Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

"Sangat Avant Garde" Di Beijing

30 senirupawan muda cina (kelompok bintang-bintang) diizinkan memamerkan, 170 lukisan & patung di gedung peio hai, beijing. pameran menarik perhatian karena sejumlah lukisan wanita telanjang. (sn)

8 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUNTUTAN mereka akhirnya dikabulkan. Akhir November lalu 30 senirupawan muda Cina diizinkan memamerkan 170 lukisan dan patung termasuk beberapa lukisan wanita telanjang -- di Gedung Peio Hai, Beijing. Kelompok yang menyebut dirinya 'Bintang-bintang' (BB) dan mengaku amatir ini agaknya memang gigih, dan mendapat dukungan masyarakat Beijing. 'BB' menarik perhatian dalam perayaan Hari Nasional Cina, 1 Oktober lalu. Mereka beserta beberapa ratus simpatisan berpawai di Jl. Changan, jalan utama BeiJing, menuntut hak memamerkan karya mereka. Sebab pameran yang mereka selenggarakan di tempat terbuka dan tanpa izin beberapa hari sebelumnya, ditutup polisi. "Bagi Cina, karya-karya itu sangat avant garde," tulis surat kabar Soutb China Morning Post. Maklum: dari daratan itu selama ini hanya kita kenal dua jenis senirupa: yang tradisional dan yang disebut 'seni realisme sosialis'. Tak berarti senirupa Barat -- seperti yang disuguhkan kelompok 'BB' -- tak pernah ada, memang. Tahun 1906, di Nanking, sebuah sekolah menengah membuka jurusan seni dan mengajarkan senirupa Barat. Tapi baru 1925 teknik senirupa Barat diajarkan -- setelah sejumlah pelukis belajar ke Prancis. Yang ternama, Hsu Pei-hung, mengembangkan teknik cat minyak. Senilukis tradisi Cina sampai waktu itu belum mengenal cat minyak. Mereka menggunakan cat air atau tinta Cina. Tapi baru 1946 senirupa Barat benarbenar masuk Cina. Akademi Senirupa Nasional di Hangchow boleh dikata sangat terpengaruh gerakan senirupa modern. Bahkan salah seorang murid akademi itu, Chao Wu-chi (lahir di Beijing, 1920) yang kemudian tinggal di Paris dan dikenal dengan nama Zao Wou-ki kini termasuk salah seorang abstrak-ekspresionis yang diakui dunia. Itu semua terjadi karena, bagaimanapun, "modernisasi" juga sempat menyinggung Cina. Munculnya golongan yang menghendaki pemerintahan republik, yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Ch'ing di tahun 1911, membuka kemungkinan-kemungkinan baru -- walaupun kemungkinan itu tak sempat berkembang kukuh. Masa itu, sampai berdirinya Republik Rakyat Cina 1 Oktober 1949, bukanlah masa tenteram. Perang dan pendudukan Jepang, kemudian perang saudara yang melahirkan dua Cina: RRC dan Taiwan -- tak memberi kesempatan banyak bagi seniman untuk berkembang. Apalagi setelah revolusi berhasil mendirikan RRC itu. Meski seni tradisi yang berusia sekitar dua ribu tahun itu tentu saja tak mudah lenyap -- tetap hidup sebagai hobi -- toh yang muncul 'realisme sosialis' yang lebih mempropagandakan ideologi daripada bicara tentang seni sendiri. Kesempatan mengembangkan beraneka gaya kemudian memang terbuka 1956-57, ketika Ketua Mao menyerukan 'Kampanye Biarkan Seribu Bunga Berkembang'. (Ini pernah juga didengungkan PKI dengan LEKRA-nya di Indonesia). Toh kesempatan itu singkat saja. 1966-69 Cina dilanda yang disebut Revolusi Kebudayaan. Revolusi itu melarang semua jenis karya seni kecuali yang berbau propaganda. Museum pun ditutup. Meninggalnya Mao, 1976, kemudian tergulingnya Komplotan Empat yang memotori Revolusi Kebudayaan, memang kemudian lebih memberi kesempatan kebudayaan modern (Barat) menyelinap masuk. Sudah kita dengar bahwa di daratan itu kini ada juga mode show, ada film Gina Lolobrigida dan lain-lain. Toh pameran 'BB' tetap merupakan kejutan besar. Sebab, ketika awal 1978 ada pameran 80 lukisan dari Kabupaten Huhsien Provinsi Shensi di beberapa kota Amerika Serikat, tetap yang dipertontonkan lukisan propaganda. Dengan warna cerah dan pokok lukisan pemandangan para pekerja sedang bekerja, majalah TlME menyebutnya "seperti poster politik di Cina." Meskipun majalah itu pula mendapatkan, bahwa realisme sosialis seperti di Rusia tak tercium dalam pameran tersebut. Tak ada tukang perahu berkeringat, tak ada pekerja dengan baju kotor. Semua Seragam Segalanya nampak bersih, menurut aturan. Dalam katalogus, salah seorang pelukisnya menulis: "Saya pikir saluran air itu dalam lukisan tidak nampak indah. Maka kami menutupnya dengan lukisan daun-daun labu. Kami menggunakan metode kombinasi romantisme dengan realisme. Jadi kami tambahkan juga menara air." Agaknya, lewat pameran petani Huhsien, di sana tak ada tempat bagi keraguan, kerawanan, kesombongan, pertanyaan. Tak ada nuansa watak. Di dunia ini tak ada ketegangan, semua bersih, semua orang tersenyum, semua seragam. Itulah, mengapa pameran 'BB' sangat menarik perhatian, terutama dengan hadirnya sejumlah lukisan wanita telanjang. Tapi, meski beberapa merasa optimis atas izin yang kemudian diberikan oleh Perkumpulan Seniman yang semi pemerintah di sana, ada pula yang pesimis. Mereka teringat 'Kampanye Biarkan Seribu Bunga Berkemang' 20-an tahun yang lalu. Kebebasan mencipta yang diberikan kampanye tersebut, beberapa bulan kemudian buntutnya tak mengenakkan orang. Tapi siapa tahu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus