Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Pengaruh Budaya Patriarki pada Pertumbuhan Anak

Kentalnya budaya patriarki menempatkan perempuan bertanggung jawab untuk urusan domestik dan mengurus anak. Bagaimana seharusnya peran ayah?

26 Juli 2023 | 10.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengasuhan anak butuh keterlibatan orang tua secara berimbang sehingga tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu tapi juga perlu keterlibatan ayah. Kalau ada kasus ayah tidak banyak terlibat dalam pengasuhan, salah satunya karena pengaruh budaya. Kentalnya budaya patriarki menempatkan perempuan bertanggung jawab untuk urusan domestik dan mengurus anak sedangkan laki-laki pada urusan publik, begitu budaya yang sangat berpengaruh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya, pengasuhan ayah tidak dimaknai hanya sebagai pencari nafkah tapi juga dibutuhkan dalam setiap fase tumbuh kembang anak. Alasan kesibukan bekerja menjadikan ayah tidak punya banyak waktu untuk terlibat dalam pengasuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyebab lain hilangnya peran ayah adalah perceraian. Kasus perceraian muncul biasanya karena perselisihan dalam rumah tangga yang terjadi terus menerus tanpa bisa dirukunkan kembali. Perceraian ini dapat berdampak pada anak yang kehilangan sosok orang tua. 

Anak cenderung memilih ikut ibu atau ayah, tidak mungkin keduany. Kondisi ini akan menghambat perkembangan anak secara psikologis. Padahal, ayah dan ibu juga sama-sama memiliki peran penting untuk tumbuh kembang anak. Dalam hal ini, anak perlu mengetahui dan mengalami perpaduan dua figur berbeda dalam kehidupan, yaitu perempuan dan laki-laki.

Jika ibu mengajarkan tentang pendewasaan emosi, empati, dan nilai-nilai kasih sayang, maka ayah dapat mengajarkan tentang logika, keberanian, dan kemandirian. Sisi feminin dan maskulin ini dapat membentuk anak menjadi pribadi yang utuh.

Ilustrasi keluarga. Freepik.com/Lifestylememory

Dampak pada anak
Merujuk pada buku Fatherless America: Confronting Our Most Urgent Social Problem karya Blankenhorn (1995), anak yang tumbuh di dalam keluarga tanpa sosok ayah bisa menyebabkan komplikasi sosial seperti berpotensi menjadi pelaku kriminal, kekerasan dalam rumah tangga, dan kehamilan remaja. Hal tersebut umumnya terjadi karena anak kehilangan sosok ayah sebagai panutan dan pendamping hidup. 

Adanya kekosongan peran ayah dalam pengasuhan anak, terutama dalam periode emas usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun, sangat berpengaruh dalam urusan prestasi sekolah. Memasuki masa pertumbuhan, anak yang hidup tanpa ayah berpotensi terkena masalah mental dan emosional, kurang percaya diri, kurang bisa berbaur dengan teman sebaya, terdampak masalah kesehatan, misalnya psikosomatis, kekerasan fisik, emosional, dan masalah seksual. Selain itu juga berpengaruh dalam urusan penunjang prestasi di sekolah, antara lain sulit konsentrasi, motivasi belajar yang rendah, dan rentan berhenti sekolah.

Anak yang mengalami ketidakhadiran ayah akan merasakan dampaknya hingga dewasa atau remaja, seperti rendahnya penghargaan atas diri sendiri, merasa minder atau tidak percaya diri, takut, cemas, dan tidak bahagia. Selain itu, anak akan merasa tidak aman secara fisik dan emosional, memiliki kemampuan akademik yang buruk, kelak akan memiliki hubungan yang rumit dengan pasangan, masalah perilaku dan gangguan kejiwaan, berpotensi melakukan kejahatan atau kenakalan remaja, cenderung ingin menikah dini, suka merokok dan minum alkohol, serta mencoba obat-obatan terlarang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus