Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Hari Puisi Sedunia, Puisi Bukan Sekadar Suka, Tapi Cinta

Beberapa penyair muda mulai memperlihatkan kematangan dalam berbagai aspek yang memang baku di dunia puisi, bahkan bisa bersain dengan penyair senior.

22 Maret 2018 | 14.15 WIB

Penulis Sapardi Djoko Damono (kiri) hadir saat Velove Vexia membacakan puisi di acara Meet and Greet Hujan Bulan Juni di Jakarta, 1 November 2017. Film Hujan Bulan Juni akan tayang serentak di bioskop 2 November 2017. Tempo/ Fakhri Hermansyah
Perbesar
Penulis Sapardi Djoko Damono (kiri) hadir saat Velove Vexia membacakan puisi di acara Meet and Greet Hujan Bulan Juni di Jakarta, 1 November 2017. Film Hujan Bulan Juni akan tayang serentak di bioskop 2 November 2017. Tempo/ Fakhri Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 21 Maret diperingati sebagai Hari Puisi Sedunia. Puisi merupakan karya seni literasi yang merupakan hasil buah pemikiran atau perasaan seseorang dan diungkapkan melalui alunan kata-kata. Walaupun, sebagian menganggap puisi erat kaitannya dengan suasana galau atau sedih, hingga saat ini puisi masih memiliki tempat tersendiri bagi pencintanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terbukti dengan kehadiran beberapa forum diskusi atau komunitas puisi yang digagas anak muda. Salah satunya adalah komunitas Kelas Puisi. Komunitas yang terbentuk pada 25 November 2016 ini dibentuk atas dasar kecintaan terhadap puisi dan ingin memiliki wadah bagi para pecinta puisi lainnya untuk belajar, saling berdiskusi juga menikmati hasil karya puisi masing-masing. Baca: Hari Mendongeng Sedunia, Aksi Samsudin Jalan Jakarta-Indramayu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kelas Puisi juga menawarkan suasana yang berbeda dengan komunitas puisi lainnya, dimana umumnya hanya saling menampilkan puisi karya tiap anggotanya. Dalam Kelas Puisi juga mengajarkan bagaimana membedah sebuah puisi dari berbagai macam cara, mulai dari teori-teori terkait puisi sampai mengolah dan meleburkan perasaan ke dalam puisi.

Salah satu anggota komunitas Kelas Puisi, Hazana Itriya, kepada TEMPO.CO mengungkapkan alasan dirinya menyukai puisi sampai ikut ke dalam sebuah komunitas, “Puisi membuat saya tetap waras di tengah hidup yang gila ini. Meski sesekali puisi juga bikin saya gila dengan kejutan-kejutannya. Bukan cuma suka, saya udah cinta.”

Menanggapi eksistensi puisi di kalangan anak muda zaman sekarang, perempuan yang akrab disapa Riri ini mengungkapkan bahwa beberapa penyair muda mulai memperlihatkan kematangan dalam berbagai aspek yang memang baku di dunia puisi, “Sebutlah ada Abinaya yang masih di SD tapi puisi-puisinya sudah bisa menyaingi penyair yang umurnya jauh di atas dia.”

Namun, Riri melanjutkan, memang lebih banyak yang belum mampu untuk mencapai ranah puisi yang bisa dikatakan matang. Masih banyak yang menganggap puisi hanya sekadar untuk curahan hati, “Itu malah biasa disebut prosa, bukan puisi,” kata perempuan yang mengagumi Chairil Anwar sebagai salah satu penyair kesukaannya. Baca juga: Waspada Dapat Kado dari Pengidap Narsis, Simak 10 Tandanya

Saat ini, eksistensi puisi dianggap kembali bangkit setelah sekian lama hanya dianggap sebagai wadah tempat curahan hati semata, “Sebagian orang bahkan bilang puisi sebagai bacaan absurd, itu karena mereka belum mampu menyelami kedalaman puisi yang dibaca.” Dengan variasi cara yang diupayakan para penulis untuk melestarikan esensi puisi, Riri yakin bahwa puisi masih akan terus digemari anak muda. Hal itu bisa dilihat dari bertambah luasnya virus membaca, khususnya di kalangan anak muda zaman sekarang.

Secara keseluruhan, menurut Riri, puisi tidak akan pernah ketinggalan jaman, sebab puisi sendiri terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan keadaan zaman. “Bahkan nih ya, penyair sesepuh Pak Sapardi dan Pak Sutardji aja karyanya itu tak lekang waktu, jadi masih akan bisa dinikmati sama anak muda di tiap generasinya.”

Harapan Riri bagi para generasi muda terhadap dunia puisi adalah untuk terus menulis. Dan yang tidak kalah penting adalah perbanyak membaca, “Kita nggak akan pernah tahu tulisan mana yang mampu menggerakkan hati orang saat membaca puisi kita.”

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus