Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Transisi Energi Tersendat, IESR: Penggunaan Energi Fosil akan Meningkat

Porsi energi terbarukan di ASEAN masih 15,6 persen, jauh dari target 23 persen pada 2025.

21 Februari 2025 | 07.39 WIB

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cirebon-1, Waruduwur, Cirebon, Jawa Barat, 4 Januari 2025. TEMPO/Prima mulia
Perbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cirebon-1, Waruduwur, Cirebon, Jawa Barat, 4 Januari 2025. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyoroti bahwa saat ini porsi energi terbarukan di ASEAN masih 15,6 persen, jauh dari target 23 persen pada 2025. Padahal, kawasan ini memiliki potensi energi bersih lebih dari 17 terawatt, namun hanya menerima dua persen dari total investasi energi terbarukan global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Tanpa intervensi besar, bahan bakar fosil diperkirakan akan memasok hingga 75 persen kebutuhan energi ASEAN di masa depan. Dampaknya bukan hanya pada peningkatan emisi karbon, tetapi juga semakin rentannya ekonomi kawasan," ujar Fabby dalam seminar virtual dikutip Jumat, 21 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Data IESR menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN pada 2023 telah menghabiskan lebih dari US$ 130 miliar untuk impor minyak, hampir empat kali lipat dari investasi dalam energi berkelanjutan. Selain itu, subsidi bahan bakar fosil mencapai lebih dari US$ 105 miliar pada 2022.

Tanpa kebijakan transisi yang lebih agresif, ASEAN diperkirakan akan menjadi importir bersih gas alam pada 2027, dengan belanja impor bahan bakar fosil melonjak hingga lebih dari US$ 140 miliar pada 2030. Situasi ini bisa membebani anggaran negara dan meningkatkan risiko geopolitik di kawasan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, IESR mengusulkan Agenda Transformasi Energi ASEAN yang berlandaskan empat pilar:

Pertama, mempercepat pengembangan energi bersih. Pembentukan ASEAN-Just Energy Transition Partnership (ASEAN-JETP) dengan potensi pendanaan USD 130 miliar per tahun hingga 2030. Kedua, menjadikan ASEAN pusat manufaktur dan perdagangan energi bersih. Meluncurkan ASEAN Clean Energy Industrial Strategy untuk menarik lebih dari USD 100 miliar investasi dalam energi surya, kendaraan listrik, baterai, turbin angin, dan hidrogen hijau.

Ketiga, memperkuat investasi hijau dan mekanisme pembiayaan. Memperluas taksonomi hijau ASEAN dan menerbitkan obligasi hijau guna menarik investor global. Keempat, peningkatan koordinasi kebijakan dan pengembangan tenaga kerja. Mendirikan ASEAN Clean Energy Workforce Initiative untuk menciptakan lebih dari tiga juta lapangan kerja dalam manufaktur, teknik, dan inovasi digital.

Direktur Institute of Energy Policy and Research (IEPRe) mengatakan, Nora Yusma menegaskan bahwa transisi energi juga harus didukung oleh transformasi teknologi. “ASEAN harus mengembangkan teknologi energi bersih mandiri dan memperkuat kebijakan perdagangan hijau agar investasi energi ramah lingkungan semakin meningkat," katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus