Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tongkat Hukum Membengkokkan Hukum

Pengacara Lucas dituding merekayasa skandal saham ganda Manulife dan kasus sindikat kreditor Harvest. Tapi pengacara yang dikenal piawai di pengadilan niaga itu bergeming.

14 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA investasi asing terjamin bila hukum justru dibengkokkan oleh penegak hukum? Itulah yang terjadi pada skandal saham ganda di PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI). Sebagaimana gunjingan hukum sejak pekan lalu di Indonesia, saham sebesar 40 persen di PT AJMI yang semula dibeli oleh perusahaan Kanada, Manulife Finance, itu ternyata direkayasa oleh Lucas sebagai saham yang dibeli lebih dulu oleh Roman Gold Assets Limited di Singapura. Hebatnya, muslihat hukum Lucas, pengacara yang sering menangani perkara kepailitan (kebangkrutan) di pengadilan niaga di Peng-adilan Negeri Jakarta Pusat, justru terungkap di pengadilan Hong Kong, awal Oktober 2001, lewat "nyanyian" seorang notaris Singapura, Wilson Yip. Lucas diduga memanipulasi tanggal transaksi saham dan "menghidupkan" Roman, yang sebenarnya cuma perusahaan papan nama alias paper company. Seperti pernah ramai diberitakan, skandal saham ganda Manulife sempat membuat berang pemerintah Kanada. Ceritanya, pada 26 Oktober 2000, Manulife Finance membeli saham PT Dharmala Sakti Sejahtera (DSS) sebanyak 40 persen di PT AJMI melalui lelang di Pengadilan Niaga Jakarta. Lelang itu merupakan eksekusi terhadap vonis pailit DSS pada 6 Juni 2000. Sebanyak 1.800 lembar saham itu dibeli Rp 170 miliar oleh Manulife, yang sebelumnya sudah memiliki 51 persen saham di PT AJMI. Tak dinyana, Roman, perusahaan investasi yang disebutkan berkantor di British Virginia Island di Kepulauan Karibia, mengaku se-bagai pemilik sah 40 persen saham DSS tersebut. Roman mengaku membeli saham itu seharga Rp 354,4 miliar dari Highmead Limited Western Samoa di Singapura, pada 19 Oktober 2000. Highmead sendiri mengantongi saham itu lewat perjanjian gadai dengan Harvest Hero International Limited di Hong Kong. Adapun Harvest memperoleh saham tersebut dari Suyanto Gondokusumo, pemilik yang juga Presiden Direktur DSS, berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 1 Februari 1996. Tentu saja kejadian itu mencengangkan. Soalnya, saham yang dibeli Manulife serupa dengan saham yang diperoleh Roman. Lewat pengacara Syamsul Arif, Roman lantas melaporkan kasus itu ke Markas Besar Kepolisian Indonesia. Polisi lantas menyita uang pembelian dari Manulife sebanyak Rp 170 miliar. Tak cuma itu. Polisi juga menahan Presiden Direktur AJMI, Adhi Poernomo, dan kurator kepailitan DSS, Ari Ahmad Effendi. Bahkan dua pejabat Manulife Finance, yakni Michell David New dan Victor Apps, juga dijadikan tersangka. Kontan pemerintah Kanada memprotes pemerintah Indonesia. Buntutnya, presiden waktu itu, Abdurrahman Wahid, lewat Menteri Luar Negeri Alwi Shihab, meminta agar kepolisian menghentikan pengusutan terhadap dua warga negara Kanada itu. Adhi Poernomo juga diminta agar dilepaskan. Belakangan, Adhi dan Ari memang dilepaskan. Toh, menurut Direktur Pidana Umum di Markas Besar Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Aryanto Sutadi, kepolisian tetap menetapkan status keempat tersangka. Bahkan polisi sudah melimpahkan kasus pemalsuan saham itu ke kejaksaan. Rupanya, Manulife pantang surut. Perusahaan asuransi itu terus menempuh upaya hukum. Di Hong Kong, Manulife menggugat Roman, Highmead, dan Harvest. Di Singapura, Manulife juga meminta kepolisian setempat agar mengusut proses transaksi fiktif dari Suyanto ke Roman. Apalagi Lucas sebelumnya menjadi kurator kepailitan DSS. Tapi para kreditor memprotesnya karena Lucas dianggap terlalu berpihak pada Suyanto (DSS). Akibatnya, Lucas diganti dengan Ari. Ternyata, di pengadilan Hong Kong terungkap muslihat hukum Lucas. Berdasarkan affidavit (kesaksian di bawah sumpah) Wilson Yip, notaris di Singapura, Lucas dikatakan telah melakukan trik pemunduran waktu kejadian (backdating) transaksi saham antara Roman dan DSS tanggal 19 Oktober 2000 dan surat kuasa menjual saham tanggal 1 Februari 1996 dari DSS kepada Harvest. Diduga transaksi saham dan surat kuasa itu dibuat pada Juli 2000. Ini berarti pada masa harta pailit DSS, yang akan dibagi-bagikan kepada para kreditor, tak boleh beralih ke pihak lain. Menurut kesaksian Yip, ia menjadi notaris pembuat akta jual-beli saham tersebut di Singapura. Yip mengaku berkenalan dengan Lucas saat ia berkunjung ke Jakarta. Waktu itu, pertengahan tahun 2000, Lucas menjadi kurator kepailitan DSS. Setelah itu, giliran Lucas mendatangi Yip di Singapura. Saat itulah Lucas meminta Yip agar memundurkan waktu transaksi. Selain Yip, ada juga seorang pengacara Singapura yang memberikan affidavit. Menurut pengakuan pengacara ini, Lucas meminta bantuannya untuk mendirikan paper company dari pelbagai perusahaan yang tak pernah aktif beroperasi. Diduga pula, dari rekayasa inilah lahir Roman, Highmead, dan Harvest. Pihak Manulife segera menyambut gembira pengakuan di atas. Sebab, affidavit itu akan menjadi senjata ampuh untuk menghantam Roman. Dengan demikian, "Transaksi saham antara Roman, Highmead, Harvest, dan DSS dianggap tak pernah terjadi," kata Hotma Sitompoel, kuasa hukum Manulife di Indonesia. Menurut Mitchell New, masih ada lagi kartu truf Manulife untuk menggiring Lucas ke polisi Indonesia. Truf ini diharapkan muncul pada gugatan Manulife terhadap Maggie Hok Yun Lin di pengadilan Hong Kong, pada 20 November 2001. Yun Lin diduga menjalankan corporate service company yang menangani Harvest Hero. Namun, Syamsul Arif, kuasa hukum Roman, membantah cerita affidavit itu. "Roman telah menempuh jalur yang sebenarnya untuk mendapatkan saham itu. Tak ada rekayasa," ujar Syamsul. Itu sebabnya, Roman menggugat PT AJMI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia mempersoalkan prosedur lelang saham DSS, yang dimenangi Manulife. Menurut Syamsul, seharusnya lelang ditunda begitu Roman menunjukkan sertifikat saham DSS yang telah dimiliki Roman. Syamsul menganggap PT AJMI melakukan perbuatan melawan hukum karena melelang duplikat saham, padahal saham asli dikuasai Roman. Akan halnya Lucas, sayang ia enggan menjelaskan berbagai tudingan miring di atas. Beberapa kali TEMPO menghubunginya, ia tak kunjung menanggapi. Namun, seperti dikutip Forum, Lucas membantah tuduhan telah memanipulasi waktu transaksi saham dan pendirian Roman, Highmead, ataupun Harvest. Ia juga menyatakan tak mengenal notaris dan pengacara Singapura yang memberikan kesaksian tertulis di pengadilan Hong Kong itu. Sebenarnya, bukan hanya kasus saham ganda Manulife yang terkait dengan Lucas. Nama pria yang belum lama menggeluti dunia pengacara tapi dikenal begitu akrab dengan kalangan hakim, bahkan sering main golf dengan para pejabat pengadilan, itu diduga juga tersangkut kasus sindikat kreditor fiktif dalam kepailitan Panca Overseas Finance (POF). Pada kasus ini, awalnya POF, anak perusahaan Grup Panin, dituntut pailit oleh Inter- national Finance Corporation (IFC), anak perusahaan Bank Dunia di Jakarta. Itu gara-gara POF dianggap mengemplang utang US$ 13 juta, atau sekitar Rp 130 miliar berdasarkan kurs Rp 10 ribu per dolar, pada IFC. Ternyata, POF luput dari pailit. Majelis hakim niaga mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utangnya. Ia diberi waktu sampai 8 Januari 2001 untuk memverifikasi kondisi keuangannya. Tiba-tiba, muncul 14 kreditor baru POF yang sindikasinya dikoordinasi oleh Harvest Hero. Jumlah tagihan sindikasi Harvest pada POF tak tanggung-tanggung, yakni sebesar Rp 1,6 triliun. Tentu saja sindikasi Harvest menguasai suara mayoritas kreditor, sehingga POF benar-benar tak pailit lantaran usulan per-damaiannya disetujui oleh forum kreditor. Bahkan, sampai tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung, nasib POF tak berubah. Bersamaan itu, IFC mengusut sindikat Harvest yang mendadak muncul. Ternyata perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam sindikasi itu fiktif. Nama-nama seperti Marvelous Investment Limited Western Samoa, Highmead Limited Western Samoa, dan Winstor Trading Limited Commonwealth of Bahamas tak terdaftar di negaranya masing-masing. Hebatnya pula, seperti diceritakan kuasa hukum IFC, Luhut M.P. Pangaribuan, dua orang berpaspor Indonesia, Lay Ie Leng dan Oen Robin Ilmuwan, dicantumkan sebagai Direktur Harvest. Keduanya beralamat di Jalan Raya Boulevard FV I Nomor 25, Kelapa-gading, Jakarta Utara. Tapi, setelah diselidiki, ternyata alamat itu adalah ruko dua lantai yang disewa oleh pedagang mi ayam Garam 21. Toh, Lucas pernah membantah tuduhan bahwa Harvest merupakan perusahaan fiktif. "Harvest itu perusahaan internasional yang eksis. Direkturnya ada di mana-mana, termasuk di Hong Kong, Singapura, dan Indonesia," katanya. Agaknya, episode Lucas di rimba hukum Indonesia masih akan panjang. Hendriko L. Wiremmer, Gita Widya Laksmini, dan Hadriani Pudjiarti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus