Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Angka obesitas di Indonesia semakin tinggi. Forum untuk kaum muda Indonesia (Forum for Young Indonesians/ FYI) menggalang suara masyarakat untuk menolak obesitas pada anak. Salah satunya lewat diskusi tentang "Anak Berhak Minum Sehat" di Tebet Ecopark, Jakarta Selatan, Sabtu, 22 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FYI, yang dikelola oleh Pusat Inisiatif Pembangunan Strategis Indonesia (CISDI), menjaring sekitar 50 orang yang berkunjung ke Tebet Ecopark bersama anak untuk mendiskusikan kerawanan yang ditimbulkan pada tubuh akibat konsumsi gula berlebih. Diskusi tersebut melibatkan sejumlah pemerhati anak, mulai dari dokter spesialis anak Natharina Yolanda, Ketua Umum Forum Warga Kota Ari Subagyo, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sri Wahyuni, hingga AyahASI Shafiq Pontoh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemimpin proyek kebijakan pangan CISDI, Calista Segalita, mengatakan berdasarkan perbandingan data obesitas hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2007 dan 2018, angkanya di Indonesia telah meningkat dua kali lipat.
"Data Riskesdas 2007 untuk obesitas di Indonesia tadinya menunjukkan angka sekitar 10,5 persen. Kemudian data terbaru tahun 2018 itu meningkat sampai 21,8 persen. Jadi ada peningkatan dua kali lipat," kata Calista.
Peningkatan angka prevalensi obesitas itu turut menaikkan peringkat diabetes sebagai salah satu penyakit dengan angka kematian tertinggi di Indonesia karena obesitas menjadi faktor risiko munculnya penyakit tidak menular seperti diabetes.
"Pada 2009, diabetes masih menempati peringkat ke-9 penyebab kematian di Indonesia. Sedangkan pada 2019 sudah menempati peringkat ketiga," ujarnya.
Terapkan cukai MBDK
Data riset yang dipaparkan merupakan angka secara umum, bukan hanya untuk kasus melibatkan anak-anak. Namun, FYI merasa perlu mengadvokasi pemerintah untuk mengintervensi hal tersebut. Salah satunya lewat pengenaan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
"Supaya anak-anak tidak ikut-ikutan menjadi diabetes, kami ingin mengajak semua pihak ikut merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengenakan kebijakan cukai untuk MBDK sebagai bentuk komitmen nyata melindungi masyarakat dari produksi dan praktik pemasarannya," papar Calista.
Shafiq mengatakan setuju dengan implementasi cukai terhadap MBDK karena bisa dijadikan alasan penolakan untuk membeli produk minuman dengan kandungan gula berlebih itu sebab harganya yang akan semakin mahal setelah dikenakan cukai. Selain itu, lebih efektif untuk mengedukasi orang tentang kebiasaan meminum minuman berpemanis sebagai gaya hidup yang tidak keren terlebih dulu.
Dia menyarankan FYI membuat lebih banyak video yang mengandung konten edukasi mengenai gaya hidup agar bisa menyebar kepada setiap orang melalui aktivitas di grup-grup keluarga.
"Unsur gaya hidup ini mesti ada yang dorong juga, minimal sampai gerakan ini punya basis pendukung-nya sendiri supaya kalau nanti ada yang coba-coba endorse produk minuman dengan gula berlebih, banyak netizen yang bisa bersuara menolaknya karena tahu bisa berdampak merugikan kesehatan," kata Shafiq.
Sementara itu, Natharina mengatakan untuk menimbulkan dampak sosial terhadap produk yang membahayakan kesehatan tentu harus dipikirkan bagaimana faktor yang mendorongnya selain dengan cara menaikkan harga jual. Ia ingin menjalankan perannya terlebih dulu untuk melakukan konseling kesehatan terhadap orang tua agar bisa mencegah anak mengonsumsi produk minuman berpemanis dalam kemasan yang mengandung gula berlebih.
Calista setuju untuk pengenaan kebijakan cukai terhadap produk MBDK tidak perlu dilakukan langsung melainkan secara bertahap. Selain itu, tujuan gerakan advokasi terhadap kebijakan cukai untuk produk MBDK ialah melindungi hak atas kesehatan dan hak masyarakat terhadap akses ketersediaan pangan yang layak.
"Selain riset dan advokasi, kami juga melakukan kampanye publik seperti kegiatan ini, yang ada cek kesehatan, konseling gizi, kemudian pelibatan anak muda. Jadi itu serangkaian FYI ini agar kita bisa melindungi hak atas kesehatan dan hak masyarakat terhadap akses ketersediaan pangan yang layak," tegasnya.