Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Adanya pembatasan sosial selama pandemi Covid-19 untuk mengurangi tingkat penyebaran virus Corona menyebabkan adanya kendala di berbagai hal. Salah satunya yaitu saat pasien hendak melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Telemedicine diharapkan menjadi salah satu solusi permasalahan tersebut. Namun seberapa akurat dokter dapat mendiagnosis lewat Telemedicine?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 disebutkan bahwa Telemedicine merupakan pelayanan medis jarak jauh menggunakan platform digital yang dilakukan oleh kalangan profesional dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Permen tersebut juga dijelaskan bahwa Telemedicine hanya dilakukan antar-fasilitas pelayanan kesehatan dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki izin praktik di fasilitas pelayanan kesehatan.
Adapun pelayanan Telemedicine meliputi, Teleradiologi, Tele-elektrokardiografi, Tele-ultrasonografi, Telekonsultasi klinis, serta layanan Telemedicine lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Meski di Indonesia baru dikenal beberapa tahun belakangan, sebenarnya istilah Telemedicine telah disebutkan pertama kali pada 1970an. Pada 2010, Badan Kesehatan Dunia atau WHO memberikan definisi Telemedicine sebagai pelayan kesehatan jarak jauh oleh petugas kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dengan memanfaatkan paltform digital, tenaga kesehatan dapat melakukan diagnosa, pengobatan, pencegahan, maupun evaluasi terhadap kondisi pasien yang jauh dari fasilitas kesehatan.
Beberapa penyakit yang dapat didiagnosis secara akurat menggunakan layanan Telemedicine yaitu diabetes dan hipertensi, keduanya merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Dengan memanfaatkan layanan Telemedicine, pengidap penyakit ini dapat dipantau secara lebih intensif dan akurat.
Meski begitu, tidak semua layanan kesehatan dapat diakses melalui Telemedicine. Dalam beberapa kasus tertentu, ada kalanya tatap muka antara dokter dengan pasien memang harus dilakukan. Tidak semua penyakit dapat didiagnosis hanya dengan melakukan anamnesis menggunakan layanan Telemedicine, sehingga proses pemutusan diagnosis dokter melalui platform kesehatan digital tersebut masih jauh dari kata sempurna.
Selain itu, konsultasi secara daring dengan dokter melalui platform digital seharusnya hanya dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan atau preventif, dan bukannya pengobatan atau kuratif.
Salah satu penyakit yang dapat didiagnosis melalui layanan Telemedicine menurutnya yaitu penyakit demam, dokter dapat meminta pasien untuk melakukan pengukuran suhu tubuh secara mandiri. Kemudian hasilnya ditunjukkan kepada dokter, baik itu via pesan gambar maupun panggilan video.
Sedangkan penyakit yang tidak dapat diperiksa melalui platform kesehatan digital telemedicine, adalah penyakit dalam seperti penyakit jantung yang membutuhkan pemeriksaan fisik lebih lanjut.
HENDRIK KHOIRUL MUHID