Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Hutan Bakau di Pantai Ayah, Unik dan Alami

Hutan bakau di Pantai Ayah, memiliki pesona perbukitan dan lingkungan yang masih alami. Inilah yang membedakan dengan hutan-hutan bakau sejenis.

9 Desember 2019 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bangkitnya kesadaran warga pesisir untuk melestarikan lingkungan, mendorong munculnya hutan-hutan bakau di berbagai pantai di Indonesia. Kota-kota semisal di Balikpapan, Tarakan, Surabaya, hingga Jakarta, memiliki hutan penahan abrasi dan tsunami itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Kebumen, di Pantai Ayah, terdapat hutan bakau yang unik. Tak seperti hutan-hutan bakau di kota-kota itu yang sekadar rimbun, Pantai Ayah menawarkan hutan bakau yang tertata rapi dan berada di lingkungan yang alami. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekumpulan burung bangau hinggap pada pucuk-pucuk hutan bakau yang menyejukkan mata. Bulunya yang putih, terlihat seperti hamparan bunga melati mempercantik "karpet" hijau. Angin berdesir menerpa kulit wisatawan yang sedang pelesir di kawasan Pantai Ayah, Kebumen, Jawa Tengah.

Rombongan wisatawan yang datang dari berbagai daerah menghabiskan waktunya untuk menyusuri hutan mangrove menggunakan perahu, Ahad, 8 Desember 2019. Mereka di antaranya datang dari Yogyakarta, Wonosobo dan Pati Jawa Tengah.

Burung-burung bangau hinggap di pucuk-pucuk pohon mangrove. TEMPO/Shinta Maharani

Maimun, seorang nelayan mengantar turis lokal untuk keliling ke hutan mangrove. Hutan mangrove seluas sekitar 54 hektare berada di perbatasan Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Maimun menemani rombongan hingga ke pulau Momongan yang ditumbuhi rimbun bakau. "Momongan berarti mengayomi. Penduduk lokal yang menamainya," kata Maimun.

Untuk keliling muara sungai yang ditumbuhi mangrove, Maimun mematok Rp20.000 per orang. Bila ingin masuk ke hutan mangrove, pengunjung hanya perlu membayar ongkos tambahan Rp5.000. Maimun menunggu wisatawan sepuasnya. Mereka bisa berswafoto dan menikmati kesejukan hutan bakau.

Di dalam hutan terdapat beragam fauna, seperti kepiting, kerang, dan ikan khas mangrove. Ikan berkecipak dan suara kera yang bersahut-sahutan.

Maimun mengatakan mangrove sangat bermanfaat untuk penduduk sekitar Pantai Ayah. Wisata susur mangrove menambah pendapatannya selain dari mencari ikan. Maimun per hari rata-rata memdapatkan penghasilan Rp300.000 dari jasanya mengantar wisatawan keliling susur hutan mangrove. Fungsi penting bakau lainnya menahan abrasi dan tsunami.

Bakau yang menjadi benteng penahan itu mulai banyak tumbuh setelah Pantai Ayah terkema imbas tsunami Pangandaran tahun 2006. Komunitas yang sadar bencana kemudian banyak menanam mangrove di sekitar kawasan Pantai Ayah. Di hutan mangrove itu terlihat bibit-bibit bakau di antara akar-akar yang mencengkeram tanah pada muara sungai.

Nungki, seorang wisatawan asal Pati tertarik pelesir ke hutan mangrove Pantai Ayah karena keindahannya. Dia berswafoto bersama suaminya dan menyusuri jalan yang terbuat dari bambu, berpagar bakau kanan dan kirinya. Buat dia, jalan-jalan ke hutan mangrove menarik. "Bikin adem dan ini mangrove yang lebat," kata dia.

Nelayan di Pantai Ayah memperoleh penghasilan tambahan dengan mengantar wisatawan menyusuri perairan hutan mangrove di Pantai Ayah. TEMPO/Shinta Maharani

Selepas menyusuri hutan bakau, Nungki dan rombongan menuju pinggir pantai Ayah di perbatasan menuju Cilacap. Di sana banyak warung-warung yang menjajakan ikan segar bakar dan ikan goreng. Ada ikan kakap, cumi, dan udang yang maknyus. Sayurnya kangkung dan sambal terasi. Nungki dan rombongan puas menikmati hijaunya bakau dan kuliner ikan yang ia pilih dari pasar ikan terdekat.

SHINTA MAHARANI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus