Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Tahap paling lanjut dari penyakit ini disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Virus ini menargetkan sel darah putih tubuh, melemahkan sistem kekebalan. Hal ini membuat tubuh lebih rentan terhadap penyakit seperti tuberkulosis, infeksi, dan beberapa jenis kanker.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gejala penularan HIV/AIDS dapat dideteksi sejak dini. Dilansir dari Mayoclinic, terdapat tiga gejala HIV dan AIDS yang berbeda berdasarkan fase infeksi sebelum masuk ke perkembangan menjadi AIDS, di antaranya adalah sebagai berikut.
Infeksi Primer (HIV Akut)
Pada fase infeksi ini, beberapa orang mungkin mengalami gejala mirip flu dua hingga minggu setelah terinfeksi. Gejala ini termasuk sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, sakit tenggorokan, kelenjar getah bening bengkak, ruam merah, demam, dan luka di mulut, esofagus, anus, atau genital.
Gejala-gejala ini bisa sangat ringan sehingga Anda mungkin tidak menyadarinya. Namun, jumlah virus dalam aliran darah Anda (viral load) cukup tinggi saat ini. Akibatnya, infeksi menyebar lebih mudah pada infeksi primer dibandingkan pada tahap berikutnya.
Infeksi Laten Klinis (HIV Kronis)
Setelah kekebalan tubuh kalah melawan HIV, gejala mirip flu menghilang dan memasuki periode tanpa gejala atau infeksi HIV kronis. Tanpa pengobatan, HIV dapat merusak sel CD4, meningkatkan risiko infeksi.
Dikutip dari Mayo Clinic, di tahap ini banyak penderita yang tidak memiliki gejala dan mungkin tidak sadar terinfeksi dan dapat menularkan virus. Dengan terapi antiretroviral (ART), fase ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan risiko penularan rendah apabila mengonsumsi obat secara teratur.
Infeksi HIV Simtomatik
Saat HIV merusak sistem kekebalan tubuh, sel-sel yang seharusnya membantu melawan kuman justru mengalami infeksi. Gejala dapat mencakup pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam, diare, herpes zoster, dan infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina.
Perkembangan Menjadi AIDS
Perkembangan HIV menjadi AIDS merupakan tahapan lanjut dari infeksi HIV. Tanpa pengobatan, HIV dapat mengakibatkan AIDS dalam waktu sekitar 8 hingga 10 tahun.
Pada tahap ini, jumlah sel CD4 T-cell turun di bawah 200. Padahal sel tersebut penting untuk sistem kekebalan tubuh, dan penurunan drastis tersebut menyebabkan kerusakan signifikan pada sistem kekebalan tubuh.
Dikutip dari who.int, AIDS ditandai dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Pengidapnya akan lebih mungkin terserang penyakit yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat.
Beberapa contoh penyakitnya termasuk Kaposi's sarcoma (kanker kulit) dan Pneumocystis pneumonia (penyakit paru-paru). Gejala AIDS melibatkan kelelahan yang parah, pembengkakan kelenjar getah bening, demam berulang, penurunan berat badan, dan gejala lain yang terkait dengan infeksi dan kanker.
Penting untuk dicatat bahwa akses terhadap pengobatan HIV, terutama dengan Terapi Antiretroviral (ART), telah mengubah prognosis AIDS secara signifikan. Dengan pengobatan yang tepat dan dukungan medis, orang dengan HIV dapat menjalani hidup yang panjang dan sehat meskipun telah mencapai tahap AIDS.