Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan orang hadiri festival arak-arakan dewa dan budaya dalam rangka merayakan Cap Go Meh Imlek 2567 Kongzili/2025 Masehi di Kawasan Pecinan, Jalan Sulawesi, Makassar, Sulawesi Selatan. Dikutip dari Antara, Kepala Kanwil Kemenag Sulsel Ali Yafid juga turut hadir dalam perayaan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Semakin dekat kita dengan ajaran agama masing-masing, maka akan semakin dekat dengan agama lain. Karena semua agama itu banyak persamaan dari sisi universal,” kata Ali Yafid pada Ahad, 2 Februari 2025 seperti dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arak-arakan ini diawali oleh barisan Dewa Kwan Kong dan disusul 11 kelenteng lainnya. Mereka melewati podium tamu kehormatan dengan mengarak Patung Dewa Dewi dan simbol-simbol khas Imlek.
Festival ini juga diisi dengan berbagai pertunjukan, antara lain barisan Merah Putih dan budaya lokal. Mereka juga menurunan sebanyak 1.300 orang dengan beragam persembahan seperti pertunjukan naga dan barongsai, serta tarian massal khas Negeri Tirai Bambu. Peserta juga menampilkan Tari Lampion dan Tari Pepe-Pepeka Ri Makka.
Festival ini diikuti oleh 6.000 peserta dari Vihara Cetiya dan kelenteng di Kota Makassar, Kota Parepare, serta Kabupaten Takalar. Festival ini merupakan perayaan pertama setelah 11 tahun tidak dilaksanakan.
Tentang Cap Go Meh
Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkien. Cap artinya sepuluh, Go artinya lima, dan Meh artinya malam. Sehingga, secara istilah arti Cap Go Meh adalah malam kelima belas dari bulan pertama.
Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, Cap Go Meh adalah penutup seluruh rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek. Cap Go Meh bertujuan untuk mengharapkan keharmonisan, perdamaian, dan pengampunan. Lentera menjadi simbol pelepasan tahun lalu sekaligus menyambut tahun baru dengan keberuntungan.
Perayaan ini awalnya dilakukan secara tertutup untuk kalangan istana dan belum berkembang dikenal secara umum oleh masyarakat Tiongkok, tetapi kini perayaan ini dapat diramaikan oleh siapapun. Selama festival, rumah-rumah dihiasi dengan lentera warna-warni, seringkali juga tarian barongsai, parade, dan kembang api.
Cap Go meh menjadi tradisi yang diwarisi secara turun-temurun oleh komunitas Tionghoa di berbagai belahan dunia. Perayaan Cap Go Meh biasanya dirayakan melalui parade arak-arakan sepanjang jalan. Pada malam hari, acara berlanjut dengan festival lampion yang meriah dan penampilan barongsai.
Di Indonesia, Cap Go Meh merupakan salah satu festival terbesar yang diselenggarakan di beberapa daerah. Biasanya, setiap daerah memiliki caranya masing-masing untuk merayakan Cap Go Meh. Hal ini terjadi karena Cap Go Meh telah mengalami akulturasi dengan budaya setempat.
Aulia Ulva dan Balqis Primasari turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini