Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Kisah Putri Mandalika, Festival Bau Nyale dan Sirkuit Madalika di Lombok

Daerah Mandalika tempat Sirkuit Mandalika berada tidak hanya memiliki keindahan alam, tetapi di sini juga terdapat Festival Bau Nyale

13 November 2021 | 16.01 WIB

Ribuan warga dan wisatawan mengakhiri perburuan cacing laut saat matahari terbit. Cacing lat pun berangsur-angsur menghilang. Dok. Kemenparekraf
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ribuan warga dan wisatawan mengakhiri perburuan cacing laut saat matahari terbit. Cacing lat pun berangsur-angsur menghilang. Dok. Kemenparekraf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sirkuit Mandalika yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat sudah diresmikan pada Jumat, 12 November 2021 oleh Presiden Joko Widodo. Lombok merupakan pulau yang memiliki berbagai keindahan dan destinasi wisata. Di balik keanggunannya, Lombok memiliki kisah mengenai Legenda Putri Mandalika yang diceritakan secara turun-menurun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Alkisah dahulu kala di Pulau Lombok, terdapat sebuah kerajaan makmur. Rajanya yang adil dan bijaksana disegani oleh rakyatnya yang juga hidup makmur. Sang Raja memiliki seorang putri cantik yang wajahnya memancarkan keindahan warna laut di Selatan Pulau Lombok. Seperti ayahnya, sang putri memiliki kebijaksanaan, kebaikan, dan cinta bagi seluruh rakyatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Paras dan sifat Putri Mandalika yang cantik dan baik tersebut membuat kabar akan dirinya tersebar ke seluruh penjuru negeri. Banyak pangeran, ksatria, dan pemuda berdatangan untuk melamar sang putri. Banyak dari mereka yang siap untuk bertarung demi mendapatkan cinta Putri Mandalika.

Melihat ini, Raja takut akan ancaman perpecahan yang dapat menimpa ketentraman di kerajaannya. Meskipun demikian, Raja memercayakan keputusan yang akan dibuat putrinya mengenai lamarran yang terus berdatangan. Ia percaya Putri Mandalika akan membuat keputusan terbaik.

Putri melakukan semedi dan memanfaatkan waktunya untuk berpikir secara matang. Setelah itu, ia membuat keputusan kepada siapapun yang hendak mendapatkan cinta sang putri harus hadir di Pantai Seger saat dini hari pada tanggal 20 bulan 10 pada penanggalan Suku Sasak. Mereka yang hendak melamarnya juga harus membawa seluruh pasukannya.

Pangeran, ksatria, dan pemuda berduyun-duyun mengikuti perintah sang putri. Bukan hanya pasukan, peralatan perang juga telah dipersiapkan. Nyawa sudah siap untuk dijadikan taruhan demi mendapatkan hati sang putri.

Tidak disangka-sangka, Putri Mandalika mendeklarasikan dirinya sebagai Nyale agar dirinya dapat "dinikmati" secara bersama-sama oleh semua orang. Ia lompat dari atas bukit ke laut dan tidak pernah muncul kembali. Orang-orang berusaha mencarinya, tetapi hanya mendapati Nyale, yaitu binatang laut yang bentuknya seperti cacing dengan warna beragam.

Dari kisah tersebut kemudian muncul tradisi Festival Bau Nyale. Nyale hanya muncul sekali dalam setahun yang dipercayai sebagai hari saat menghilangnya Putri Mandalika. Nyale kemudian ditangkap dan dikonsumsi oleh masyarakat Mandalika pada acara Festival Bau Nyale. Festival ini diselenggarakan pada bulan Februari atau Maret di Pantai Kuta, Pantai Seger, dan pantai lainnya di Kecamatan Pujut.

DINA OKTAFERIA 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus