Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Debat Capres: Anies Baswedan Sebut Catcalling sebagai Kekerasan terhadap Perempuan, Apa itu?

Catcalling termasuk pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan disebut Anies Baswedan dalam debat capres. Apa arti catcalling?

5 Februari 2024 | 17.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden atau capres nomor urut satu Anies Baswedan menyoroti tiga persoalan seputar isu perempuan dalam debat capres yang berlangsung Ahad malam, 4 Februari 2024. Tak terkecuali soal catcalling yang sering dialami oleh perempuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tak boleh dianggap sebagai isu kecil dari mulai catcalling sampai kekerasan fisik. Itu semua harus ditindak tegas dan kami akan tindak tegas. Soal kesetaraan, yang sekarang bekerja dibangunkan daycare sehingga bagi ibu yang mempunyai anak bisa ada tempatnya. Perempuan juga harus punya upah yang setara dengan laki-laki,” kata Anies dalam debat capres Pemilu 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center atau JCC, Senayan, Jakarta Pusat. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa itu catcalling?

Dilansir dari laman plan-international.org, catcalling biasanya didefinisikan sebagai komentar, siulan, suara ciuman yang kasar, menghina atau tidak diinginkan atau bahkan mungkin mengeong secara harfiah. Catcalling juga dikenal sebagai pelecehan di jalan, membatasi akses masyarakat terhadap ruang publik, dan seringkali menimbulkan dampak yang serius.

Sementara itu, dalam penelitian berjudul Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta (2019), catcalling didefinisikan sebagai penggunaan kata-kata yang tidak senonoh, ekspresi secara verbal dan juga ekspresi non-verbal yang kejadiannya terjadi di tempat publik, seperti jalan raya, trotoar, dan perhentian bus. 

Secara verbal, catcalling biasanya dilakukan melalui siulan atau komentar mengenai penampilan dari seorang wanita. Ekspresi non-verbal juga termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian terhadap penampilan seorang wanita. 

Kemudian, penelitian yang sama menemukan bahwa 64 persen dari 38.766 perempuan, 11 persen dari 23.403 laki-laki, dan 69 persen dari 45 gender lainnya pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Kebanyakan dari korban mengaku bahwa mereka pernah mengalami pelecehan yang diterima secara verbal. 

Catcalling sendiri merupakan sebuah bentuk dari pelecehan yang ringan dan terdapat dalam tatanan kedua piramida rape culture. Pada layer pertama terdapat perilaku seksis dan rape jokes yang terjadi akibat adanya mindset patriarkis. Sedangkan, catcalling berada pada layer kedua, yaitu pelaku sudah melakukan aksi. Perilaku ini tidak boleh diwajarkan dan dianggap normal.

Sayangnya, pemahaman mengenai catcalling di masyarakat masih sangat rendah karena adanya pewajaran. Masih adanya anggapan bahwa catcalling adalah hal yang biasa atau merupakan bentuk dari candaan dan pujian menyebabkan hal ini terus terjadi berulang-ulang.

Padahal, catcalling merupakan salah satu produk dari budaya patriarki. Penempatan laki-laki di atas perempuan menyebabkan terjadinya relasi kuasa sehingga tidak tercapai kesetaraan gender. Perempuan dalam budaya patriarki sudah terbiasa didominasi oleh laki-laki. Karena perbedaan kedudukan itu, perempuan dianggap sebagai objek.

MICHELLE GABRIELA  | BAGUS PRIBADI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus