Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Aneka Mitos soal Asma, Dokter Ungkap Faktanya

Kurangnya kajian soal penyakit asma malah menimbulkan banyak mitos dalam masyarakat. Lalu, bagaimana faktanya?

3 Mei 2023 | 20.55 WIB

Bersepeda santai adalah salah satu olahraga yang bisa dipilih para penderita penyakit asma. (Pexels/Andrea Piacquadio)
Perbesar
Bersepeda santai adalah salah satu olahraga yang bisa dipilih para penderita penyakit asma. (Pexels/Andrea Piacquadio)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyebut asma penyakit yang belum bisa disembuhkan dan dapat menimpa semua usia tanpa terkecuali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Kita masih belum berani mengatakan asma dapat sembuh. Asma tidak dapat sembuh sampai sejauh ini namun dapat dikendalikan secara baik. Kalau ini terkontrol dengan baik maka penderita asma bisa hidup secara normal,” kata Anggota PDPI, Arief Bachtiar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Arief menuturkan hingga saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan penyakit asma bisa disembuhkan. Kurangnya kajian tersebut malah menimbulkan banyak mitos dalam masyarakat. Menanggapi mitos-mitos tersebut, ia menekankan asma bukan penyakit anak anak yang bisa sembuh seiring bertambahnya usia. Faktanya, asma bisa terjadi di usia yang lebih tua, bahkan dalam beberapa kasus asma baru muncul pada usia dewasa.

Meski belum bisa disembuhkan, ia turut menegaskan adanya anggapan asma merupakan masalah psikologis atau emosional adalah mitos belaka. Faktanya, walaupun bisa dipicu depresi, kecemasan, atau stres, penyebab asma bukanlah psikologis. 

Asma juga tidak termasuk ke dalam jenis penyakit menular karena terjadinya disebabkan infeksi virus pernapasan seperti flu biasa sehingga memicu serangan asma muncul. Pemicunya bisa berupa alergi seperti terhadap serbuk sari, jamur, bulu hewan, paparan iritan dan polusi udara, infeksi pernpasan karena pilek atau flu, kondisi cuaca yang tidak menentu, dan refluks gastroesofageal (GERD) akibat asam lambung naik.

“Yang perlu masyarakat pahami pada umumnya gejala asma adalah sesak napas atau napas berbunyi. Namun, gejala yang paling banyak pada asma sebenarnya adalah batuk yang umumnya terjadi pada malam hari, kemudian hilang timbul secara periodik,” ujarnya.

Jangan lupa olahraga
Selain itu, ada masyarakat yang beranggapan penderita asma sebaiknya tidak berolahraga. Padahal, olahraga justru disarankan dokter untuk dilakukan pada setiap penderita asma tapi yang bersifat bertahap dan tidak menghentak-hentak. Misalnya berenang atau jalan santai yang bisa membantu memperbaiki kualitas hidup pasien.

“Mitos lain yang beredar asma hanya dapat dikontrol dengan steroid dosis tinggi. Itu salah. Pada beberapa kasus bahkan asma bisa dikendalikan dengan dosis rendah setiap hari,” jelasnya.

Ia berharap masyarakat tidak mempercayai hoaks dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu, Arief juga berharap penderita asma bisa meningkatkan kualitas hidup melalui terciptanya lingkungan bersih dan terhindar dari asap rokok atau vape, rajin berobat bila gejala berlanjut, dan menggunakan obat inhaler sesuai dengan ketentuan atau saran dokter.

“Meskipun kita sudah menggunakan obat inhaler atau obat isap dan semprot, ada mitos yang mengatakan penggunanya jadi ketagihan. Itu bukan ketagihan tapi memang memerlukan obat itu untuk mengontrol asma,” tegasnya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus