," ucap Rohan.

Corporate Secretary PT Sunprima Nusantara Pembiayaan Ongko Purba Dasuha membantah kabar bahwa restrukturisasi dilakukan karena gagal bayar. Upaya itu dilakukan untuk mengubah skema pemberian kredit dari sejumlah perbankan. "Dari sebelumnya hanya Bank Mandiri, kami buka untuk bank lain," ujar Ongko, Sabtu dua pekan lalu. Ongko mengatakan kredit dari perbankan lancar selama tiga tahun terakhir. Dia menampik tudingan bahwa penerbitan surat utang jangka menengah kepada investor swasta dilakukan karena perusahaannya tak lagi mendapat modal kerja dari perbankan. "Pilihan itu karena beban bea suku bunga medium term note rata-rata lebih rendah dari perbankan," tuturnya.

Sejak 5 Maret lalu, OJK rutin memanggil manajemen PT SNP Finance dan memeriksa beberapa kantor cabangnya. Bambang menyebutkan, sejak surat peringatan pertama dikeluarkan, PT SNP Finance tak menyerahkan data keuangan. OJK mulai menduga adanya potensi gagal bayar SNP. Namun saat itu lembaga pemeringkat Pefindo masih memberikan status peringkat A stabil karena pertumbuhan pasar dan kualitas aset yang baik. "Utang di perbankan pun dalam kategori lancar," kata Direktur Pemeringkat Pefindo Vonny Widjaja.

Pada pertengahan April lalu, Leo Chandra dan tim SNP Finance sempat memenuhi panggilan OJK. "Kami ingin jangan ada yang menutupi proses pemeriksaan yang berjalan," ujar Bambang. Dalam pertemuan keenam, OJK juga mengumpulkan kreditor bank. Otoritas mendorong perbankan melakukan aksi hukum agar SNP Finance membayar utang.

Hingga akhir April lalu, SNP Finance tak memenuhi permintaan OJK. Otoritas menangkap adanya kesalahan operasional ketika muncul gugatan pailit sebesar Rp 900 juta yang diajukan karyawan PT SNP Finance. Manajer Senior Teknologi Informasi Herlina Rahardjo mengajukan pengunduran diri sekaligus menggugat pailit perusahaan. Dari situlah SNP Finance malah mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang secara sukarela pada awal Mei. "Bisnis kami terganggu, maka kami tahan dengan PKPU," kata Ongko.

Perusahaan ini tak juga melaporkan data keuangan 2017 yang diminta OJK dengan alasan data itu belum dikeluarkan kantor akuntan Deloitte Indonesia. SNP juga tak dapat menunjukkan data sumber dana untuk pembayaran surat utang yang jatuh tempo pada 27 Juni, yang diminta Pefindo. Akhirnya, Pefindo menurunkan status perusahaan menjadi gagal bayar pada 9 Mei lalu. Lima hari setelah itu, OJK membekukan operasi PT SNP Finance.

Deloitte Konsultan Indonesia menyatakan akan kooperatif terhadap pemeriksaan dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan terkait dengan dugaan kekeliruan laporan keuangan yang diterbitkan. Laporan itulah yang digunakan sebagai standar acuan pemberian kredit dan pemeringkatan. "Kami tidak dapat memberikan informasi apa pun ke publik karena terikat klausul kerahasiaan klien," kata Marketing Communication Lead Deloitte Indonesia Steve Aditya melalui surat elektronik, dua pekan lalu.

Direktur Utama PT Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo berencana melaporkan SNP Finance ke kepolisian dengan dugaan penyalahgunaan kredit modal kerja. Kartika menilai ada kesalahan catatan piutang nasabah SNP yang menjadi dasar pencairan modal kerja dari Bank Mandiri. "Kalau ada pemalsuan data, akan kami laporkan," ujarnya. Bank Mandiri menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk melihat aliran dana kredit yang diduga untuk membiayai usaha lain. Otoritas Jasa Keuangan menyatakan, jika dalam enam bulan tak ada rencana pelunasan piutang, akan mencabut izin usaha perusahaan pemberi kredit itu.

PT SNP Finance kini gencar menjaring investor baru untuk menyuntik modal baru. Dua investor dari Cina dan satu dari Jepang sedang melakukan proses pengajuan izin di Badan Koordinasi Penanaman Modal. "Untuk memperbesar usaha, kami mesti di-back up investor, tidak bisa hanya dari internal," kata juru bicara SNP Finance, Ongko Purba.

Putri Adityowati

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus