Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah DI Yogyakarta mengevaluasi sejumlah peristiwa yang mencoreng wajah pariwisata di sana. Di antaranya keluhan 'nuthuk' harga pecel lele, mematok tarif parkir di atas ketentuan, sampai persoalan wisatawan wajib menyewa jip wisata saat hendak berkunjung ke petilasan Mbah Marijan di lereng Gunung Merapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan semua kejadian itu sudah ditindaklanjuti oleh aparat pemerintah kabupaten/kota setempat. "Kasus-kasus wisata yang sempat viral di media sosial itu menjadi masukan penting bagi pemerintah untuk mengevaluasi supaya tak terulang," kata Kadarmanta Baskara Aji pada Selasa, 8 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aji menjelaskan, Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X pernah mengusulkan agar pemerintah kabupaten/kota merancang peraturan yang berisi penetapan kawasan parkir premium di pusat kota, seperti Malioboro. Dengan begitu, ada kajian khusus tentang besaran tarif yang sesuai.
"Dulu tarif parkir premium di Yogyakarta Rp 5.000 cukup, tapi sekarang mungkin bisa dibuat Rp 10 ribu atau Rp 20 ribu," kata Kadarmanta. "Silahkan saja, asalkan ada dasar hukum dari pemerintah daerah."
Aji menuturkan, pemerintah daerah tak menutup mata jika saat ini tarif parkir kurang sesuai dengan kondisi di lapangan. Akibatnya, masih ada juru parkir kerap 'menuthuk' tarif sesuka hati. "Jika tarif parkir di kawasan premium Rp 20 ribu, maka insentif untuk juru parkir bisa lebih banyak ketimbang Rp 5.000. Ini juga kami pikirkan," katanya.
Kendati pemerintah DI Yogyakarta memberikan lampu hijau untuk merevisi tarif parkir, Aji memastikan semua kebijakaan harus berdasarkan kajian dan tertuang secara resmi dalam peraturan. "Jika tidak ada dasarnya dan tiba-tiba tarif naik, nanti jadi pemerintah yang 'nuthuk'," ucapnya.
Apabila insentif juru parkir sudah mencukupi melalui kebijakan tarif kawasan premium, setelah itu aturan tersebut harus ditegakkan. Dan siapapun yang 'nuthuk' mesti diproses hukum. Mengenai penentuan lokasi parkir premium tadi, Aji menyerahkannya kepada pemerintah kabupaten/kota.
"Sejumlah negara-negara maju telah menerapkan kebijakan parkir premium," kata Aji. "Bahwa parkir di tengah kota itu dibuat mahal, tapi mahal bukan untuk 'nuthuk', melainkan membatasi keinginan orang agar tak parkir di kawasan itu."
Begitu juga dengan kasus 'nuthuk' harga pecel lele. Jika di tempat makan tertulis dengan jelas kalau harga seporsi pecel lele beserta detail isi menu Rp 37 ribu, maka wisatawan yang merasa harga itu terlalu mahal bisa mencari ke tempat lain yang lebih murah.
Kepala Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, Singgih Raharjo mengatakan tindak lanjut sejumlah kasus parkir hingga pecel lele 'nuthuk' itu melibatkan sejumlah organisasi perangkat daerah untuk menyelesaikan dan mengantisipasinya. Singgih minta jangan ada lagi oknum yang nuthuk atau menaikan harga tidak wajar untuk jual beli atau layanan apapun. "Peran monitoring dan evaluasi lewat penegakan hukum serta penghargaan dan hukuman menjadi bagian yang sangat penting untuk membuat suasana wisata semakin baik," ujarnya.