Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Trenggiling, Penjaga Hutan yang Diduga Bawa Petaka

Trenggiling diduga salah satu pembawa virus corona. Hal ini diduga karena kebiasaan masyarakat Cina yang suka dengan daging trenggiling.

10 Februari 2020 | 11.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salah kaprah menduga sisik trenggiling adalah obat, dan dagingnya yang lezat, membuat mamalia bersisik ini diburu. Foto: @pangolinconservation

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Trenggiling, mengutip laman nature.org, dijuluki sebagai penjaga hutan. Pasalnya, hewan ini sangat rakus memakan rayap – salah satu unsur perusak pepohonan di hutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Trenggiling dewasa dengan berat 6,6 pon atau 3 kg, dapat mengkonsumsi lebih dari 0,66 pon rayap dalam sekali makan. Berkat nafsu makannya yang besar, satu trenggiling dapat melindungi area seluas 31 lapangan sepak bola (41 hektar) dari kerusakan rayap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi, masih menurut nature.org, pertumbuhan ekonomi Cina selama beberapa dekade terakhir luar biasa. Ratusan juta orang telah memasuki kelas menengah baru di negara itu. Kesejahteraan yang meningkat itu, diikuti dengan konsumsi yang juga tumbuh pesat termasuk memakan daging trenggiling.

Upaya publik untuk mencegah perburuan trenggiling di Cina menggunakan berbagai ide kreatif. Photographic Society of America (PSA) yang menampilkan Jackie Chan yang menganjurkan penghentian perburuan trenggiling. Video kampanye itu diproduksi melalui kemitraan antara WildAid dan The Nature Conservancy. 

Penjaga hutan ini telah bertahan ribuan tahun dari perubahan alam, tetapi sekarang mereka berada di ambang kepunahan karena hilangnya habitat dan perburuan ilegal. Lebih dari 1 juta trenggiling dibunuh secara brutal untuk perdagangan pasar gelap dalam 10 tahun terakhir. Setara dengan 11 trenggiling setiap jam.

Barang bukti puluhan sisik trenggiling yang hendak diselundupkan di Bandara Kuala Namu, Medan pada 20 April 2019 (Foto: KLHK)

Sisik pangolin memiliki berat sekitar 20 persen dari total massa. Sisik padat ini adalah "senjata" mereka. Ketika terancam, trenggiling dengan cepat meringkuk menjadi bola yang ketat, dan dengan menyelipkan wajah di bawah ekor, sisik-sisik yang tumpang tindih berfungsi sebagai baju besi yang tangguh. 

Pangolin adalah satu-satunya mamalia bersisik di dunia. Banyak budaya Asia secara keliru percaya bahwa sisik mereka memiliki sifat obat dan magis, menyebabkan permintaan besar di pasar gelap. 

Penelitian modern telah menunjukkan komponen utama dari sisik pangolin adalah beta keratin, mirip dengan kuku manusia, tanpa nilai obat. Namun, hewan liar, seperti trenggiling, adalah pembawa parasit dan virus yang tidak diketahui, yang dapat menyebabkan infeksi parah setelah tertelan.

Mengutip Reuters, wabah virus corona, selain melalui konsumsi kelelawar juga melalui menu trenggiling. Trenggiling dan sisiknya dikudap karena dipercaya merupakan obat-obatan.

Trenggiling adalah salah satu mamalia yang paling diperdagangkan di Asia, meskipun dilindungi oleh hukum internasional. Dagingnya dianggap lezat di Cinam dan  sisiknya digunakan dalam pengobatan tradisional, kata World Wildlife Fund.

Universitas Pertanian Cina Selatan menemukan trenggiling sebagai pembawa virus corona. Daging trenggiling tersebut dijual di pasar kota Wuhan, bercampur dengan berbagai daging hewan liar lainnya. Temuan dari universitas itu, kian memudahkan pencegahan dan pengendalian virus corona.

Mulanya, para ahli kesehatan berpendapat virus corona ditularkan melalui kelelawar. Namun mereka menemukan pula urutan genom dari strain virus corona yang dipisahkan dari trenggiling, 99 persen identik dengan orang yang terinfeksi, lapor kantor berita resmi China, Xinhua. Kantor berta itu juga menyebut kemungkinan besar trenggilung sebagai perantara virus corona. 

Rupa-rupa obat yang diabuat dari sisik trenggiling. Para ahli mengingatkan sisik trenggiling tak terbukti berkhasiat dalam pengobatan, namun perburuan trenggiling terus berlanjut. Foto: @pangolinconservation

Tetapi Dirk Pfeiffer, profesor kedokteran hewan di Universitas Kota Hong Kong, memperingatkan bahwa penelitian ini masih jauh dari membuktikan trenggiling telah menularkan virus.

"Anda hanya dapat menarik kesimpulan yang lebih pasti jika Anda membandingkan prevalensi (dari virus corona) antara spesies yang berbeda, berdasarkan sampel yang representatif," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus