Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Kesehatan, Kementerian Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan menurut data dari Riskesdas, obesitas di Indonesia meningkat dari 10,05 persen pada tahun 2007 menjadi 21,8 persen pada tahun 2018. "Obesitas pada anak juga berpotensi menyebabkan resistensi insulin dan berdampak pada penyakit diabetes dan gangguan kardiovaskular," katanya dalam diskusi bertajuk 'Are you prepared? What parents need to know to prevent childhood obesity' pada Selasa 5 Maret 2024 di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengingatkan bahwa Indoensia sedang menyiapkan sumber daya manusia unggul untuk Indonesia Emas 2045. "Kita juga harus mempersiapkan anak-anak Indonesia untuk bebas dari obesitas dengan memberikan contoh asupan makanan sehat. Dengan kerja sama strategis dari semua pemangku kepentingan, kami percaya hal ini akan membantu memperkuat upaya penyebaran informasi mengenai faktor risiko obesitas pada anak dan cara pencegahannya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, obesitas pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian di Indonesia, yang berdampak pada anak-anak dan remaja. Data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia saat ini menghadapi tiga beban malnutrisi, yaitu gizi kurang, gizi lebih, dan defisiensi zat gizi mikro. Sering pula orang menyebut tiga beban malnutrisi ini sebagai masalah stunting, wasting dan obesitas.
Masalah obesitas ikut menjadi perhatian utama karena peningkatan dramatis kasus kelebihan berat badan dan obesitas di masyarakat, termasuk di kalangan rumah tangga berpendapatan rendah.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), pada 2018, 1 dari 5 anak usia sekolah (20 persen, atau 7,6 juta) dan 1 dari 7 remaja (14,8 persen, atau 3,3 juta) di Indonesia hidup dengan kelebihan berat badan atau obesitas.
Direktur Eksekutif di International Pediatric Association Aman Bhakti Pulungan pun mengatakan bahwa obesitas pada anak diukur menggunakan kurva referensi yang mencakup pengukuran berat badan dan tinggi badan. Jika kurva menunjukkan angka persentil di atas 85, itu menandakan overweight atau kelebihan berat badan. Jika angka persentil di atas 95, maka dapat dikatakan obesitas.
Ada bergam dampak buruk obesitas pada anak. Kelebihan lemak di seluruh tubuh juga dapat menyebabkan anak obesitas sering mengalami sesak napas. “Ketika anak itu sudah bertahun-tahun mengalami obesitas maka akan timbul warna kehitaman pada leher anak. Ini merupakan tanda acanthosis nigricans (AN), suatu kelainan kulit yang umum terjadi pada anak gemuk. Waspada, karena anak dengan AN memiliki kemungkinan lebih besar daripada anak yang tidak menderita kelainan yang sama untuk mengalami gangguan insulin," katanya.
Menurut Aman, data menunjukkan bahwa sekitar 15-16 persen anak yang masih menjadi siswa SD di Jakarta mengalami resistensi insulin, sementara 34 persen anak SD di Jakarta telah mengalami hipertensi. Dengan kondisi ini, risiko penyakit diabetes dan penyakit lainnya pada anak-anak ini hampir pasti meningkat.
Untuk penanganan obesitas pada anak, Aman menyarankan untuk menghindari makanan yang diproses, mengonsumsi lima kali buah dan sayur perhari, tidak duduk lebih dari dua jam sehari, berolahraga selama satu jam setiap hari, dan mengurangi konsumsi gula atau gula tambahan.
Dengan prevalensi obesitas anak yang tinggi di Indonesia, penting bagi kita untuk menyadari seriusnya kondisi ini dan memulai perubahan gaya hidup sehat dari tingkat keluarga. Kemitraan strategis antar pemangku kepentingan diperlukan untuk mendorong perubahan kebijakan yang berkelanjutan dalam mengatasi masalah ini.
Founder dan CEO CISDI, Diah Satiyani Saminarsih, mengatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya obesitas pada anak adalah dengan mengetahui apa saja yang dikonsumsi anak. Para orang tua, perlu membaca label kandungan gizi makanan dalam pencegahan dan penanganan obesitas pada anak. “Memperhatikan kandungan gizi membantu kita memahami apa yang kita konsumsi," katanya.
Ia mengatakan ada tantangan pula yang membuat anak bisa mengalami obesitas. Salah satunya, karena kemudahan akses terhadap makanan dengan tinggi gula, yodium tinggi, dan minuman dengan gula tinggi tidak dibatasi. "Mudahnya akses ini bisa dilihat hanya dengan jarak semakin dekat. Masyarakat bisa membeli makanan atau minuman dengan kalori tinggi di warung atau toko yang sangat dekat dengan rumah. Hal ini belum ditambah dengan murahnya harga makanan dan minuman itu," katanya.
Mudahnya akses yang diterima masyarakat dari ini membuat sulit bagi orang tua untuk membentuk pola makan dan hidup yang sehat. Selain itu, faktor harga juga berperan penting. Jika harga makanan murah, cenderung itulah yang akan dibeli masyarakat. Oleh karena itu, keluarga perlu membentuk pola konsumsi yang sehat, dengan dukungan kebijakan dari pemerintah. "Kemenkes telah mendorong penerapan aturan cukai pada makanan dan minuman yang mengandung pemanis untuk membantu mengurangi konsumsi gula sesuai anjuran pemerintah, serta mencegah dan mengatasi obesitas serta penyakit lainnya yang berhubungan dengan obesitas,” katanya.
Duta Besar Denmark untuk Indonesia H.E. Sten Frimodt Nielsen menyatakan dukungannya untuk upaya kolaboratif dari para pihak ini. "Obesitas pada anak adalah masalah kesehatan global yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Hal ini merupakan masalah serius yang berdampak pada sistem kesehatan nasional. Oleh karena itu, kita membutuhkan kolaborasi yang kuat, tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari sektor swasta, untuk bekerja sama dalam mengatasi obesitas pada anak."
Sreerekha Sreenivasan, Vice President dan General Manager Novo Nordisk Indonesia menambahkan selama bertahun-tahun, Novo Nordisk Indonesia berkomitmen untuk mendorong perubahan pada obesitas dan secara aktif meningkatkan kesadaran dan melakukan edukasi untuk mencegah obesitas pada anak. "Melalui berbagai inisiatif dan kolaborasi dengan berbagai pihak dari pemangku kepentingan, seperti pemerintah, para ahli, UNICEF, dan masyarakat secara bersama-sama, kerja sama ini akan meningkatkan jangkauan kami dan tentunya akan membawa perubahan pada kehidupan anak-anak Indonesia,” katanya.