Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jatuhnya industri tekstil Indonesia diduga karena membanjirnya produk impor yang masuk dengan cara tidak legal. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas memberi contoh, kaus eks luar negeri bisa dijual di pasar hanya Rp50.000, maka patut diduga barang tersebut masuk dengan cara yang tidak sesuai ketentuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Misalnya kaos, itu kalau masuk ke sini, dikenakan (bea masuk) Rp60.000, jadi kalau ada kaos impor harganya Rp50.000, nggak mungkin, berarti itu nggak betul cara masuknya," kata Zulkifli saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin, 8 JUli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oleh karena itu, Kemendag bersama asosiasi Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) membentuk satuan tugas guna mengatasi barang impor ilegal.
Dia mengatakan bahwa pembentukan satgas sebagai tindak lanjut pertemuan dengan sejumlah asosiasi seperti Hippindo yang rata-rata mengeluhkan banyaknya barang-barang ilegal.
"Oleh karena itu, tadi kesimpulan kita sementara, nanti akan dimatangkan lagi, kita akan bikin satgas bersama asosiasi, sama lembaga perlindungan konsumen, bersama Kemendag," tutur Zulifli.
Pria yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan pembentukan satgas nantinya untuk mengecek pemasaran barang-barang impor ilegal di pasaran.
Ia menambahkan, barang tertentu harus memiliki SNI, seperti pakaian wanita dan pakaian anak-anak. Tanpa SNI, prosedur masuknya diduga ilegal.
Pekerjaan rumah lain bagi pemerintah adalah memerangi dumping barang-barang impor, terutama dari Cina. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) sedang menyelidiki soal impor selama tiga tahun terakhir.
"Kita akan lihat apakah betul tiga tahun terakhir ini yang menyebabkan industri rontok dan lain-lain itu gara-gara barang impor," katanya.
Dia menuturkan bahwa penyelidikan tersebut akan menjadi dasar pengenaan bea masuk tujuh komoditas impor yang membanjiri pasar Indonesia.
Tujuh komoditas tersebut adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.
Mendag mengatakan bahwa bea masuk tidak hanya dari Cina seperti ramai diberitakan sebelumnya, tapi dari berbagai negara dengan persentase bea masuk bisa 10-200 persen.
"Kalau memang melonjak impornya produk-produk yang tujuh macam tadi itu, maka KPPI bisa kenakan tarif, bisa 10 persen, bisa 20 persen dan bisa 200 persen, bisa saja, terserah mereka (KPPI dan KADI), bukan saya yang menentukan," kata Zulkifli.
Lebih lanjut Zulkifli mengatakan bahwa KPPI dan KADI akan menyelidiki data dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan asosiasi.
"Mereka juga akan lihat data BPS, asosiasi dipanggil, dilihat, data impor bagaimana, masuknya, melonjak nggak, baru nanti mereka sidang ada putusannya. Dan ini bukan soal balas membalas, seluruh negara boleh begitu. Jadi, kalau Tiongkok (China) melakukan itu, Jepang melakukan itu, Amerika, itu memang boleh," kata Mendag.
Dari penyelidikan itu, KPPI akan merumuskan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), sementara KADI menentukan Bea Masuk Anti-dumping (BMAD).
Zulkifli menambahkan bahwa apa yang dihasilkan dari KPPI dan KADI nantinya akan diteruskan kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan.
Dukungan Kementerian Perindustrian
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebijakan Pertimbangan Teknis (Pertek) menjadi suatu hal yang penting untuk melindungi industri dalam negeri dari masifnya produk impor.
Pertek tersebut turut disuarakan oleh pelaku industri, mengingat kebijakan ini mengatur lalu lintas dan neraca impor yang disesuaikan dengan kemampuan industri domestik.
"Yang belum bisa diproduksi oleh dalam negeri maka itu yang kita atur boleh didatangkan impor. Itu Pertek, dan dunia industri membutuhkan itu," kata dia.
Mengingat pentingnya pengaturan impor bagi industri dalam negeri, dirinya dalam rapat terbatas terkait tekstil dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan usulan yakni aturan relaksasi impor yang tertuang dalam Permendag 8/2024 yang melemahkan pertimbangan teknis tak perlu direvisi, melainkan menyusun regulasi baru yang khusus mengatur hal-hal berkaitan dengan kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, papan, serta harus padat karya.
"Jadi Permendag 8/2024 nya tidak perlu kita revisi, tetap jalan, tetap hidup, tetap aktif," katanya.
Agus Gumiwang mengusulkan untuk menggunakan instrumen trade remedies berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), serta Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta usulan lain yang diberikan yakni dengan menerapkan kembali Permendag 36/2023 yang mengatur tentang larangan dan pembatasan impor dengan menggunakan instrumen Pertek.
"Kami juga mengusulkan untuk kembali ke Permendag 36/2023, dan Presiden mengatakan untuk segera dikaji dan artinya oleh Presiden green light karena apa? Karena menurut pandangan kami Permendag 36 paling ideal, tidak ada sesuatu yang sempurna, tapi Permendag 36 ideal karena di dalamnya ada Pertek yang mengatur lalu lintas impor," ujarnya.
ANTARA