Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

'Anak Ingusan II' dari Bandung

Film porno sepasang mahasiswa Bandung beredar di masyarakat. Siapa tersangka delik asusilanya?

14 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS video compact disc (VCD) porno Bandung kini jadi urusan polisi. Lima orang yang diduga menggandakan dan mengedarkan film hot itu ditahan di Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung. Mereka dijaring dengan delik pornografi (Pasal 282 KUHP), yang berancaman maksimum setahun empat bulan penjara. Sejak pekan lalu, polisi juga gencar merazia para pembeli yang memburu VCD tersebut. Sebulan terakhir, film biru itu memang menjadi barang paling dicari di Kota Kembang. Mungkin itu karena "pemeran utama" dalam film itu tidak hanya "made in Indonesia", tapi juga pasangan mahasiswa. Film yang kini tersebar di sejumlah kota besar itu berisi rangkaian adegan seks antara—sebut saja—Imet, 20 tahun, dan Nandi, 19 tahun. Asalnya dari pita kaset rekaman dengan kamera handycam. Pasangan kekasih itu merekamnya di sebuah kamar hotel di bilangan Jakarta Selatan. Dengan durasi sejam lebih, pasangan yang belum menikah itu beberapa kali melakukan aksi seks seperti pemain film porno asing, baik di kamar tidur, bath tub, maupun kloset. Menurut seorang teman dekat Imet, film yang dibuat pada Juli 2001 itu sebenarnya untuk dokumentasi pribadi. Rencananya, film itu akan dijadikan kado ulang tahun kedua masa berpacaran mereka pada Agustus 2001. Imet, yang mahasiswa Institut Teknologi Nasional, Bandung, bermaksud mengalihkan wujud rekaman itu ke kepingan cakram padat (VCD). Itu supaya sang dara, Nandi, yang mahasiswi semester tiga di Universitas Padjadjaran, Bandung, kelak gampang menyaksikannya. Imet lantas menyewa tukang transfer di sebuah rental komputer di Bandung. Ia menyerahkan pita rekaman ke seorang karyawan rental di situ. Selama proses transfer, ia mematikan layar monitor agar karyawan itu tak melihat isinya. Usai proses pemindahan, file film yang terekam komputer juga dihapusnya. Setelah yakin semuanya aman, barulah Imet meninggalkan rental itu. Beres? Ternyata urusan jadi panjang. Rupanya, Imet ceroboh. Bagaimanapun, setiap file yang dihapus akan terkumpul di recycle bin (tempat sampah) komputer. Dari tempat inilah file tersebut kembali dilacak dan digandakan oleh karyawan rental di atas. Namanya barang "panas", segera rekaman itu beredar cepat. Kepingan-kepingan film itu tersebar ke penjual-penjual cakram padat di emper toko Kota Bandung. Penyebaran pun berlangsung dengan saling meng-copy antar-hard disk komputer. Bahkan sebuah kampus di Bandung memajang film itu di situs mereka sehingga bisa di-down load (direkam) siapa saja. Bandung pun heboh. Polisi segera menahan karyawan rental yang mentransfer itu serta empat rekannya. Menurut Ajun Komisaris Polisi Simson H. dari Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung, mereka disangka melanggar Pasal 282 KUHP. Mereka dianggap mempertontonkan dan mengedarkan barang porno. Bagaimana dengan Imet dan Nandi? Sampai kini mereka masih bebas. Polisi masih menyelidiki peran mereka: sebagai korban ataukah tersangka? Kalau menilik rumusan Pasal 282 KUHP, mereka bisa dianggap pula mempertontonkan perbuatan tidak sopan. Namun, polisi Simson agak ragu. "Mana mungkin mereka bermaksud menyebarkan borok sendiri?" katanya. Lagi pula, menurut Simson, pasangan itu sudah terkena sanksi agama dan sosial. Dari segi agama, mereka dianggap berdosa. Adapun dari segi sosial, mereka dicerca oleh masyarakat dan dihukum di kampusnya. Memang, Imet langsung dipecat oleh kampusnya, sementara Nandi masih dipertahankan. Alasannya antara lain prestasi akademis mahasiswi ini agak lumayan. Kendati demikian, sejumlah mahasiswa menolak kehadirannya di kampus. Praktisi hukum di Bandung, Dindin S. Maolani, juga berpendapat kedua mahasiswa itu tak bisa dianggap melakukan delik. Sebab, unsur sengaja menyebarluaskan pornografi ke publik tak terpenuhi. "Mereka hanya bermaksud memakainya untuk konsumsi pribadi. Tak ada pasal KUHP yang bisa menjeratnya," ujar Dindin kepada Rinny Srihartini dari TEMPO. Tapi, dengan dibawanya rekaman adegan cinta berlebihan itu ke toko rental, yang ter-golong tempat umum, mestinya Imet menyadari atau patut menduga bahwa salinan gambar itu bisa disalahgunakan. Yang jelas, kasus serupa pernah terjadi di Jawa Timur, pada Oktober 2000. Ketika itu beredar VCD porno berjudul Anak Ingusan. Polisi berhasil menangkap Mahfud, sang aktor yang asal Jombang, Jawa Timur. Lelaki yang sehari-hari menjadi kuli bangunan ini mengaku dibayar oleh seorang pria untuk membintangi film itu. Pria ini diduga menjadi pengedar film biru. Belakangan, Mahfud dihukum oleh pengadilan. Ia dianggap melanggar Pasal 282 KUHP dan Undang-Undang Perfilman. Tapi, pria pembayarnya dan wanita pasangannya dalam film itu hingga kini tak kunjung tertangkap. Agung Rulianto, Bobby Gunawan (Bandung), dan Wahyu Dhyatmika (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus