Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Texas van Jawa Timur

Kawasan industri petrokimia terpadu segera hadir di Tuban. Belum sepakat bagi hasil dan masa pengelolaan.

12 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUBAN, Jawa Timur, akhir 2006. Bayangkan sebuah kompleks industri terpadu yang diterangi gemerlap lampu. Terhampar kukuh di bibir pantai Tuban, kompleks itu mensinergikan produk hulu berupa minyak dan gas dengan produk hilir semacam petrokimia dan aneka produk lain dalam satu kawasan.

Kelak Proyek Tuban akan menghasilkan antara lain aromatik dan olefin, bahan baku yang diperlukan industri plastik dan tekstil. Pemilik proyek itu adalah PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), yang sebagian besar sahamnya dikuasai pemerintah Indonesia. Sisanya dikuasai Pertamina dan konsorsium dari Jepang.

Hadirnya Proyek Tuban pada gilirannya akan mengundang puluhan pabrik lain penghasil produk hilir. Maka, dalam sepuluh tahun, penduduk Tuban diperkirakan akan bertambah sejuta orang. "Inilah Texas di Jawa Timur," begitu Direktur Keuangan Pertamina, Alfred Rohimone, mengibaratkan masa depan kawasan itu. Soekarman, Sekretaris Daerah Kabupaten Tuban, tak kalah semringah. "Kami welcome akan kedatangan para investor," katanya.

Tahap konstruksinya saja ditaksir akan menyerap 5.000 tenaga kerja. Namun, saat operasional, "Karyawan tetapnya diperkirakan cuma sekitar 500 orang," kata Direktur Utama TubanPetro, Yap Tjai Soen. Dan pemerintah Tuban sudah berancang-ancang. "Saya harap mereka mempekerjakan orang Tuban, terutama untuk pekerjaan menengah ke bawah," Soekarman menimpali.

Menyambut "Texas baru" itu, Soekarman menambahkan, pihaknya sudah menyiapkan empat kecamatan khusus sebagai kawasan industri berat, yaitu Jenu, Bancar, Tambak Boyo, dan Kerek. Empat kecamatan itu selama ini dikenal memiliki hamparan tanah kosong yang amat luas dan sebagian besar berupa lahan kurang produktif.

Untuk memberikan nilai tambah kepada daerahnya, Soekarman juga meminta proyek ini menggunakan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tuban. "Untuk produksi tak masalah bila memanfaatkan air laut, tapi untuk kebutuhan service wajib menggunakan air dari PDAM," ujarnya.

Proyek Tuban, sebetulnya, sebuah mimpi lama. Didirikan oleh Hashim Djojohadikusumo, proyek ini terhenti pada 1998 akibat krisis moneter. Ketika itu, pembangunan proyek baru mencapai 65 persen. Presiden Abdurrahman Wahid-lah yang berinisiatif menghidupkan kembali proyek itu. Dana yang dibutuhkan sekitar US$ 400 juta. Sejumlah kreditor Jepang, seperti Mitsui dan Sumitomo, menyatakan akan membiayainya. Dan Hashim sebagai pemilik lama akhirnya terdepak.

Namun para kreditor yang belakangan bergabung dengan nama Japan Consortium itu baru menyetujui pencairan dana setelah tercapai kesepakatan kerja sama yang disebut Asset Backed Product Swap Monetization Structure. Inti kesepakatan adalah kreditor akan menyalurkan US$ 400 juta melalui KerisPetro yang didirikan di Belanda. KerisPetro kemudian mencairkan dana secara bertahap ke TPPI. Sebagai imbalannya, TPPI menyerahkan instrumen yang disebut product delivery instruments (PDIs) ke KerisPetro.

KerisPetro menyerahkan lagi PDIs itu ke Pertamina. Kemudian perusahaan minyak pelat merah itu menyerahkan produk turunan minyak mentahnya, yang disebut low sulphur wax residue (LSWR), ke KerisPetro. LSWR dijual oleh KerisPetro ke Mitsui. "Dan hasilnya digunakan untuk membayar utang berikut bunga ke Japan Consortium," kata Direktur TPPI, Russell Kelly.

Lalu Pertamina mendapat apa? Perusahaan minyak negara itu memperoleh saham 15 persen di TPPI dan bisa menukar PDIs yang dimilikinya dengan produk bahan bakar minyak hasil kilang Tuban berupa minyak tanah, minyak diesel, dan solar. Setelah kesepakatan diteken, kuartal pertama tahun ini Japan Consortium telah mencairkan dana US$ 50 juta.

Dengan kesepakatan ini, Pertamina kelak tak perlu bersusah payah memasok BBM ke pasar Jawa Timur dari kilang Musi di Sumatera Selatan, tapi cukup dari Tuban ke seluruh Jawa Timur. Sekarang Pertamina masih menjual LSWR ke Singapura, lalu uangnya untuk membeli BBM.

Kalau proyek Tuban sudah jalan, Pertamina tak lagi menjual LSWR ke Singapura, tapi ke Tuban. "Sebagai kompensasinya, kami memperoleh BBM yang dapat langsung dipasarkan ke Jawa Timur," kata Alfred beberapa waktu lalu.

Bukannya tanpa siasat Pertamina bergabung di Proyek Tuban. Sesuai dengan rencana jangka panjangnya, Proyek Tuban akan disinergikan dengan proyek hulu Pertamina, yaitu ladang minyak dan gas di Cepu, yang cuma berjarak 80 kilometer dari Tuban. Kelak minyak dan gas dari Cepu akan dialirkan ke Tuban melalui pipa.

Karena itu, bukan tanpa alasan bila Ariffi Nawawi, yang sebelumnya menjadi komisaris TPPI, kini didapuk menjadi Direktur Utama Pertamina. Sedangkan posisi lamanya untuk sementara ditempati Roes Aryawijaya, Deputi Menteri BUMN yang juga masih menjadi komisaris Pertamina.

Produksi minyak mentah yang bisa disedot dari ladang Cepu ditaksir bakal mencapai 100 ribu barel per hari. Sedangkan cadangannya sekitar 1 miliar barel. Saat ini, menurut Alfred, pengembangan Cepu masih dalam tahap perundingan kerja sama dengan ExxonMobil. "Kalau minyak Cepu keluar, kita enggak usah beli minyak dan bahan baku plastik dari luar negeri," ujar Alfred.

Pengamat minyak Kurtubi bahkan menyarankan agar Pertamina sekalian saja membangun pipa gas dari Tuban ke barat hingga Jakarta. Dengan demikian, gas yang murah dan bersih lingkungan itu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk transportasi dan rumah tangga. "Tapi proyek ini memang harus didukung oleh kebijakan energi yang menyeluruh dari pemerintah," katanya.

Dalam kalkulasi bisnis, Proyek Tuban juga dianggap menguntungkan. Dengan tren naiknya harga produk kimia seperti paraxylene, Pertamina yakin utang US$ 400 juta dapat dilunasi dalam tempo singkat. Bila harga paraxylene mencapai US$ 800 per ton dan Proyek Tuban selesai dalam waktu dua tahun, pendapatannya bisa mencapai US$ 300 juta-US$ 400 juta per tahun. Alhasil, utang US$ 400 juta diperkirakan bisa dilunasi dalam 1-2 tahun. "Proyek ini profit bagi kami," Alfred menyimpulkan.

Bentuk kerja sama dengan TPPI pun dinilai tak kalah menguntungkan. Salah satu klausul menyebutkan, jika TPPI tak mampu membayar utang, Pertamina bisa mengambil alih Proyek Tuban. "Kalau mengambil alih, Pertamina hanya mengeluarkan US$ 400 juta, tapi mendapat aset senilai hampir US$ 1 miliar," katanya.

Tak aneh jika Roes Aryawijaya berharap konsep kompleks terpadu produk hulu dan hilir migas itu dapat diwujudkan pada akhir 2006?senyampang mulai berproduksinya ladang Cepu. "Konsep kompleks terpadu itu sudah matang. Tinggal pelaksanaannya," kata Roes. Secara terus terang pula Roes mengaku mendukung rencana itu. Sebab, di Indonesia belum ada kompleks migas terpadu pada lokasi yang berdekatan. "Dengan begitu, nilai tambahnya sangat tinggi dinikmati di dalam negeri," ujarnya.

Namun pihak ExxonMobil sejauh ini mengaku belum melakukan kegiatan eksplorasi di Cepu. "Kami masih terus melakukan negosiasi dengan Pertamina," ujar juru bicaranya, Deva Rachman, kepada Poernomo Ridho dari Tempo News Room. Ia juga mengaku hingga sekarang ExxonMobil tak terkait dengan Proyek Tuban.

Juru bicara Pemerintah Kabupaten Blora, Slamet Pamudji, menuturkan sampai sekarang kedua pihak memang masih belum sepakat soal pembagian hasil dan masa pengelolaan. Secara teknis, kegiatan ExxonMobil juga berhenti total. Kantornya di Cepu tak lagi menunjukkan kesibukan berarti. "Tapi kami berharap kantor operasional ExxonMobil tetap di Cepu," ujar Slamet.

Nugroho Dewanto, M. Syakur Usman, Agus Rahardjo (Tuban), Bandelan Amarudin (Blora)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus