Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Manado - Jika anda memutuskan libur akhir tahun ke Sulawesi Utara memang tak lengkap rasanya kalau tidak menjajal olahan hasil lautnya. Sebab, di tanah yang kondang dengan sebutan Celebes itu, beragam jenis kuliner berbahan ikan bisa ditemui. Sebut saja ikan cakalang, roa, dan nike. Bila diolah dengan bumbu-bumbu lokal yang khas —pedas dan berempah— nikmatnya bakal menggoyang lidah. Tentu cocok menjadi menu pendamping nasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mari kita coba tiga menu berikut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cakalang Fufu Ahmad Yani
Bila melintas di sepanjang Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sario, Manado, —kurang lebih 2,7 kilometer dari Zero Point— mata akan disegarkan dengan deretan penjual yang menjajakan cakalang fufu. Mereka membuka lapaknya di pinggir jalan dan dagangannya dibiarkan terpajang di atas meja.
Orang lewat akan tergoda melihat olahan ikan yang dibumbui garam dan bubuk soda, diasap, dan dijepit kerangka bambu itu. Tampilan yang cokelat keemasan dan aroma anyir laut yang merebak tak mampu ditampik.
Di sana, cakalang fufu ditawarkan dalam aneka ukuran, mulai 500 gram hingga 2 kilogram. Harganya pun dibanderol mulai Rp 50 ribu untuk ikan yang paling kecil hingga Rp 200 ribu untuk yang paling besar. Cakalang bisa dimakan langsung menjadi makanan pendamping nasi, atau diolah lagi. Misalnya dimasak woku, dengan komplemen bumbu khas Minahasa. Kadnag anak juga dipotong kecil-kecil dan dimakan dengan nasi hangat. Tentu plus sambal roa atau dabu-dabu.
Cakalang fufu bisa dijadikan alternatif oleh-oleh untuk kerabat di luar kota. Sebab, teksturnya kering dan tidak berair. Bila disimpan di tempat sejuk, bisa tahan sampai satu pekan.
Tak cuma bisa menemui cakalang fufu, di sepanjang Jalan Ahmad Yani, pelancong bisa berbelanja sambal roa dan terasi ikan, yang diproduksi langsung dari Buton.
Oleh-oleh Cakalang Fufu
Jalan Ahmad Yani, Sario, Manado, Sulawesi Utara
Buka pukul 09.00-21.00 Wita
Perkedel Nike Raja OciPerkedel nike di warung Raja Oci, Jalan Jendral Sudirman Nomor 85, Pinaesaan, Wenang, Kota Manado, Sulawesi Utara. Tempo/Andi Prasetyo
Olahan nike, ikan yang hanya hidup di Danau Tondano Tomohon—dan Sungai Bone Gorontalo—menjadi makanan yang dicari para pelancong tatkala mereka bertandang ke Manado.
Salah satu restoran yang menyajikan masakan ikan mungil berwarna transparan ini adalah Raja Oci, yang beralamat di Jalan Sudirman. Orang beramai-ramai datang ke kedai makan yang telah buka sejak 1994 tersebut.
Fajar Anggun Putra, si pemilik restoran, berhasil mengenalkan perkedel nike yang membuat pengunjung ketagihan. Rasanya unik. Sedikit amis, tapi tidak membuat eneg. Teksturnya lebih keras daripada perkedel kentang atau perkedel daging. Namun rasanya jauh lebih gurih. Ada aroma ikan yang khas, yang tidak bisa ditemui di olahan perkedel pada umumnya. Bentuknya pun tak bundar, namun gepeng layaknya bakwan jagung.
Perkedel nike cocok dinikmati bersama pakis tumis pepaya, goropa atau kerapu woku, dan oci atau ikan gembung bakar. Tentu makin lezat bila dicocol sambal dabu-dabu yang pedas menggugah selera, plus nasi putih hangat. Harga seporsi perkedel, isi lima, Rp 30 ribu.
Raja Oci
Jalan Jendral Sudirman Nomor 85, Pinaesaan, Wenang, Kota Manado, Sulawesi Utara
Buka pukul 11.00-22.00 Wita
Mujair Woku Si Neleyan
Masakan woku memang tak bisa dilepaskan dari budaya makan masyarakat Minahasa. Sajian berkuah kuning kental ini selalu berhasil menggoda penikmat kuliner untuk menjajalnya sewaktu berkunjung ke Sulawesi Utara.
Salah satu yang patut dicoba adalah masakan woku di restoran milik Wali Kota Tomohon Jimmy Eman. Lokasinya di Tomohon, satu jam waktu perjalanan dari Zero Point Manado.
Bila biasanya bahan utama woku adalah ikan laut, di restoran berkapasitas 200 orang ini, woku disajikan menggunakan air tawar. Ikannya menggunakan mujair yang segar lantaran langsung dijaring dari kolam yang berlokasi di samping warung tersebut.
Mujair itu diolah matang, namun tak terlalu masak. Tekstur ikannya tidak rusak. Bagian-bagian tubuhnya pun masih utuh, tak ada yang meluruh atau larut dengan bumbu. Ikan seberat 500 gram itu lantas disiram dengan kuah kuning. Warna kuning berasal dari kunyit.
Kala dihirup, aromanya kental dengan rempah-rempah. Yang paling menyengat adalah daun woka-- daun lontar yang umum dipakai untuk membungkus nasi. Aroma lain, yang berasal dari daun jeruk, daun pandan, dan jahe, melengkapi dan menyeimbangkan, menghasilkan wewangian yang khas, lagi harmonis. Tak ada yang terlalu tajam dan membikin eneg.
Mujair woku ini dibanderol dengan harga Rp 60 ribu, bisa dinikmati bersama dua orang lainnya. Makannya disandingkan dengan kangkung bunga pepaya untuk menyamarkan bau amis dan perkedel jagung untuk memberikan sensasi kriuk. Tak lupa disantap dengan nasi putih hangat.
Si Neleyan
Jalan Raya Tomohon, Talete 1, Tomohon, Sulawesi Utara
Buka pukul 09.00-21.00 Wita
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Berita lain: