Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mendesak Pemerintah Segera Merestorasi Kota Tua Ampenan

Mataram sebagai Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, memiliki kawasan kota tua dengan nilai sejarah panjang, yakni Kota Tua Ampenan.

10 Desember 2018 | 12.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kota tua Ampenan, di Mataram, NTB. (lomboktravel.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Mataram - Mataram sebagai Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, memiliki kawasan kota tua dengan nilai sejarah panjang, yakni Kota Tua Ampenan. Saat ini kondisi bangunan dan lingkungan di sana sangat memerlukan perhatian dan perbaikan agar nyaman untuk lokasi wisata.

Suasana sendu Kota Tua Ampenan telah terasa saat kendaraan sampai pertigaan SMP 3 (SMP Dollar) , Mataram. Menyusuri sepanjang Jalan Niaga I terlihat banyak bangunan yang kusam. Arsitektur art deco yang cantik bagai tengelam oleh wara cat yang memudar. Sungguh tidak sedap dipandang mata.

Sampai di lampu merah Simpang Lima, dengan berbelok ke arah kiri jalan, terpampang gapura yang bertuliskan Kota Tua Ampenan. Suasana tidak bergairah kembali terasa. Jalan itu dikenal dengan nama Jalan Pabean.

Jajaran rumah toko yang dimiliki warga keturunan Tionghoa, masih ada di sepanjang ruas jalan yang mengarah ke Pelabuhan Ampenan. Ada toko roti Djinsin yang memiliki altar di ruang tamu. Di sana terpampang foto leluhur yang sudah meninggal dunia, lilin merah, dan guci berisikan abu jenazah.

Dari lampu merah simpang lima, jika berbelok ke arah kanan terdapat bangunan tua yang rubuh akibat gempa. Kondisinya mengenaskan, karena belum diperbaiki sama sekali. Trotoar di muka sepanjang rumah toko itu sepi, orang engan berjalan kaki di sana.Pedagang tebu untuk Imlek di Ampenan, Mataram, NTB, Minggu (25/1). Tebu dijual seharga Rp. 10 ribu/pasang itu biasanya dipasang di pintu rumah dipercaya masyarakat Tionghoa untuk tolak bencana dan lambang kemakmuran. ANTARA/Ahmad Subaidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbeda dengan Kelenteng Pao Hwa Kong yang masih terawat dengan baik. Tepat di seberangnya ada bangunan gudang distributor bahan bakar dengan latar belakang atap gudang yang di tembok. Bagian atasnya tampak tertulis tahun 1936. Mungkin tahun itu sebagai penanda berdirinya bangunan itu.

"Saya sangat menyayangkan kondisi ini. Saya merasa kurang nyaman berlibur ke sini," kata Doni, wisatawan asal Jakarta. Istri Doni, Sri, merasa pemerintah setempat tidak memiliki kepekaan seni untuk menata Pantai Ampenan. "Masa ada panggung permanen, dan buat apa ada baywatch, toh di pantai pengunjung tidak bisa berenang mengingat ombak di Pantai Ampenan besar," kata dia.

Wakil Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana  mengatakan sejumlah bangunan tua yang rusak akibat gempa akan segera diperbaiki. Bangunan itu kan dikembalikannya sesuai dengan bentuk semula. “Agar ciri khas kota tua tersebut tidak hilang," kata Mohan Roliskana di Mataram, 1/10.

Akibat gempa bumi yang terjadi di daerah itu pada Agustus 2018, sejumlah bangunan ikon Kota Tua Ampenan memang mengalami rusak berat. Beberapa bangunan hingga kini disangga menggunakan kayu dan bambu agar tak roboh. Tapi kondisi itu sangat mengkhawatirkan, jika ada gempa susulan sangat mungkin bakal roboh total.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kota Tua Ampenan masuk data UNESCO (The United Nations Organization for Education, Science, and Culture) sebagai kota pusaka dengan Klaster B pada 2016. Jadi akan merupakan kehilangan besar jika sampai kawasan ini tak terawatt.

Untuk melakukan restorasi terhadap bangunan-bangunan bersejarah tersebut, pemerintah kota segera melakukan koordinasi dengan pemilik bangunan. Tujuannya, agar pemilik bangunan tidak melakukan perbaikan sendiri apalagi sampai memiliki rencana lain dengan mengubah ciri khas Kota Tua Ampenan.

Mohan mengatakan program restorasi bangunan di Kota Tua Ampenan telah menjadi komitmen pemerintah kota. Terhadap kawasan tersebut pemerintah kota telah melakukan intervensi namun belum maksimal. Pemeirntah akan melakukan peremajaan pengecatan bangunan serta pemasangan berbagai ornamen pendukung.

Tetapi, salah satu kendala yang dihadapi pemerintah kota adalah bahwa bangunan-bangunan tua tersebut milik pribadi, bukan milik pemerintah. "Apalagi pemiliknya sebagian besar tidak tinggal di sana dan rata-rata bangunan tua itu dimanfaatkan menjadi gudang," kata Mohan.

ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus