Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Padang - Pengrajin asal Kabupaten Agam Nanda Wirawan menggelar Pameran Songket Canduang di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat. Pameran tersebut merupakan hasil dari revitalisasi Songket Canduang yang didanai oleh Indonesiana LPDP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Riset Dikti).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pameran yang digelar pada 8 Juni hingga 15 Juni 2023 mengusung tema "Menapak Jejak Songket Minangkabau Candung, Sentra Lama yang Terlupakan". Pameran tersebut langsung dibuka oleh Sekretaris Jenderal Traditional Textile Arts Society of South East Asia (TTASSEA) Siti Mariah Waworuntu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memasuki lokasi pameran, pengunjung akan dihadapkan dengan narasi yang menceritakan sejarah, teknik dan motif tenun yang ada di Sumatera Barat. Terlihat juga foto-foto proses revitalisasi songket Canduang.
Songket yang dipamerkan juga beragam dan memiliki motif yang berbeda, mulai dari motif balah kacang, saik aji dan pucuak rabuang. Total kain songket yang dipajang di pameran tersebut ada 22 helai. Setiap helai tenun memiliki motif dan warna yang berbeda.
Pameran tersebut menampilkan gambar motif songket Sumatera Barat. Tidak hanya itu, pengunjung dapat melihat sebuah alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu dan proses kerjanya menggunakan tenaga manusia.
Dipamerkan juga kain songket asal Canduang yang sudah berumur 150 tahun. Kain tersebut terdiri dari selendang dan baju kurung.
Nanda Wirawan yang juga peneliti Songket Canduang mengatakan proyek revitalisasi songket Canduang dimulai pada Januari 2023 bekerja sama dengan Studio Pinakabu. Proses produksi songket tersebut dimulai Februari dan baru bisa dipamerkan pada Juni 2023.
Nanda menjelaskan Canduang memang tidak pernah tercatat di dalam sejarah tekstil Sumbar. Namun ada satu buku sebuah menyebutkan Canduang pada 200 tahun lalu menjadi penyuplai benang untuk Sumatera Tengah. Buku tersebut adalah Christine Dobbin yang berjudul Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy Central Sumatra, 1784-1847.
Adapun salah satu tujuan revitalisasi ini dipamerkan adalah untuk memperkenalkan kembali Songket Canduang yang sudah lama hilang. "Pameran ini ingin menampilkan kembali songket asal Candung yang sudah lama hilang," kata Nanda.
Selain itu, menurut Nanda, berdasarkan penelitiannya selama 2,5 tahun mendapati jika di Canduang dulunya memiliki perguruan tenun. Nama daerah-daerah kecil di Canduang identik dengan istilah proses tenun.
"Saya dengan suami mendapati di Canduang itu dulunya ada perguruan tenun yang muridnya mencapai puluhan orang. Lalu saya juga menemukan nama jorong bernama Kubang Turak. Kubang Turak itu di Minangkabau adalah tempat merendam kain agar lebih awet," kata Nanda.
Nanda menjelaskan bukti lain yang ditemukannya saat proses penelitian tersebut adalah kain tenun yang umurnya sudah lebih dari 150 tahun. Kain tersebut didapatinya di Rumah Gadang (Rumah Adat Minangkabau). "Saya ketika itu menyewa rumah untuk dijadikan studio dan ada seorang ibu-ibu yang memperlihatkan sebuah kain songket yang didapatkan dari nenek," ujarnya.
Pilihan Editor: Tenun Badui Makin Dilirik Konsumen Lokal dan Internasional
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.