KONGRES Himpunan Pengusaha Muda Indonesia yang barusan usai
memang lain dari yang sebelumnya. Bukan karena kota Medan telah
dipilih sebagai tempat berlangsungnya kongres ke IV para
pengusaha muda itu. Namun adanya penjagaan ketat selama kongres
22 - 24 November, yang ternyata berjalan cukup tegang. Begitu
Menteri PAN Sumarlin memukul gong tiga kali di gedung Binagraha
Pemda Sum-Ut di Jalan Diponegoro, Medan sebagai tanda
diresmikannya kongres, tak urung perhatian sebagian hadirin
terpecah menyaksikan 6 panser melintas pelan di jalan di muka
gedung.
"Itu hanya kesiagaan biasa," kata Pangdam II Brigjen Ismail
menjawab Amran Nasution dari TEMPO. Biasa atau bukan, banyak
anak pembesar dan orang terkenal yang aktif dalam HIPMI
berkumpul di Medan ketika itu. Ada Imron Malik, putra Wapres
Adam Malik Djoko putra Irjenbang Sudjono Humarihani, lalu
Supriyanto, anak Gubernur DKI Tjokropranolo dan masih banyak
lagi.
Pontjo Sutowo, putra Ibnu Sutowo, bekas Dir-Ut Pertamina,
terpilih sebagai ketua umum menggantikan Aburizal Bakrie yang
sekarang lebih aktif di KADIN. Pontjo, 29, berhasil mengumpulkan
56 dari 91 suara, mengalahkan Surya Paloh, 28, calon kuat yang
juga anggota MPR dan tokoh muda Golkar Sumatera Utara.
Spuma
Ada yang menarik dalam kampang Pontjo: Dia ingin meningkatkan
komposisi pengusaha HIPMI yang sekarang 70% kecil dan 25%
menengah menjadi 40% dan 45%. Sedang 5% yang tergolong besar
ingin ditingkatkan menjadi 15%. Pengertian kecil di HIPMI yang
beranggota 1.500 pengusaha adalah memiliki omset Rp 50 juta ke
bawah setahun, yang menengah di antara Rp 50 juta - Rp 500 juta
setahun. Sedang yang besar beromset di atas Rp 500 juta setahun.
Sekalipun begitu, seperti kata seorang pimpinan HIPMI, ada juga
yang beromset jauh di atas itu, seperti Pontjo sendiri dan Jan
Darmadi. "Mereka pasti di atas Rp 10 milyar," katanya.
Bisakah Pontjo dan kawan-kawannya memenuhi janjinya? Dalam suatu
wawancara khusus dengan TEMPO pekan lalu, Pontjo yakin sasaran
itu akan tercapai dalam tiga tahun ini kalau HIPMI bergerak
sebagai kelompok.
Lewat PT SPUMA, yang belum lama didirikan HIPMI, sasaran untuk
membantu permodalan, marketing, ketrampilan manajemen dan iklim
berusaha dari para anggota dianggap akan lebih mudah tercapai.
SPUMA, singkatan dari Sarana Pembangunan Usaha Muda adalah
semacam perusahaan induk (holding company) yang berusaha di
berbagai bidang, kecuali consulting. Menurut prospektusnya, PT
itu akan mengeluarkan saham-saham khusus untuk anggota, dengan
harga nominal Rp 100 ribu per lembar. Untuk mencegah monopoli,
seorang anggota tak dibolehkan membeli lebih dari 50 saham.
Setiap ketua umum otomatis menjadi komisaris utama PT itu, dan
seluruh ketua cabang menjadi komisaris. Tapi Dir-Ut PT Spuma
sendiri -- yang sampai sekarang masih dicari -- harus seorang
profesional yang bukan anggota HIPMI. "Kalau perlu bisa saja dia
seorang asing," kata seorang pimpinan HIPMI di Jakarta.
Menurut Pontjo, ada tiga cara Spuma beroperasi investasi
langsung, patungan dengan satu atau lebih anggotanya yang butuh
modal. Atau tampil sebagai lobyist untuk memenangkan suatu
proyek. "Kalau berhasil si anggota diminta untuk membayar upah
atau fee yang Iangsung masuk kas perusahaan," katanya.
Keluarga
"Sebelum ada Spuma, seseorang anggota bisa saja mendapat proyek
tanpa merasa itu diperolehnya gara-gara dia anggota HIPMI," kata
Pontjo. Sekarang, setelah ada Spuma, setiap proyek yang
diperoleh anggota HIPMI harus melalui usaha bersama ini. "Dengan
begitu diharapkan bahwa pengurus HIPMI itu benar-benar berusaha
untuk anggotanya, bukan sebaliknya," katanya lagi.
Usaha bersama seperti itu memang tak pernah dikenal para
pengusaha generasi yang lebih tua. "Mereka banyak yang hebat,
tapi umumnya berjalan sendiri-sendiri," lanjutnya. Tampilnya
Pontjo Sutowo sebagai ketua umum nampaknya menjadi perhatian
banyak pengamat. Selaih dia anak bnu Sutowo yan berhasil
menanjak begitu cepat, Pontjo nampaknya ingin mempertahankan
citra HIPMI yang "independen" itu.
"Kami ini kebanyakan masih muda dan bisa menjadi suatu potensi
ekonomi yang kuat, tapi bebas dari pengaruh politik manapun."
Ini menurut Pontjo penting sekali untuk terus dikembangkan.
"Karena sekali kita mengkaitkan diri dengan suatu kekuatan
politik, hidup kita pun tergantung pada kuat atau lemahnya
kekuatan politik itu," katanya.
Dia lalu menunjuk pada kelompok non-pribumi "Mereka boleh
dibilang tak pernah dicap termasuk salah satu kekuatan politik.
Tak pernah ada yang bertanya Liem Soei Liong itu termasuk
kelompok politik mana. Kenapa pada mereka itu berlaku, kenapa
pada kita tidak?" Dia tak setuju adanya dominasi ekonomi di satu
atau beberapa tangan saja. "Juga kalau itu terjadi dalam
keluarga saya," tukas Pontjo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini