Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog anak dan remaja Gisella Tani Pratiwi memberi saran orang tua agar anak punya lingkungan pertemanan yang positif dan terhindar dari tindakan atau perilaku seksual. Agar anak dapat berada di lingkaran pertemanan yang positif, orang tua dapat memberikan paparan contoh-contoh relasi sosial yang sehat dalam beberapa konteks sosial, di mana setiap orang saling menghargai dan berkomunikasi dengan terbuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Anak perlu mendapat bimbingan untuk menjalin pertemanan yang sehat dan kesempatan untuk mempraktikkan atau melatih kemampuan bersosialisasi, baik di ranah hubungan langsung dan daring,” kata Gisella, Minggu, 15 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan anak perlu memahami dirinya terlebih dulu untuk dapat memilah dan mengolah relasi sosial. Hal ini berkaitan dengan melatih insting dan pemahaman hubungan sosial yang berbahaya dan aman. Orang tua, pihak sekolah, atau orang-orang terdekat dapat menjadi panutan yang baik agar anak paham hubungan sosial yang sehat.
“Anak juga perlu dibekali informasi akses keamanan, termasuk adanya indikasi atau tanda-tanda orang yang mencurigakan atau membuat anak merasa tidak aman serta akses perlindungan mana yang ia bisa raih,” ujarnya.
Anak perlu diberikan kesempatan dan ceritanya perlu didengar dengan baik. Misalnya, cerita pengalaman pertemanan sehari-hari, sehingga orang tua bisa membantu anak memprosesnya dan memberi saran-saran yang bermanfaat. Gisella mengatakan orang tua juga tidak boleh lupa memberikan kesempatan anak untuk memilih atau berpendapat.
“Sehingga dia tahu bahwa di dalam konteks sosial di luar keluarga, mereka dapat mengungkapkan pendapat, menjadi dirinya yang genuine dan mungkin kadang berbeda pendapat dan menolak hal-hal yang tidak baik menurutnya,” kata Gisella.
Pendidikan komprehensif lindungi anak dari kekerasan seksual
Ia juga mengatakan pendidikan seksual yang diberikan secara komprehensif dapat melindungi anak dari tindakan atau kekerasan seksual. “Pendidikan seksual komprehensif diperlukan untuk membantu anak melindungi diri dari tindak kekerasan seksual,” jelasnya.
Gisella menuturkan pendidikan seksual komprehensif dapat mencakup beberapa topik. Misalnya, pengenalan perkembangan diri sesuai usia anak, yang di dalamnya dapat memuat tentang perubahan fisik dan psikologis masa remaja. Kemudian terkait pengenalan anatomi tubuh, pendidikan dapat dimulai dari mengenali bagian tubuh yang pribadi dan bagaimana cara melindunginya, merawat tubuh, dan hak melindungi diri dari perlakuan orang lain yang menyentuh, menyakiti, dan memperlihatkan bagian tubuh yang pribadi, termasuk kesetaraan gender.
Namun, Gisella menjelaskan pendidikan seksual komprehensif tidak bisa menjamin anak aman dari tindakan atau kekerasan seksual apabila lingkungan sekitar tidak memberi dukungan dan perlindungan pada anak.
“Paparan pada seksualitas sejak usia dini atau remaja kepada anak tentu akan mempengaruhi tumbuh kembangnya jika tidak segera mendapat bimbingan yang diperlukan agar anak dan remaja lebih memahami perilaku seksual yang sehat,” ucap psikolog di RSIA Aliyah Depok itu.