Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar kesehatan Tjandra Yoga Aditama menyatakan kasus flu burung atau H5N1 yang semula terjadi pada hewan mamalia, saat ini mulai menginfeksi manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sesudah terjadi flu burung di berbagai binatang mamalia di berbagai negara Eropa dan lainnya maka mulai ada kasus pada manusia, bahkan di Asia, bahkan sesama negara ASEAN, yaitu Kamboja," kata Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan kasus flu burung di Kamboja baru-baru ini diawali infeksi pada 22 ekor ayam dan tiga bebek yang mati di lingkungan rumah keluarga setempat. Selain itu, burung liar di sekitar desa tempat tinggal pasien dilaporkan mati serta masih ada 11 orang lain yang sedang dalam pemeriksaan tentang kemungkinan tertular.
"Kematian unggas juga terjadi di negara kita pada waktu kasus flu burung pada manusia meningkat beberapa tahun yang lalu dan bahkan angka kematian di Indonesia cukup tinggi," ujarnya.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mendorong kepemimpinan Indonesia di ASEAN untuk mengantisipasi penyakit ini. "Kementerian Kesehatan Indonesia perlu mengoordinasikan seluruh Kementerian Kesehatan di negara ASEAN untuk kewaspadaan dan antisipasi," imbaunya.
Caranya dengan mendeteksi apakah ada kasus di negara ASEAN lain di luar Kamboja, termasuk Indonesia. Kalau memang ada maka perlu upaya maksimal untuk mengendalikan di sumber penularan supaya kasus tidak keluar ke negara lain. Berikutnya, negara yang belum ada kasus perlu membentengi diri agar jangan terjadi importasi kasus.
"Untuk Indonesia, perlu dilakukan surveilans ketat pada unggas dan manusia untuk mendeteksi awal kalau-kalau sudah ada kasus," tuturnya.
Deteksi di rumah sakit
Untuk mendeteksi unggas bisa dilakukan di tiga tempat, yakni peternakan, pasar ayam, dan lingkungan rumah. Untuk manusia dapat dideteksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain.
"Apalagi kalau ada klaster beberapa orang dengan gejala yang sama," ujarnya.
Jika muncul kecurigaan kasus pada manusia dan hewan maka diperlukan tim khusus yang dapat turun ke lapangan. "Mereka haruslah gabungan antara kesehatan dan juga kesehatan hewan. Sarana diagnosis dicek ulang kesiapan dan ketersediaannya, kalau-kalau nanti diperlukan secara luas," katanya.
Ia mengatakan berikutnya terkait obat flu burung, Oseltamivir dengan merek Tamiflu, yang perlu juga dicek ketersediaan serta cara mendapatkannya.
"Tentu terus kerja sama dengan WHO untuk memantau perkembangan kasus di berbagai negara, perkembangan genomik kasus pada manusia dan unggas, serta kerja sama internasional untuk ketersediaan logistik yang mungkin akan diperlukan," tegasnya.